Jayapura, Jubi – Baik dosen maupun mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Kota Jayapura memiliki beragam pendapat, soal tugas akhir kuliah menulis skripsi. Terdapat pro dan kontra terutama di kalangan mahasiswa yang memasuki studi akhir dengan skripsi atau non skripsi.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi atau Menristekdikti Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan No 53 Tahun 2023 tentang mutu pendidikan tinggi yang tidak mewajibkan skripsi sebagai syarat utama kelulusan.
Salah satu mahasiswi Universitas Cenderawasih Program Studi Gizi Agustina Giyai lebih memilih skripsi karena bisa melatih dia untuk memahami masalah yang dibahas dan sekaligus melatih jari-jarinya agar lincah dalam mengetik skripsinya.
“Supaya bisa melatih keterampilan dalam mengetik dan wawasan tentang gizi,” kata Giyai kepada Jubi pada Rabu (13/9/2023).
Hal senada disampaikan pula oleh mahasiswa Universitas Cenderawasih (Uncen) Program Studi Bahasa Indonesia Yupina mengatakan mereka tetap menerapkan skripsi sebagai tugas akhir.
“Hari ini kami baru bertemu dengan dosen. Dosen baru menjelaskan peraturan lulus tanpa skripsi, mahasiswa senang mendengar hal tersebut tapi tidak diterapkan di Prodi Bahasa Indonesia,” kata Wenda.
Berbeda pula pendapat dari Wenda dan Giyai, salah seorang mahasiswa Matias Oroway dari Program Studi Kehutanan Universitas Ottow dan Geisler serta Sarah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Yapis (Unyap) memilih alternatif yang dilansir dari laman itjen kemendikbud ristek yaitu magang dan praktek lapangan.
Sarah mengatakan magang dan praktek bagus karena sesuai dengan ilmu yang ia pelajari saat ini.
Oroway juga mengatakan melalui magang dan praktek mereka bisa langsung terapkan di lapangan apa yang telah mereka pelajari selama kuliah.
Dilansir dari laman Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan,Kebudayaan,Riset dan Teknologi atau Itjen Kemendikbud Ristek ada lima alternatif tugas akhir yaitu proyek kolaboratif, portofolio, magang dan praktek lapangan, prototipe produk, dan publikasi ilmiah. (*)