Jayapura Jubi – Kurator dan Antropolog Papua Enrico Yori Kondologit mengatakan sampai saat ini sebetulnya belum ada konsep atau definisi wilayah adat di Papua. Hal itu dikatakan Enrico Yori Kondologit kepada calon reporter Jubi saat menjadi pemateri di Sekolah Jujur Bicara, jalan Taruna Waena, Distrik Heram, Papua, Kamis (23/11/2023).
Menurut Kondologit yang ada sejauh ini hanyalah definisi secara antropologis yaitu wilayah budaya atau Culture Area, dan bukan wilayah adat atau Customary Area. Menurutnya hal ini merujuk hasil peneliti Antropolog asing termasuk Don A.L. Flassy, 1984, 2013.
Enrico Yori menjelaskan pembagian atau pengklasifikasian tujuh Wilayah Budaya di Tanah Papua yang berdasarkan etnografi dan corak seni budaya itu sudah ada sejak tahun 1950-an. Namun baru terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh J. G. Held (1979) tentang ‘Cultuur Provincies’ (Provinsi Kebudayaan) dan A.A. Gerbrands (1979) tentang ‘Art Style Areas’ (Wilayah Gaya Seni).
“Tidak ada konsep 7 wilayah adat, tapi yang ada itu konsep 7 wilayah budaya saja,” kata Antropolog Papua itu.
Kondologit menegaskan bahwa adat itu cakupan wilayahnya terbatas daripada cakupan kebudayaan. Karena kebudayaan itu secara universal dapat ditemukan kemiripan-kemiripan dari satu suku dengan suku lain di Papua. Contohnya, salah satu wilayah budaya seperti Mamta, mulai dari wilayah Tabi sampai Mamberamo ada kemiripan kesenian dan kebudayaan dalam hal pembuatan rumah adat sehingga dikelompokkan menjadi wilayah budaya (tetapi) bukan wilayah adat.
“Adat itu kan eksklusif secara religi, pengetahuan, dan sistem politik. Jadi tidak tepat sebut Mamta sebagai wilayah adat karena tidak semua adat sama di Mamta, tapi kemiripan budaya itu baru sama,” kata Kurator Papua itu.
Menurutnya istilah wilayah adat ini diperkenalkan karena adanya UU Otonomi Khusus Papua tahun 2001 sehingga pemerintah dan lembaga Majelis Rakyat Papua atau MRP ikut menyebutnya sebagai wilayah adat. Karena itu pihaknya sedang berupaya melakukan rekonstruksi mengenai kesalahan penyebutan itu.
“Kami ada upaya untuk kembalikan sesuai konsep kebudayaan dengan memasukan itu di ensiklopedia Indonesia, sesuai hasil penelitian dan riset antropolog,” katanya. (*)