Jakarta, Jubi – Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menilai persidangan kasus Paniai Berdarah 2014 di Pengadilan Hak Asasi Manusia Makassar hanya akan menjadi formalitas belaka. Hal itu disampaikan Fatia sebagai pembicara dalam diskusi publik “Perlindungan Saksi dan Korban di Pengadilan HAM Peristiwa Paniai” yang diselenggarakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Jakarta, pada Kamis (18/8/2022).
Fatia menilai rencana Pengadilan HAM untuk kasus Paniai Berdarah hanya akan menjadi formalitas, lantaran proses penyelidikan kasus itu dilakukan secara tertutup. Padahal, demikian menurut Fatia, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) telah mengatur mekanisme pelibatan publik maupun tim independen dari masyarakat sipil ke dalam proses penyelidikan atau penyidikan kasus pelanggaran HAM berat seperti itu.
Fatia mencontohkan mekanisme pembentukan tim penyidik ad hoc telah diatur dalam Pasal 21 UU Pengadilan HAM. Akan tetapi, Kejaksaan Agung memilih untuk tidak melibatkan masyarakat sipil agar bisa terlibat dalam proses penyidikannya.
Fatia menyatakan proses penyelidikan kasus Paniai Berdarah yang sangat tertutup itu pada akhirnya hanya menetapkan satu tersangka saja. Padahal, unsur pelanggaran HAM berat menunjukkan kasus itu tidak mungkin dilakukan hanya oleh satu orang saja.
“Bagaimana bisa itu hanya dilakukan hanya satu orang saja? Jelas keluarga korban tragedi Paniai Berdarah kecewa hanya satu tersangka sekaligus sebagai otak dan aktor lapangan yang bertanggung jawab atas sebuah pelanggaran HAM berat. Jadi, seakan-akan [Pengadilan HAM] itu hanya sebuah bentuk formalitas, di mana ini ada satu nama [yang dihukum], sampai di situ saja,” katanya.
Fatia menyatakan tidak heran jika keluarga korban di Papua menolak proses hukum yang hanya akan melibatkan satu tersangka. Ia menilai Kejaksaan Agung telah membuat proses penegakan hukumnya berlarut-larut, namun pada akhirnya hanya bisa menetapkan satu orang tersangka. Pada akhirnya, penegakan hukum itu tidak mendapatkan kepercayaan dari keluarga korban.
“Pada masa kosong ini, mungkin Kejaksaan Agung untuk bisa menambah tersangka, dan kembali membuka berkas [perkara], agar lebih komprehensif dalam penyidikan. Agar ada tersangka lain, atau memeriksa [terduga pelaku] sampai kepada pangkat yang lebih tinggi,” ujarnya. (*)