Jayapura, Jubi – Presiden Jokowi diminta menepati janjinya untuk menyelesaikan sengketa ketenagakerjaan terkait pemecatan 8.300 buruh PT Freeport Indonesia karena mogok kerja pada 2017. Hingga kini para buruh itu belum dipekerjakan kembali.
Salah satu buruh mogok kerja, Lukas Rumpaidus menyatakan Presiden Jokowi harus memenuhi janjinya menyelesaikan persoalan mogok buruh PT Freeport Indonesia (PTFI). “Presiden Jokowi pernah menerima kami pada 13 Februari 2019, dan beliau [berjanji] akan mempertemukan para pihak untuk mencari solusi yang terbaik,” kata Rumpaidus kepada wartawan di Kota Jayapura pada Minggu (30/4/2022) malam.
Rumpaidus menyatakan sengketa ketenagakerjaan itu telah memasuki tahun keenam, sejak 8.300 buruh PTFI melakukan mogok kerja pada 1 Mei 2017. “Tetapi janji Presiden Jokowi belum terwujud sampai dengan saat ini. Presiden terus datang ke Freeport tapi persoalan kami belum ditangani,” katanya.
Rumpaidus menyatakan para buruh konsisten memperjuangkan hak mereka. Ia berharap Pemerintah Indonesia, Pemerintah Kabupaten Mimika maupun Pemerintah Provinsi Papua Tengah memperhatikan nasib mereka.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay selaku kuasa hukum para buruh menyatakan mogok kerja 8.300 buruh itu dilakukan sejak 1 Mei 2017 sampai Desember 2022 adalah mogok kerja yang legal. Namun para buruh malah dipecat manajemen PTFI.
Gobay menyebut keberadaan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jayapura Nomor 1/Pdt.Sus-PHI/2021/PN Jap atas nama Tri Puspital, putusan nomor 1095 K/Pdt.Sus-PHI/2021 atas nama Demianus Jonasen May, dan putusan nomor 1126 K/Pdt.Sus-PHI/2021 atas nama Muhammad Anwar. Menurut Gobay, pertimbangan hakim dalam ketiga perkara itu menyatakan mogok kerja 8.300 buruh PTFI sah.
“Atas dasar itu kami menyimpulkan bahwa mogoknya sah, karena ada pengakuan dari pemerintah dan juga oleh hakim Mahkamah Agung. [Jadi] mogok kerja yang dilakukan buruh PT Freeport Indonesia sah,” kata Gobay kepada wartawan, Minggu malam.
Gobay juga menyatakan pada 2018 Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Papua telah menyatakan mogok kerja 8.300 buruh itu sah. Akan tetapi, sejak 2017 manajemen PTFI tidak pernah memberikan jawaban yang tegas.
Gobay menyatakan Gubernur Lukas Enembe pada 2018 juga mengeluarkan surat yang menegaskan mogok kerja buruh PTFI itu sah. Surat itu juga memerintahkan PTFI untuk mempekerjakan para buruh yang dipecat gara-gara mogok kerja, dan membayar upah mereka.
“Mogok kerja adalah hak normatif yang wajib dihargai pemerintah maupun PTFI. [Jadi alasan] Pemutusan Hubungan Kerja yang disebut manajemen PT Freeport Indonesia terhadap 8.300 buruh itu dipertanyakan. Kapan surat PHK diberikan kepada klien kami?” ujarnya.
Gobay menilai tidak ada keseriusan dari Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan persoalan buruh PTFI. “Kalau memang pembangunan yang mau didorong di Papua, dan buruh masuk dalam agenda pembangunan mengapa tidak menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Gobay meminta Presiden dan Wakil Presiden mempertemukan buruh dengan manajemen PTFI untuk menyelesaikan persoalan itu. “Segera buka ruang perundingan antara PT Freeport Indonesia dengan 8.300 buruh mogok kerja,” ujarnya.
Ketua Mogok Kerja Wilayah Jayapura, Anton Awom menyatakan pemecatan besar-besaran itu membuat karyawan kehilangan pekerjaan, tunjangan keluarga, dan tidak bisa membayar BPJS Kesehatan. Bahkan, kata Awon, sampai saat ini ada 115 buruh telah meninggal dunia.
“Sampai hari ini kami terus berjuang. Memang persoalan [itu] sudah lama sekali, banyak yang sudah korban. Kami punya teman ada yang sudah meninggal, itu yang menjadi salah satu alasan kenapa kami terus berjuang. Paling tidak, mereka punya hak-hak selama ini tidak dibayar sama perusahaan [harus segera] dibayarkan,” ujarnya.
Divisi Kampanye dan Media Amnesty Universitas Cenderawasih, Rutce Selviani Bosawer menyatakan Amnesty Universitas Cenderawasih mendesak PT Freeport Indonesia memenuhi hak 8.300 buruh mogok kerja tersebut. Ia menyatakan PTFI juga harus bertanggung jawab atas kematian 115 buruh mogok kerja.
“Pemerintah Indonesia segera melakukan nota kesepahaman antara manajemen PT Freeport Indonesia dengan 8.300 buruh mogok kerja,” kata Bosawer dalam keterangan pers yang diterima Jubi pada Minggu malam. (*)