Jayapura, Jubi – United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), lembaga PBB yang mengurusi kontrol obat-obatan dan pencegahan kejahatan memberikan pelatihan kepada jurnalis untuk mengungkapkan dan memberitakan kejahatan kehutanan di Tanah Papua.
Pelatihan yang diselenggarakan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) UNODC ini berlangsung di Aston Hotel Jayapura, Senin (18/7/2022) diikuti 12 jurnalis dari berbagai media massa di Papua. Kegiatan peningkatan kapasitas jurnalis ini berlangsung selama sepekan, yakni dari 18-23 Juli 2022.
Country Manager and Liaison to ASEAN UNODC, Collie F Brown, menyatakan jurnalis memiliki peran penting dalam menerapkan akuntabilitas pemerintahan dan masyarakat. Jurnalisme dan jurnalis juga berperan dalam mengungkap beragam tindak kejahatan, misalnya kejahatan kehutanan.
“Sebagai jurnalis, anda berada di lini depan, berperan penting dalam menerapkan akuntabilitas. Anda berperan menjaga transparansi pada tataran pemerintahan, dan juga menjaga akuntabilitas dari bagian pemerintah maupun masyarakat,” kata Collie dari UNODC dalam sambutannya secara virtual dari Jakarta.
Menurut Collie, penting sekali ketika berbicara tentang kejahatan, misalnya kejahatan kehutanan dalam konteks Papua. Provinsi Papua memiliki lahan hutan yang cukup luas di Indonesia yakni 32 juta hektare, serta memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar.
“Kekayaan sumber daya alam ini memberikan peluang terjadinya kejahatan bagi organisasi kejahatan untuk mengeksploitasi kayu secara ilegal. Industri kayu ilegal di tingkat global diperkirakan bernilai 152 miliar dolar Amerika Serikat per tahun, dan ini merupakan salah satu tindak kejahatan terorganisir terbesar yang ada,” kata dia.
“Alasannya adalah karena hal ini memang memberikan keuntungan. Ini adalah bentuk kejahatan yang mempunyai nilai sangat tinggi, karena menghasilkan banyak uang bagi organisasi kejahatan namun resikonya rendah bagi mereka,” sambung Collie.
Ia mengungkapkan, deteksi kejahatan kehutanan sangat minim dan penegakan hukum di bidang kejahatan tersebut masih kurang maksimal. Salah satu penyebabnya karena ada keterlibatan individu-individu (oknum) dalam organisasi kejahatan tersebut, seperti memfasilitasi atau membantu tindak kejahatan itu.
“Karenanya, sebagai jurnalis penting sekali bagi kita untuk membahas dan mengekspos tentang tindakan kejahatan ini. Pelatihan ini bertujuan untuk mendukung pekerjaan jurnalis dalam melaporkan hal-hal terkait kejahatan hutan di Papua,” tuturnya.
Collie menambahkan, pelatihan tersebut bertujuan meningkatkan kapasitas jurnalis untuk melakukan investigasi dan memberikan pelaporan terkait aktivitas kejahatan kehutanan di Papua.
Sementara pimpinan jubi.id dan jubitv.id, Victor Mambor yang menjadi salah satu pemateri dalam pelatihan tersebut menyatakan, investigasi terhadap sebuah kasus diperlukan kolaborasi organisasi media, jurnalis atau komunitas wartawan dan komunitas lainnya seperti peneliti.
Jurnalisme kolaborasi menurut Victor adalah kerja sama baik secara formal dan non formal. Kerja sama itu bertujuan berbagi informasi dan sumber daya untuk menghasilkan dampak yang luas dari sebuah konten. Jurnalisme kolaborasi juga bisa mengungkap suatu kejahatan yang besar.
“Untuk menghasilkan konten yang memiliki dampak yang besar, kita memang harus berkolaborasi, mulai dari tingkat lokal, regional hingga internasional. Kalau kita sendiri di Papua yang menghasilkan itu, paling tidak signifikan. Berdampak memang, tapi tidak ada perubahan kebijakan,” tuturnya.
Victor menambahkan, jurnalisme kolaborasi tentang Papua sudah banyak dilakukan. Hanya saja kerja sama tersebut masih dipimpin oleh komunitas di luar Papua. Media di Papua juga ingin memimpin kerja sama dalam mengungkap kejahatan atau menghasilkan konten besar, karena media di sana yang sangat memahami isu-isu terkait Papua.
“Kita di Papua tahu kejahatan terkait kayu dan hutan, itu banyak sekali. Namun kalau kita sendiri yang mengekspos, itu pengaruhnya kecil dan sangat tidak signifikan. Jika kita berkolaborasi dengan lembaga-lembaga ahli atau komunitas, itu dampaknya akan signifikan,” tutupnya. (*)
Discussion about this post