Jayapura, Jubi – Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia, Erick Tanjung menyatakan serangan digital terhadap jurnalis yang menulis atau bekerja di Papua sangat masif. AJI terus mendorong untuk kasus-kasus serangan digital terhadap jurnalis itu diproses secara hukum.
Hal itu disampaikan Tanjung dalam acara webinar laporan akhir tahun 2022 Komite Keselamatan Jurnalis yang diselenggarakan AJI Indonesia, pada Rabu (21/12/2022). Ia menyatakan serangan digital terhadap wartawan yang menulis maupun bekerja di Papua biasa terjadi dalam bentuk doxing, teror, dan peretasan.
Ia menyatakan serangan digital pernah dialami oleh jurnalis senior Papua, Victor Mambor. Serangan serupa juga dialami Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw.
“AJI mencatat ada kasus kekerasan digital terhadap wartawan dan media di Papua. Kalau media, dialami Jubi dan Suara Papua. Misalnya, dua tahun lalu jurnalis Jubi Victor Mambor mengalami doxing berupa flayer disebarkan di media sosial [dengan] narasi yang menyudutkan [Victor Mambor] sebagai pendukung gerakan Papua merdeka dan anti NKRI” ujarnya.
Tanjung menyatakan serangan digital juga dialami wartawan di luar Papua yang menulis tentang isu Papua. Tanjung mencontohkan, tiga tahun lalu AJI Indonesia mendampingi seorang wartawan perempuan yang mengalami teror dan doxing atas pemberitaannya tentang Papua.
“Serangan itu cukup masif. AJI pernah mengamankan seorang jurnalis perempuan di rumah aman. Dia diteror melalui media sosial, di-doxing, nomornya diretas,” ujarnya.
Tanjung menyatakan AJI terus mendorong untuk kasus serangan digital terhadap wartawan diproses secara hukum. Ia menyatakan AJI Indonesia mengawal kasus serangan digital terhadap Victor Mambor dan Lucky Ireeuw, dan melaporkan serangan itu kepada kepolisian.
Tanjung menyatakan AJI juga melakukan pertemuan multipihak untuk penangan kekerasan terhadap wartawan di Papua. “Tentu semua kasus itu dicatat dan kami dorong diproses secara hukum. Kasus Victor Mambor dan Lucky, sampai sekarang tidak ada perkembangan dari pelaporan, tidak ada penyelidikan sampai penyidikan. Artinya tidak ada proses. Tapi kami tetap kawal agar itu kasus dicatat. Di kemudian hari, harus diselesaikan sampai di pengadilan” katanya.
Kepala Departemen Kebebasan Berekspresi dari South Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet, Nenden Sekar Arum menyatakan tren serangan digital terhadap jurnalis maupun aktivis Papua yang menulis atau menyuarakan isu terkait demokrasi, seperti isu hak asasi manusia di Papua, dan lain-lain. Nenden menyatakan serangan digital yang dialami biasanya serangan kasar maupun halus.
Nenden menyebut serangan digital seperti robocall, atau di telepon secara terus menerus oleh nomor yang tidak di kenal, zoombombing, hingga pencurian data. Ada juga serangan yang cukup unik, seperti pemutusan kabel internet secara langsung. “Hal itu yang terjadi terhadap aktivis Papua maupun jurnalis di Papua” ujarnya. (*)
