Jayapura, Jubi – Anggota komisi bidang perekonomian DPR Papua, John NR Gobai meminta Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua, mendukung warga Mimika yang mengelola daun mangrove menjadi teh.
Menurutnya, ia melihat langsung pengelolaan daun mangrove menjadi teh, oleh warga Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika saat melakukan kunjungan kerja ke sana, pada 14 Juni 2022.
“Di sana saya menjumpai beberapa mama-mama yang sehari-hari mengambil mani-mani dalam bahasa Mimika, atau [daun] mangrove untuk diolah menjadi teh,” kata John Gobai kepada Jubi, Jumat (17/06/2022).
Katanya, ini sebuah inovasi yang juga diperkenalkan oleh beberapa institusi di Kampung Pigapu, Distrik Iwaka. Inovasi pengolahan mangrove itu perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi.
Sebab, wilayah selatan Papua, di antaranya Kabupaten Mimika, Asmat dan Mappi memiliki potensi hutan mangrove, yang bisa menjadi sumber penghidupan masyarakat di sana.
“Pengolahan daun mangrove menjadi teh di Pigapu, menurut saya merupakan sebuah model perlu juga dikembangkan di daerah-daerah lain di Papua. Terutama wilayah yang mempunyai potensi hutan mangrove cukup besar,” ucapnya.
Katanya, inovasi ini bisa menjadi pelajaran bagi kabupaten-kabupaten lain yang mempunyai potensi mangrove, agar warganya mendapatkan manfaat dari pengelolaan mangrove.
Mama-mama Papua di Pigapu lanjut Gobai, menjelaskan bahwa mereka mendapatkan manfaat ekonomi dari penjualan teh mangrove.
Tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, juga menyekolahkan anak anak mereka. Kementerian Kehutanan serta Dinas ke Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua diminta dapat memberikan perhatian yang serius. Atau menetapkan wilayah itu sebagai Kampung binaan, kampung model untuk pengelolaan mangrove di Provinsi Papua.
“Kemudian terus dilakukan pembinaan dan dibantu peralatan yang dibutuhkan warga untuk mengolah daun mangrove menjadi teh, ataupun produk-produk yang lain,” kata Gobai.
Kelompok Tani Hutan (KTH) Pigapu Aimaporamo, di Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua, memproduksi teh yang berasal dari tanaman mangrove jenis Acanthus atau Jeruju, sejak 2014.
Usaha itu dimulai melalui sekolah lapang pesisir pada program Indonesia Forestry and Climate Support (IFACS)-USAID pada tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Blue Forests.
Dendy Sofyandi, Direktur Yayasan Ekologi Sahul Lestari, yang dalam beberapa tahun terakhir mendampingi kelompok ini mengatakan, setelah pelaksanaan sekolah lapang selama beberapa pekan, dilanjutkan dengan pendampingan intensif.
“Pesertanya adalah ibu rumah tangga berjumlah 22 orang. Di sekolah lapang itu mereka belajar tentang mangrove dan potensinya secara ekonomi jika dikelola dengan baik. Mereka mau, lalu uji coba dan mereka tertarik, sehingga kita dampingi terus,” kata Dendy belum lama ini.
Menurut Dendy, Jeruju dipilih sebagai produk yang diajarkan selain karena memiliki ketersediaan yang melimpah di alam, juga paling mudah dilakukan. Tidak butuh modal banyak, tinggal ambil dan keringkan.
Seiring waktu, produksi teh terus dilanjutkan. Bahkan dikembangkan menjadi produk rumah tangga yang bernilai ekonomis. Produk mereka mulai ditampilkan di sejumlah pameran.
Kelompok yang dulu dibentuk terus bertahan dan bahkan jumlah anggota bertambah, dari 22 menjadi 34 orang. Apalagi ketika kelompok ini mendapat dukungan pendampingan dari Yayasan Ekologi Sahul Lestari dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui program pengembangan inovasi dan teknologi diversifikasi. (*)
Discussion about this post