Jayapura, Jubi – Sejumlah tiga mahasiswa Universitas Mataram atau Unram yang berasal dari Papua dilarang berfoto dan diusir dari lingkungan kampus gara-gara membawa poster Bintang Kejora. Insiden itu terjadi pada Selasa (1/8/2023) pagi, setelah salah satu mahasiswa asal Papua mengikuti yudisium Fakultas Hukum Universitas Mataram di Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Insiden itu bermula ketika dua mahasiswa Universitas Mataram (Unram) asal Papua, Naldo (mahasiswa Fakultas Ekonomi Unram) dan Tombol (mahasiwa Fakultas Kehutanan Unram) pergi mendatangi yudisium Fakultas Hukum yang berlangsung di Gedung Budaya Unram. Mereka ingin memberikan ucapan selamat kepada Yordan Nyamuk Karunggu yang telah mengikuti yudisium itu.
Menurut Nyamuk Karunggu, setelah ia selesai mengikuti yudisium, ia keluar dari Gedung Budaya. Di luar gedung itu, ia bertemu Naldo. Tiba-tiba, salah satu satpam kampus memotret mereka berdua.
Karunggu yang merasa tidak nyaman difoto kemudian menanyai apa alasan satpam itu memotret dirinya dan Naldo. “Saya tanya, ‘tujuan apa ambil foto kami tanpa ijin dari kami?’ Saya tanya, tetapi tidak dijawab. Ia memberikan reaksi dengan mengancam hendak memukul kami,” kata Karunggu melalui panggilan telepon pada Rabu (2/2/2023) malam.
Karunggu lalu merobek jas almamaternya sebagai bentuk protes, karena merasa mahasiswa Papua selalu dikriminalisasi. “Saya robek [jas] almamater. Saya gunakan [jas] almamater, tapi anggapan kalian kami sebagai kriminal lalu difoto. Itu disaksikan beberapa mahasiswa dan beberapa dosen,” ujarnya.
Karunggu bersama Naldo dan Tombol lalu pergi ke Fakultas Hukum. Karunggu menyatakan disana ia mengeluarkan poster dengan motif bendera Bintang Kejora untuk berfoto. Menurut Karunggu, ketiga ia belum sempat berfoto, ia didatangi satpam yang melarang mereka berfoto. Karunggu, Naldo, dan Tombol lalu diiusir keluar dari kampus.
“Kami mau foto-foto dengan kawan-kawan mahasiswa lain. Saya ambil poster bermotif bendera Bintang Kejora. Saat saya pegang poster mereka [satpam] melarang-larang kami, mau pukul juga. Mereka bilang, ‘bendera Bintang Kejora jangan kibarkan’. Saya bilang, ‘ini bukan bendera, ini poster’. [Kami] baku mulut. Mereka bilang, ‘kalian itu dibiayai negara, jangan melakukan perlawan terhadap negara. Kalian itu pendatang, jadi kalian ikut apa yang kami bikin di sini’,” ujar Karunggu menirukan ucapan satpam saat itu.
Karunggu menyatakan poster Bintang Kejora itu ia keluarkan sebagai simbol perlawanan terhadap tindakan rasisme dan represi diterima mahasiswa Papua di Universitas Mataram. Menurutnya, pihak lembaga pernah membubarkan diskusi mahasiswa Papua di kampus Unram pada 2022.
“Momen ini saya saya pakai untuk melawan perlakukan tersebut. Kami pernah diintimidasi oleh pihak lembaga pada 2022. Kami hanya duduk main WiFi malam hari di kampus, lalu rektorat bawa keamanan dengan alasan ‘kalian sering diskusi soal Papua’ dan lain sebagainya. [Mereka] melarang [kami] kumpul, mereka mau mahasiswa belajar saja,” katanya.
Jubi sudah berusaha menghubungi Wakil Rektor III Universitas Mataram, Dr Sujita ST MT melalui layanan pesan WhatsApp dan telepon untuk mendapatkan informasi pembanding atas pengakuan Nyamuk Karunggu. Sujita berjanji akan menghubungi Jubi, namun hingga berita ini diturunkan Sujita tidak kunjung menelepon. (*)