Jayapura, Jubi – Imparsial menyatakan bahwa Indonesia darurat kekerasan senjata api, dan meminta agar kekerasan bersenjata api di Tangerang, Banten, diusut tuntas.
Imparsial menginformasikan bahwa terjadi penembakan di rest area KM 45 Tol Tangerang, Merak, Banten, Kamis dinihari (2/1/2025). Kejadian itu mengakibatkan seorang pemilik rental mobil, berinisial IA tewas, dan satu orang lainnya luka berat.
Imparsial turut berbelasungkawa atas jatuhnya korban meninggal dunia dan korban kritis atas peristiwa tersebut.
“Pelaku kejahatan tersebut diperkirakan berjumlah empat orang dan ada diantaranya yang mengaku sebagai anggota TNI,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra melalui siaran pers kepada Jubi di Jayapura, Papua, Sabtu (4/1/2025).
Menurut informasi yang diperoleh Imparsial, katanya, penembakan ini terjadi ketika korban sedang mengejar pelaku yang diduga akan menggelapkan satu unit mobil yang disewa.
Saksi yang juga merupakan korban peristiwa tersebut memberikan keterangan bahwa pengejaran ini, dilakukan lantaran waktu penyewaan mobil yang sudah habis, tetapi unit mobil tidak kunjung dikembalikan oleh penyewa.
Dalam pengejaran yang dilakukan dari daerah Pandeglang menuju arah Jakarta, terjadi cekcok antara pelaku dan korban.
“Pelaku mengaku sebagai anggota TNI dan membawa senjata api,” katanya.
Status mobil, katanya, ternyata sudah berpindah tangan dari penyewa asli kepada pelaku penggelapan mobil. Imparsial memandang peristiwa kriminal yang melibatkan anggota TNI harus benar-benar diselesaikan secara serius, termasuk dalam hal penegakan hukumnya.
“Jika benar pelaku penembakan atau ada anggota TNI terlibat dalam tindak kriminal tersebut, maka sudah seyogyanya harus diadili secara transparan dan terbuka melalui peradilan sipil. Hal ini untuk memastikan bahwa tidak ada hal yang ditutupi sebagaimana mungkin terjadi pada peradilan militer yang cenderung tertutup,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra.
Imparsial menyatakan, sebenarnya tindak kriminal dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil sudah banyak terjadi. Awal 2024 lalu, terungkap adanya sindikat pencurian dan penadahan kendaraan bermotor curian yang pelakunya adalah anggota TNI.
Dalam peristiwa itu, Imparsial mencatat adanya penyalahgunaan gudang milik TNI sebagai tempat menimbun kendaraan curian tersebut.
Menurut dia, peristiwa penembakan dan upaya penggelapan mobil di Tangerang ini, telah terindikasi adanya keterlibatan anggota TNI AL. Kabar terbaru saat penulisan rilis ini, pelaku sudah diamankan di Puspomal.
“Peristiwa ini menjadi catatan merah bagi institusi TNI, bahwa ternyata TNI tidak melakukan evaluasi yang serius dalam membina anggotanya pasca rentetan tindak kriminal yang terjadi,” katanya,
Imparsial memandang tindak kekerasan yang mengakibatkan tewasnya warga sipil harus segera dihentikan.
“Kita juga tidak boleh lupa bahwa sebelumnya telah terjadi penyerangan dan pembunuhan terhadap warga sipil oleh puluhan anggota TNI aktif di Deli Serdang yang hingga kini proses hukumnya juga tidak jelas,” katanya.
“Hal ini semakin membuktikan bahwa reformasi peradilan militer harus segera dilakukan. Sudah seharusnya apabila ada anggota TNI terlibat dalam tindak pidana umum, maka sepatutnya diadili dalam sistem peradilan umum yang lebih terbuka dan minim intervensi komando,” lanjutnya.
Imparsial mencatat bahwa sepanjang tahun 2024 terdapat delapan kasus penembakan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil. Penyimpangan peran lainnya adalah kekerasan terhadap warga sipil yang masih terjadi seperti di Deli Serdang, di mana, 33 anggota TNI menyerang warga secara membabi-buta, sehingga menimbulkan satu korban jiwa dan lainnya luka-luka.

Imparsial menilai, peristiwa kriminal dan kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil harus menjadi peringatan keras bagi institusi TNI.
“Kasus di awal tahun 2025 ini seyogyanya mampu mendorong Panglima TNI dan Puspom TNI untuk segera memberikan solusi konkrit terhadap kekerasan yang kian terus meningkat. Pimpinan TNI tidak boleh berhenti sekadar pada penindakan anggota yang terlibat secara transparan dan akuntabel, tetapi pimpinan TNI juga harus menyentuh pada perubahan sistemik yang menyelesaikan akar persoalan yaitu kultur kekerasan terhadap warga sipil dan budaya impunitas di tubuh TNI,” katanya.
Selain itu, adanya keterangan korban yang menyatakan bahwa polisi menolak adanya pendampingan juga harus ditanggapi secara serius, terlebih akibat penolakan tersebut menyebabkan tewasnya korban.
Ardi mengatakan, hal ini juga menunjukkan ketidakprofesionalan anggota Polri yang melayani masyarakat sehari-hari. Untuk itu, pimpinan kepolisian juga harus mengevaluasi kinerja jajarannya.
“Jangan sampai penolakan-penolakan terhadap laporan tindak kriminal kembali diabaikan di masa masa mendatang,” katanya.
Imparsial menilai, setelah berbagai rentetan penyalahgunaan senjata api yang sebelumnya dilakukan oleh oknum anggota kepolisian, seperti dalam kasus polisi tembak polisi di Kabupaten Solok Selatan dan tewasnya seorang pelajar bernama Gamma di Semarang, kini giliran oknum TNI yang melakukan tindak kriminal dengan menggunakan senjata api yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
“Maka Indonesia saat ini harus waspada karena darurat penyalahgunaan senjata api,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!