Jayapura, Jubi – Ketua PWI atau Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi Papua Hans Alfaro Bisay mengatakan media yang paling hebat hari ini di Tanah Papua, kalau mau jujur, karena perusahaannya cukup sehat dan karyawannya cukup mapan, hanya Jubi atau Jujur Bicara dan Cenderawasih Pos atau Cepos.
Hans Bisay menyampaikan penilaian itu saat memberikan materi tentang ‘Kondisi Pers dan Jurnalisme di Tanah Papua’ kepada calon reporter Angkatan 2023 Jubi di ruang Sekolah Jujur Bicara, kantor PT Jujur Bicara, Waena, Kota Jayapura, Senin (30/10/2023).
Menurut Hans, dari koran juga dapat dilihat cuma Jubi dan Cepos yang beredar di pasaran. Bahkan lewat media online, Jubi lebih unggul.
“Ini media yang berkembang pelan-pelan, tapi nanti akan berkembang ke arah yang lebih baik, karena bisa dilihat dari kualitas berita yang dimuat, berimbang sumber beritanya, dan kepercayaan dari pembaca,” kata pemilik media online Papuatimes.co.id itu.
Bisay memuji sistem pendidikan wartawan di Jubi. Menurutnya wartawan yang dididik di Jubi dan di tempat lain agak berbeda.
Ia juga menyebutkan istilah ada ‘wartawan kelas satu’ dan ‘wartawan kelas dua’. Wartawan kelas dua itu yang hanya menjadikan media sebagai batu lompatan. Sedangkan wartawan kelas satu memang bekerja sebagai jurnalis atau wartawan yang bekerja profesional. Wartawan profesional atau ‘kelas satu’ ini bekerja dengan cara mengimbangi sumber berita, jadi bukan asal meliput.
“Misalnya kalau ada berita kasus, biasanya Jubi ambil sumber dari pihak-pihak yang terlibat, jadi berimbang dan jelas masalahnya. Beda dengan media yang memainkan berita tidak berimbang, hanya gunakan satu narasumber,” ujarnya.
Bisay juga mengajak calon wartawan Jubi untuk berani mengubah haluan dengan mencoba menantang diri menjadi wartawan investigasi. “Dalam jurnalisme, investigasi itu yang paling tertinggi dari semua teknik liputan yang dilakukan jurnalis,” kata Bisay.
Kondisi Kemerdekaan Pers di Tanah Papua
Hans Alfaro Bisay juga menjelaskan tentang kondisi kemerdekaan pers di Tanah Papua. Sejak 2017, katanya, setiap tahun Dewan Pers mengadakan survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di setiap provinsi di Indonesia dan posisi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat menempati posisi terbawa se-Indonesia. Terakhir nilai IKP Provinsi Papua Barat 68,22 dan Provinsi Papua 64,01.
“Selama lima tahun berturut-turut Provinsi Papua menempati posisi empat terendah, yaitu peringkat 34 pada IKP 2019, 2020, dan 2023, kemudian peringkat 33 pada IKP 2021 dan peringkat 30 pada IKP 2022,” ujarnya.
Hasil survei IKP ini, katanya, dapat menjadi bahan masukan bagi kalangan pers dan kalangan yang lebih luas untuk menuju apa yang disebut dalam UU Pers sebagai “wujud kedaulatan rakyat” dan “unsur penting menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis”.
Tujuan penyusunan IKP untuk memetakan dan memantau perkembangan pelaksanaan kemerdekaan pers di Indonesia sehingga bisa diidentifikasi persoalan-persoalan yang menghambat pelaksanaan kemerdekaan pers untuk dilakukan perbaikan-perbaikan.
Penyusunan IKP juga dimaksudkan untuk memberi kontribusi bagi peningkatan kesadaran publik akan kemerdekaan pers, serta menyediakan bahan-bahan kajian empiris bagi upaya advokasi kemerdekaan pers di Indonesia.
Untuk pelaksanaan IKP di Tanah Papua, jelasnya, kondisi pers dan jurnalisme di Tanah Papua diukur dari beberapa kondisi, yaitu kondisi ekonomi, intervensi, jurnalis asing tidak bisa masuk ke Papua, hukum, dan pemberitaan soal penyandang disabilitas di Tanah Papua.
Dari kondisi ekonomi media, menurutnya dari banyak media di Tanah Papua, hanya Jubi dan Cepos yang kondisi ekonominya cukup baik. Kemudian dari kondisi intervensi, media di Tanah Papua memiliki relasi dan kepentingan yang berbeda-beda. Bahkan ada media yang muncul hanya khusus untuk melakukan kampanye pemilu.
“Selesai kampanye tiba-tiba menghilang, media onlinenya tidak berlangsung lama. Terus wartawan pencari amplop,” kata Bisay.
Terkait soal jurnalis asing atau wartawan internasional masuk ke Tanah Papua, menurut Bisay pemerintah hanya tinggal janji saja.
Sedangkan dari faktor hukum, wartawan di Papua banyak diteror, tapi sampai saat ini belum dituntaskan masalahnya. “Ini salah satu hal yang membuat nilai Indeks Kebebasan Pers di Papua itu masih tetap di bawah,” katanya.
Faktor lain yang mempengaruhi nilai IKP, kata Bisay, adalah liputan mengenai disabilitas yang masih kurang diberitakan media di Papua. “Kita harus memberikan ruang untuk teman-teman disabilitas,” ujarnya.
Materi ‘Kondisi Pers dan Jurnalisme di Tanah Papua’ kepada calon reporter Jubi pada Senin (30/10/2023) itu menghadirkan pemateri pertama Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Jubi Victor Claus Mambor, pemateri kedua Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jayapura yang juga Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab Cenderawasih Pos Nehemia Lucky Ireeuw, dan pemateri ketiga ketua PWI Papua.
Ini adalah isu tematik pertama dari 21 rangkaian materi isu tematik yang diberikan kepada calon reporter Jubi setiap hari hingga kembali melanjutkan magang meliput pada 7 Desember 2023. (*)