Waropen, Jubi – Kabupaten Waropen, Papua dijuluki Negeri Seribu Bakau. Daerah itu juga disebut tanah pecek (tanah becek).
Julukan Negeri Seribu Bakau dan sebutan tanah pecek, untuk Kabupaten Waropen, karena sebagian besar wilayahnya adalah hutan bakau, dengan kontur tanah lembab yang becek.
“Hampir 95 persen wilayah Kabupaten Waropen adalah hutan bakau. Tanahnya selalu pecek (becek) karena daerah rawa,” kata aktivis masyarakat adat Papua di Waropen, Jhon Imbiri kepada Jubi, Selasa (19/07/2022).
Di balik rimbunnya hutan bakau, dan beceknya tanah Waropen, ternyata tersimpan banyak potensi di sana.
Kabupaten itu memiliki potensi kepiting atau oleh warga lokal disebut karaka, bia atau kerang, dan udang.
“Memang di Waropen ini memiliki potensi karaka, bia, dan udang. Kalau ikan sebenarnya juga ada, hanya saja tidak banyak,” ujarnya.
Warga Waropen lebih cenderung mengutamakan mencari udang, karaka dan bia. Selain untuk dikonsumsi sendiri, juga dijual guna menambah penghasilan.
Potensi lain di Waropen adalah pariwisata. Menurut Jhon Imbiri, keindahan Pantai Wisata Sarfambai, di Kampung Waren, Distrik Waropen Bawah, merupakan salah satu potensi pariwisata di sana.
Di Pantai Wisata Sarfambai, pengunjung dapat menikmati hamparan laut sambil menunggu matahari terbenam.
“Selain itu ada Patung Yesus Kristus di Pulau Nau. Lokasi itu bisa jadi kawasan wisata religi. Patung itu dibangun bupati pertama Waropen, Ones Ramandey,” ucapnya.
Pulau Nau hanya dapat dijangkau menggunakan speedboat atau sejenisnya dari pelabuhan Waropen. Lama waktu tempuh sekitar 20-30 menit.
Keasrian Pulau Nau masih alami dan terjaga. Belum banyak wisatawan mengunjungi pulau itu.
Pulau ini menyimpan keindahan bawah lautnya. Terumbu karang dan biota lautnya masih terjaga, dan ekosistemnya masih alami.
Apabila beruntung kita dapat melihat sekumpulan ikan lumba-lumba yang berenang ke bibir pantai.
Pulau Nau juga memiliki pantai nan indah berpasir putih, yang membentang luas di sekitar pulau.
Hanya saja potensi karaka, kerang, udang dan pariwisata di Waropen belum dikelola dengan baik.
Warga mencari karaka masih dalam jumlah kecil. Hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan dijual sebagai penghasilan tambahan.
“Karaka, udang dan bia di Waropen ini hanya dijual warga ke pasar di sini. Belum sampai dikirim ke luar Waropen. Padahal ini potensi menjanjikan kalau dikelola secara baik. Begitu juga, pariwisata perlu ada terobosan untuk pengelolaannya,” kata Jhon Imbiri. (*)
Discussion about this post