Jayapura, Jubi – Kepala Bidang Pembinaan Hutan dan Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Yunus W Krey menyatakan Pemerintah Provinsi Papua Barat berkomitmen agar 115.273 hektar hutan ulayat di Papua Barat diakui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai hutan adat. Hutan ulayat masyarakat adat itu tersebar di delapan kabupaten.
Hal itu dinyatakan Krey dalam seminar “Peluang, Tantangan dan Pembelajaran dari Implementasi Skema Hutan Adat oleh CSO dan Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat” yang diselenggarakan WALHI Papua di Kota Jayapura pada Jumat (24/6/2022). Krey menjelaskan hutan adat yang diharapkan mendapat pengakuan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah hutan ulayat masyarakat adat setempat.
Di Kabupaten Sorong terdapat 4.277 hektare hutan ulayat marga Mangablo, dan 3.538 hektare hutan marga Gilik. Di Kabupaten Tambrauw terdapat hutan marga Manim, Manimbu, Makambak dan Kasi seluas 10.000 hektare. Di Kabupaten Bintuni, terdapat hutan ulayat marga Ogoney selus 1.300 hektare, dan di Kabupaten Manokwari terdapat hutan ulayat marga Hatam, Idabri, Kwau, Bei seluas 4.800 hektare.
Selanjutnya, di Kabupaten Pegunungan Arfak terdapat hutan marga Hatam, Idabri, Kwau, Bei seluas 3.202 hektare. Di Kabupaten Manokwari Selatan, terdapat hutan ulayat marga Iba seluas 2.990 hektar, dan hutan ulayat marga Indouw seluas 1.316 hektarre.
Di Kabupaten Sorong Selatan, terdapat hutan marga Knasaimos seluas 81.000 hektare. Di Kabupaten Maybrat, terdapat hutan ulayat yang dimiliki marga Baho seluas 2.900 hektare. “Dalam tahun ini setidaknya target kami ada lima Surat Keputusan yang dapat dikeluarkan KLHK atas pengakuan hutan ulayat di Papua Barat,” ujarnya.
Krey mengatakan masyarakat adat bebas mengajukan permohonan untuk mendapat izin pengakuan hutan ulayat ke KLHK. Akan tetapi, permohonan itu setidaknya harus memenuhi persyaratan seperti surat usulan hukum adat, surat pernyataan hutan ulayat, luas wilayah adat, luas usulan adat, peta wilayah adat tersepakati, peta zonasi adat dan hutan ulayat, overlay peta wilayah adat dengan peta fungsi hutan, profil masyarakat adat, peraturan daerah atau peraturan daerah khusus (Perda/Perdasus) pengakuan hak adat, ulayat dan hutan ulayat, serta SK bupati tentang penetapan masyarakat adat, ulayat, dan hutan adat.
“[Persyaratan itu] tidak membatasi, melainkan membuka ruang. Namun, kalau [pengusulan] hutan adat persyaratan banyak,” katanya.
Krey mengatakan Pemerintah Provinsi Papua Barat sudah mengusulkan seratus ribuan hektare hutan adat untuk mendapatkan pengakuan dari KLHK Itu sejak 2018. Hingga kini, telah ada satu hutan adat di Kabupaten Sorong yang telah mendapatkan nomor SK pengakuan sebagai hutan adat, namun belum menerima bukti surat keputusan itu. “Kami terus mengawal dan bantu mengecek sudah sejauh mana prosesnya,” kata Krey.
Ia mengatakan, setelah nanti izin keluar, masyarakat adat diharuskan membuat rancangan pengelolaan sesuai dengan potensi yang terdapat di hutan adat itu. “Apa yang dikelola, siapa yang mendukung, atau sumber dana dari mana. Itu mereka buat dalam perencanaan. Nanti tahapan pelaksanaan itu akan dikerjakan oleh mereka,” ujarnya. (*)
Discussion about this post