Jayapura, Jubi – Kerjasama multipihak dinilai dapat meningkatkan pelayanan kesehatan bagi Orang Asli Papua atau OAP di Provinsi Papua. Kolaborasi multipihak ini akan didukung program USAID Kolaborasi.
Anggota tim penulis Policy Brief Multi Stakeholder, Irianto Jacobus mengatakan kerjasama atau kolaborasi multipihak ini akan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), lembaga swadaya masyarakat, akademisi, tokoh agama, tokoh adat, Majelis Rakyat Rakyat Papua (MRP), DPR Papua, masyarakat sipil, pelaku bisnis, komunitas hingga media massa. Irianto mengatakan kerja sama yang dirancang dalam bentuk Multi Stakeholder Forum (MSF) Bidang Kesehatan itu akan dideklarasikan pada Oktober 2023.
“Kami mulai berproses itu dari bulan Desember 2022. Berdasarkan kepedulian, teman-teman berkumpul, coba dengan program USAID Kolaboras. Kami mencoba mendorong suatu forum yang namanya Multi Stakeholder Forum yang mengangkat masalah [pelayanan] kesehatan [bagi OAP],” kata Irianto di Kota Jayapura pada Senin (9/10/2023).
Irianto mengatakan MSF Bidang Kesehatan akan memiliki empat divisi yakni divisi riset, divisi advokasi, divisi pelayanan kesehatan, serta divisi data dan arsip. Irianto mengatakan forum itu akan fokus mengkaji masalah kesehatan untuk menjadi masukan penyusunan kebijakan peningkatan kesehatan di Provinsi Papua.
“Persoalan kesehatan yang sampai saat ini, di Papua perlu penanganan secara serius,” ujarnya.
Direktur Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRA) Papua itu mengatakan MSF Bidang Kesehatan ini akan diperkuat Surat Keputusan Gubernur. Irianto mengatakan untuk menunjang kerja forum maka penganggaran berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Tanggung Jawab Sosial (CSR) perusahaan, maupun iuran anggota. “Minimal [anggaran] itu digunakan untuk pertemuan regular atau pertemuan rutin,” katanya.
Anggota tim penulis Policy Brief Multi Stakeholder lainnya, Rina Wirodihardjo mengatakan MSF memungkinkan keterlibatan banyak pihak dalam mendorong peningkatan pelayanan kesehatan bagi OAP. Rina mengayakan kemitraan multipihak bidang kesehatan akan dipimpin unsur pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Papua dan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP). “Masalah kesehatan tidak bisa diselesaikan satu pihak tetapi berbagai pihak,” ujarnya.
Co-founder Yayasan Sehati Sebangsa Indonesia itu mengatakan mandat dan tanggung jawab peningkatan pelayanan kesehatan bagi OAP tidak hanya ada di tangan pemerintah. Menurut Rina, forum multipihak itu akan menjadi Pemerintah Provinsi Papua untuk peningkatan pelayanan kesehatan.
Ia berharap akan semakin banyak organisasi atau instansi yang bisa ikut terlibat di dalam forum itu, guna memberikan perhatian yang besar dalam menanganipersoalan kesehatan di Provinsi Papua. Rina mengatakan masih banyak perjuangan yang harus dilakukan untuk menangani persoalan pelayanan kesehatan bagi OAP di Papua.
“Kesehatan tidak hanya mencakup kesakitannya saja. Tetapi juga terkait dengan sarana prasarana kesehatan, tenaga kesehatan [yang] terdistribusi dengan merata, hingga keamanan mereka [di tempat tugas],” katanya.
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr Yokelyn C Suebu M Kes mengatakan MSF itu harus fokus kepada apa yang mau dikerjakan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, agar orang sakit bisa mendapat pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas pembantu hingga rumah sakit.
“Uang sudah ada, aturan sudah ada, tapi kenapa pelayanan kesehatan belum baik? Harus ada tim yang mampu mengkaji masalah kesehatan di Tanah Papua,” ujarnya dalam dialog publik multipihak kesehatan yang didukung program USAID Kolaborasi di Kota Jayapura, pada Jumat (6/10/2023).
Yokelyn mengatakan forum MSF di tingkat provinsi harus berkolaborasi dengan MSF di tingkat kabupaten/kota. Saat ini kabupaten/kota di Provinsi Papua telah membentuk forum MSF yaitu Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura.
“Kita mau kerja apa? Harus ada benang merah yang jelas antara kebijakan di tingkat provinsi dan setiap kabupaten/kota supaya ada hasil dari akar rumput. Kalau provinsi ngambang sendiri dan kabupaten/kota jalan masing-masing itu sudah kita tidak mengalami kemajuan secara komprehensif,” katanya.
Anggota Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), Alberth Yoku mengatakan BP3OKP mendukung mendukung kerjasama multipihak guna meningkat pelayanan kesehatan di Papua. Menurut Yoku pelayanan kesehatan bagi OAP belum mendapatkan perhatian yang serius.
Yoku mengatakan selama dua puluh tahun terakhir sudah begitu besar anggaran otonomi khusus Papua yang digelontorkan pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua. Yoku mengatakan perlu pengawasan kedepannya agar dana otonomi khusus secara khusus di bidang kesehatan dapat benar-benar dirasakan orang asli Papua.
“Kita dapat uang banyak tapi coba lihat keadaan orang Papua di kampung-kampung masih begitu saja. MSF harus mengawal anggaran kesehatan di Papua. Mari kita kerja yang benar, adil, jujur untuk kemajuan di Tanah Papua,” ujarnya.
Anggota MRP, Dorince mengatakan minimnya pelayanan kesehatan OAP di Papua secara khusus di kampung membuat anak dan ibu OAP banyak yang meninggal. Dorince mengatakan harus ada kegiatan yang terarah sehingga masalah kesehatan di Papua bisa teratasi. “[Misalnya] kita perlu mendorong ada kapal ambulance di Danau Sentani,” katanya.
Chief of Party USAID Kolaborasi Project, Caroline Tupamahu menyatakan program USAID Kolaborasi merupakan program percepatan pembangunan kesejahteraan Orang Asli Papua di Papua dan Papua Barat melalui tata kelola pemerintahan yang baik. Program kerjasama pemerintah Amerika Serikat melalui USAID, Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri itu akan dilaksanakan dalam kurung waktu 2022 sampai 2027.
Tupamahu mengatakan program itu akan dijalankan Wahana Visi Indonesia bersama mitra International NGO Forum on Indonesian Development dan Kitong Bisa Foundation. Tupamahu menyatakan ada empat keluaran yang menjadi target program. Diantarnya, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam proses perencanaan hingga pengelolaan dan pemanfaatan Dana Otonomi Khusus untuk pelayana kesehatan bagi OAP, adanya modul atau kurikulum dan pendampingan bagi aparatur pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat.
“Diharapkan dengan peningkatan kapasitasnya, mereka lebih responsif dan masyarakat lebih aktif. [Dengan] begitu program bisa tetap sasaran,” ujar Tupamahu kepada wartawan di Kota Jayapura, pada Jumat (6/10/2023). (*)