Jayapura, Jubi – Aktivis Hak Asasi Manusia Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP, Mohammad Pieter Alhamid menilai arah kebijakan Negara di Papua masih menjadi misteri. Hal itu dinyatakan Alhamid dalam bedah buku “Hidup Papua Suatu Misteri” karya I Ngurah Suryawan yang diselenggarakan Koalisi Kampus untuk Demokrasi Papua di Kota Jayapura pada Senin (1/8/2022).
Alhamid mengatakan tantangan orang Papua pada era globalisasi adalah terkikisnya nilai adat Orang Asli Papua, dan buku “Hidup Papua Suatu Misteri” karya I Ngurah Suryawan mendokumentasikan hal itu dengan baik. “Dalam buku itu dituliskan potret beberapa daerah, Kaimana, Merauke, dan lainnya, [serta] situasi yang mulai bergeser. [Pernyataan besarnya, Papua] mau dibawa ke mana?”
Alhamid menyatakan Orang Asli Papua mengalami banyak tantangan pada era globalisasi. Situasi itu diperparah dengan ketidakjelasan arah kebijakan Negara menyiapkan Orang Asli Papua menghadapi perubahan dan modernisasi itu. Berbagai kebijakan Negara di Papua justru menghancurkan sendi kehidupan Orang Asli Papua, dan Alhamid menyebutnya sebagai misteri kebijakan Negara di Papua.
“Orang Asli Papua mengalami perubahan zaman dan mengalami pergeseran nilai-nilai adat dan budaya. Negara juga melakukan ekspansi sawit yang berlebihan, menghancurkan sendi kehiduapan Orang Asli Papua,” kata Alhamid.
Alhamid mengkritik Orang Asli Papua yang tidak solid menyikapi berbagai kebijakan Negara di Papua, misalnya dalam menanggapi kebijakan pembentukan Daerah Otonom Baru. “Hanya sedikit elit adat menerim. Ada elit [lainnya], adat juga, menolak. Amanah Otonomi Khusus tidak dilaksanakan, [sehingga] rakyat juga menolak [Otonomi Khusus Papua]. Akan tetapi, [Papua malah] diberi Daerah Otonom Baru. Inilah misteri yang kita alami,” katanya.
Menurut Alhamid, generasi muda Papua harus berkolaborasi untuk menyelamatkan tanah adatnya. “Saya melihat kerusakan hutan adatnya akibat ulah kapitalisme. Tapi juga ada masyarakat lokal yang menebang pohon untuk bikin kebun. Anak muda masuk, tebang pohon, jual, dan mendapatkan uang yang menjadi motor,” kritik Alhamid.
Alhamid mengatakan pengelolaan hutan di Papua seharusnya bisa menghidupi masyarakat adat jika dilakukan dengan model pengelolaan hutan secara mandiri. “Harusnya masyarakat adat mengelola hutan secara mandiri, agar bisa bermanfaat bagi kehidupan mereka, daripada [mereka] menghabiskan sumber daya alam,” katanya.
Alhamid mengatakan wajar jika masyarakat adat melawan kapitalisme, karena kapitalisme telah merusak sumber daya alam mereka. Di sisi lain, masyarakat adat harus berdaya untuk mengelola hutan ulayatnya secara mandiri.
“Kita tidak bisa mengatakan masyarakat adat salah. Tapi, bagaimana bisa mengajak mereka untuk memfilter,” katanya.
Alhamid mengatakan semua pemangku kepentingan di Papua harus berupaya melindungi masyarakat adat pemilih hutan ulayat dari serbuan korporasi. “Kita membendung dengan cara kita,” katanya.
Alhamid mengatakan perubahan akan terus terjadi, sehingga Orang Asli Papua harus siap menghadapi tantangan global. “Pergeseran nilai-nilai adat [terjadi], sementara globalisasi terus menggurita. Kita mau bawa Papua ke mana?” tanyanya.
Alhamid mengatakan, orang Papua perlu berkaca agar bisa melakukan perlawanan terhadap berbagai ancaman globalisasi. “Kalau Negara takut, mereka tidak perlu bikin semua aturan semau mereka,” katanya. (*)
Discussion about this post