Sentani, Jubi – Multi Stakeholder Forum (MSF) yang terbentuk di sejumlah daerah, diharapkan mampu berperan aktif mengawal kebijakan yang ramah hutan di Papua.
Terkait hal tersebut, Pt. PPMA bersama Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) telah berinisiatif serta menfasilitasi kegiatan penguatan forum mitra pembagunan di Kabupaten Jayapura. Hal tersebut terwujud melalui program bertajuk “Promosi Kebijakan Ramah Hutan melalui Pendekatan Multi Stakeholder Forum (MSF) di Papua“.
Program ini dipandang sangat positif dalam memperkuat pemerintah daerah dan Masyarakat Adat dalam penguatan. kebijakan ramah hutan di Papua.
Direktur Pt. PPMA, Naomi Marasian mengatakan, ada 3 MSF yang sudah mengikuti proses pembelajaran terkait peran dan fungsi MSF itu sendiri. Kehadiran 3 MSF yang masing-masing berada pada Kabupaten Merauke, Sarmi dan Kabupaten Jayapura, dalam pertemuan tersebut lebih banyak memberikan informasi terkait kerja-kerja MSF pasca terbentuk dan MSF yang sudah lama bekerja bersama masyarakat dan Pemerintah Daerah.
“MSF di tiga kabupaten bisa menjadi modal yang sangat positif bagi pembangunan ramah hutan di Papua,” ujar Naomi saat ditemui di Sentani, Senin (27/11/2023).
Pertemuan dan pembelajaran tersebut, kata Naomi, masing-masing koordinator MSF memaparkan apa saja rencana mereka yang sedang berjalan, dan yang akan datang, siapa saja yang terlibat serta harapan-harapan dari isu strategis pembangunan yang dikerjakan ini dapat berdampak bagi masyarakat tetapi juga diketahui oleh semua pihak, terlebih kepada pemangku kepentingan. Sehingga, berbagai praktik baik MSF perlu untuk terus dikembangkan dan didokumentasikan secara baik dan juga bisa dijadikan sebagai “success story” yang bisa menginspirasi banyak pihak.
“Semuanya saling berhubungan, baik pemerintah maupun teman-teman yang tergabung di dalam MSF. Kita sinkronkan dengan rencana pembangunan daerah saat ini dalam jangka pendek 2023-2026,” ujarnya.
Dikatakan, dari pertemuan pada 25 November kemarin di Sentani, Kabupaten Jayapura, setiap MSF akan kembali ke darah masing-masing serta yang diharapkan lagi adalah teridentifikasinya peluang dan tantangan selama melaksanakan program tersusunnya strategi advokasi bersama di level Provinsi dan Nasional. “Ramah hutan, kita tetap mengedepankan fungsi sosial dan advokasi terhadap kepemilikan hak ulayat masyarakat Adat,” kata Naomi.
Koordinator program Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRa) Papua, Zakeus Marey yang juga tergabung dalam MSF Kabupaten Sarmi menjelaskan, kerja-kerja MSF di Sarmi sudah berjalan lama.
Melalui saran dan masukan berbagai pihak di dalam MSF yang terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Sarmi. Sebagian proses pembangunan serta kebijakan Pemerintah Daerah, telah menghasilkan Peraturan Bupati Sarmi tentang pengakuan hukum masyarakat adat serta kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Sarmi.
“Kita mulai dari masyarakat adat sebagai subjek, sebagai pemilik hak ulayat agar benar-benar mendapat perhatian serius,” ujar Marey.
Dari pertemuan bersama SMF Merauke dan Kabupaten Jayapura, kata Marey, ada banyak informasi dan masukan yang diperoleh. Karena, yang dilakukan oleh SMF di Kabupaten Jayapura dan Merauke ada banyak hal yang belum dikerjakan juga di Sarmi.
Soal kebijakan Pemerintah Daerah hampir semua sama di setiap Daerah. “Selain ajang silahturahmi, tetapi juga menjadikan kita untuk berbagi informasi, baik program kerja, dan kendala-kendala yang dihadapi saat turun lapangan maupun berhadapan langsung dengan pihak-pihak lain,” ujarnya. (*)