Jubi TV – Tim Pengacara enam terdakwa pembunuhan Anggota TNI di Posramil Kisor, Kabupaten Maybrat mengecam langkah penegak hukum yang memindahkan sidang para terdakwa dari Pengadilan Negeri Sorong ke Pengadilan di Makassar, Sulawesi Selatan. Terdapat 6 terdakwa, tiga terdakwa masih anak-anak.
Hal tersebut dinyatakan kuasa hukum terdakwa, Leonardo Idji, Senin (3/1-2022) di Sorong, Ia mengatakan pemindahan terdakwa tanpa ada pemberitahuan kepada Keluarga maupun penasehat Hukum
“Kami menyatakan Kejaksaan dan Pengadilan Negeri di Sorong melecehkan marwah keadilan bagi Orang Asli Papua (OAP),” kata Leonardo Idji.
Dia menilai hal yang dilakukan penegak hukum sebagai bentuk diskriminasi yang dilakukan terhadap OAP karena setiap warga negara memiliki hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum.
Sampai saat ini kata Idjie, baik kejaksaan maupun pengadilan belum memberikan alasan, terkait pemindahan keenam tersangka ke Sulawesi Selatan.
Dia menyebut dengan pemindahan para terdakwa ke Makasaar Kejaksaan Negeri Sorong menunjukan ketidakmampuan dan ketakutan.
Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Rudi Hartono SH MH dikonfirmasi menyebutkan pemindahan para terdakwa agar disidangkan di Makassar Sulawesi Selatan telah dilakukan beberapa hari yang lalu.
“Sekitar tiga hari yang lalu, para terdakwa dipindahkan agar disidangkan di Makassar Sulawesi Selatan,” kata Rudi melalui sambungan telepon.
Rudi menyatakan, alasan pemindahan terdakwa ke Sulsel karena alasan keamanan, baik terdakwa, jaksa maupun hakim. Namun ia enggan menyebutkan alasan mengapa orang tua dan penasehat hukum tidak diberitahu
“Pemindahan proses sidang para terdakwa Kasus Kisor ini berdasarkan perintah Mahkamah Agung Republik Indonesia,” ungkapnya.
Selain alasan keamanan, kata Rudi pemindahan ini juga bertujuan agar terhindar dari segala bentuk intervensi dari luar.
Maikel Yam Alami Penyiksaan
Seorang terdakwa, Maikel Yam disebut mengalami kekerasan saat dia ditahan. Dia bahkan mendapatkan penyiksaan berupa pemukulan dan disetrum di tiga bagian tubuhnya.
“Dia disetrum di tiga tempat yaitu dibagian dada sebanyak dua kali, di bagian belakang satu kali dan dipukuli,” kata Leonardo Idji.
Dibagian pelipis terdapat bekas pukulan. Diduga si pemukul menggunakan cincin. Bahkan saat hadir dalam sidang masih terihat bekas pukulan di wajah Maikel Yam.
“Akibat pukulan tersebut terpaksa Maikel Yam harus menyebut beberapa nama. Dan semua nama yang disebut Maikel Yam adalah mereka yang sama-sama tinggal di kampung yang sama bahkan punya hubungan keluarga dekat dan bukan pelaku,” ujarnya.
Leonard Idji menambahkan bahwa Maikel Yam belum lama tinggal di Kisor. Sekitar satu bulan setelah ia tinggal di Kisor, terjadi peristiwa Pembunuhan di Posramil.
Saat sidang dakwaan, Maikel Yam membantah dakwaan Jaksa Penuntut, terutama berkaitan dengan nama-nama pelaku lain.
“Saat itu, JPU menyampaikan kepada terdakwa Maikel Yam agar lain kali jangan sebut nama orang lain sembarangan. Hal itu disampaikan JPU sebagai fakta persidangan Maikel Yam,” tutur Leonard Idji sembari menyebut memiliki bukti fakta persidangan tersebut.
Perlakuan terhadap Anak
Tim kuasa Hukum akan melayangkan surat ke berbagai pihak, mengadukan perlakuan penyiksaan dan cara penanganan terhadap anak dalam kasus penyerangan Posramil Kisor. Diketahui dalam persidangan ini seorang anak berinisial LK ikut disidangkan.
Pada 3 Desember, LK diputuskan bersalah terlibat dalam pembunuhan berencana oleh Pengadilan Negeri Sorong dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara. Banyak kejanggalan dalam proses peradilan LK ini, selain tentunya LK adalah seorang anak berusia 14 tahun yang seharusnya dilindungi oleh negara sesuai UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, LK juga tidak pernah tercatat dalam DPO. Saksi mahkota kasus penyerangan Koramil yang diajukan jaksa juga mengatakan LK tidak terlibat dalam penyerangan dan tidak berada di lokasi saat penyerangan terjadi. Sedangkan saksi yang diajukan penasehat hukum terdakwa menjelaskan LK sedang bersekolah di kampung lain yang jaraknya jauh dari lokasi penyerangan.
Selain LK, ada tiga terdakwa yang diduga masih bersekolah. MS terdaftar sebagai pelajar di SMP Aifat. Kemudian RJ berdasarkan informasi baru tamat SD dan belum sempat masuk SMP. Lalu YW tercatat masih sekolah di SMP.
“Perlakuan ini menunjukan bahwa hukum dijadikan alat oleh sebagian oknum untuk menindas dan mengkriminalisasi rakyat Papua. Dengan kewenangan yang diberikan kepada mereka seenaknya mereka memperlakukan rakyat semau mereka,” ujar Leonardo Idjie.
Kuasa hukum, menurut Leonard Idjie secara kelembagaan akan layangkan surat ke KPAI juga Kompolnas.
Dia juga mengatakan akan menyurati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar meminta perlindungan terhadap para saksi dan korban. (*)
News Desk