Jayapura, Jubi – Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai menyatakan dalam kaitannya dengan lingkungan hidup, masyarakat adat berhak melindungi tempat keramat atau sakral di wilayahnya.
Menurut anggota DPR Papua melalui mekanisme pengangkatan perwakilan wilayah adat Meepago itu, tempat keramat merupakan bagian dari religi sebuah suku.
“Sebagaimana diketahui, Koenjtraninggrat telah menetapkan tujuh unsur budaya sehingga religi merupakan sebuah unsur budaya dalam masyarakat adat,” kata Gobai melalui pesan tertulisnya kepada Jubi, Senin (05/06/2023).
Katanya, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan diatur, ritus budaya merupakan obyek yang harus dilindungi pemerintah.
Ia berpendapat, menjadi kewajiban pemerintah membuat kebijakan daerah guna melindungi dan mengembangkan tempat-tempat keramat, dan kepercayaan asli di Papua.
Untuk itu lanjut Gobai, tempat-tempat sakral dalam konteks etika lingkungan, dan pengetahuan lokal perlu diberikan perlindungan.
“Jangan mengira perlindungan tempat keramat adalah anamisme atau kafir. Mereka juga percaya Tuhan yang disebut menurut sebutan mereka. Pemerintah daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pengembangan tempat-tempat keramat,” ujarnya.
Gobai menyatakan, ia telah menyampaikan hal ini kepada Kepala Balai Taman Nasional Lorentz, Acha A. Sokoy.
Katanya, Sokoy pun berpendapat hal itu tepat, sebab harmonisasi antara manusia, alam adat dan budaya perlu dipertahankan dan dikembangkan sebagai modal dasar pembangunan seutuhnya.
Karenanya, daerah-daerah sakral/religi, budaya dan sejarah wajib dilindungi dan dilestarikan. Dalam konteks pengelolaan Taman Nasional Lorentz, hal ini telah terakomodir lewat sistem zona pengelolaan TN Lorentz, sehingga sejak 2018 lalu, daerah-daerah itu diakomodir sebagai zona religi, budaya, sajarah yang dilindungi dan dikembangkan sesuai kearifan masyarakat adat setempat.
“Kepala Balai Taman Nasional Lorentz mengatakan ke depan, hal ini akan relevan dan searah dengan konsep PEDIATAPA (Persetujuan Berdasarkan Informasi di Awal Tanpa Paksaan), yang perlu di-PERDASI/SUS kan dalam semangat Otsus Papua atau amanat Pasal 43 dan Pasal 63 Undang-Undang Otsus yang semuanya merujuk amanat Pasal 18, 18A dan 18B dalam Undang-Undang Dasar 1945,” kata Gobai. (*)