Jayapura, Jubi – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Papua atau Germapa mendesak Kepolisian Daerah atau Polda Papua secepatnya mengungkap kasus pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi. Negara diminta untuk memberikan perlindungan bagi jurnalis, media, dan pembela Hak Asasi Manusia yang bekerja di Tanah Papua.
Desakan itu dibacakan Koordinator Divisi Kampus Germapa, Melky Elopere dalam keterangan pers di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (22/10/2024). Germapa merespon kasus pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi yang terjadi pada 16 Oktober 2024.
Germapa terdiri atas mahasiswa Universitas Cenderawasih, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Universitas Muhammadiyah Papua, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Jayapura. “Kami mendesak kepada aparat kepolisian segera tangkap pelaku serta motifnya harus dibuka secara transparan di publik,” kata Elopere saat membacakan pernyataan tersebut.
Elopere mengatakan pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi tidak bisa dipandang remeh. Germapa memandang pelemparan molotov itu bukan hanya ancaman fisik, tetapi juga serangan langsung terhadap kebebasan HAM, pers, dan demokrasi di Tanah Papua.
“Oleh karena itu, seluruh pegiat HAM dan demokrasi, serta jurnalis di Tanah Papua harus bersatu dan terus menjaga solidaritas dalam melawan segala bentuk teror,” ujarnya.
Elopere mengatakan pers, HAM, dan demokrasi di Tanah Papua tidak boleh diteror atau diintimidasi. Elopere mengatakan kepolisian harus bertindak cepat dan tegas mengungkap pelemparan molotov di Kantor Redaksi Jubi.
“Jika [teror itu dibiarkan] maka yang dipertaruhkan bukan hanya hak pegiat demokrasi. Tetapi juga hak masyarakat secara umum untuk mendapatkan informasi yang benar dan berimbang dalam mencapai keadilan dan perdamaian. Teror seperti ini tidak boleh dibiarkan,” katanya.
Ketua Pusat Germapa, Varra Iyaba mengatakan Kepolisian Daerah Papua seharusnya bisa cepat mengungkap kasus teror tersebut. Ia berharap negara segera memberikan perlindungan terhadap jurnalis, media, maupun penggiat HAM dan demokrasi yang ada di Indonesia, khususnya di Tanah Papua.
“Persoalan Papua itu banyak yang tidak diungkap. Banyak persoalan terjadi di berbagai daerah, tetapi karena keterbatasan media, jurnalis, makanya tidak pernah diungkap. Media Jubi sedang memberikan informasi, tetapi [diteror] dengan bentuk-bentuk semacam itu,” kata Iyaba.
Iyaba mengatakan jurnalis, media, pegiat maupun pembela Hak Asasi Manusia harus diberikan kebebasan dalam bekerja di Tanah Papua. Iyaba mengatakan kehadiran jurnalis maupun media sangat penting memberikan informasi tentang situasi dan persoalan yang terjadi di Tanah Papua, khususnya terkait Hak Asasi Manusia di Tanah Papua. “Oleh sebab itu, berikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada jurnalis dan media yang ada di Papua,” ujarnya.
Chanry khawatir tidak seriusnya polisi menangani kasus teror terhadap pers membuat semakin bertambahnya kekerasan terhadap pers di Tanah Papua. “Teror terhadap pers adalah ancaman serius bagi demokrasi. Jika intimidasi terhadap media dibiarkan terus berlangsung, masyarakat Papua akan kehilangan akses terhadap informasi yang benar dan berimbang,” kata Chanry.
Pelaku belum diketahui
Pada Senin, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat atau Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Adi Prabowo mengatakan polisi terus menyelidiki pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi itu. Benny mengatakan polisi telah memeriksa empat orang saksi, dan mengumpulkan sejumlah bukti petunjuk, termasuk rekaman CCTV. “Pelakunya kami belum tahu,” ujarnya.
Menurut Benny, Tim Bidang Laboratorium Forensik Polda Papua telah mengambil sampel sisa molotov di Kantor Redaksi Jubi. Residu itu antara lain terdiri dari satu buah padatan berwarna hijau, satu buah gel berwarna abu-abu corak, dan dua swab abu. Sejumlah dua sampel sumbu juga telah diperiksa dengan instrumen gas chromatography–mass spectrometry (GC–MS) untuk melacak asal-usul bahan molotov itu.
“Dan hasil dari pemeriksaan tersebut, didapatkan sebuah padatan berwarna hijau merupakan Polystrene atau polimer yang berfungsi sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan efek pembakaran dan suhu panas, sebuah gel berwarna abu-abu corak adalah bahan Polimer, serta dua swab abu yang merupakan jelaga hasil kebakaran dengan senyawa jenis karbon,” kata Benny.
Menurut Benny, bahan polimer yang dipakai dalam molotov itu merupakan bahan yang mudah ditemukan di pasaran. Polisi juga menemukan slime, gel mainan anak-anak, yang digunakan dalam molotov itu.
Benny meminta semua pihak menunggu proses penyelidikan yang dilakukan penyidik. Benny mengatakan pihaknya bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mengungkap pelaku dan motif pelemparan molotov itu.
“Sampai saat ini, penyidik gabungan Polda Papua masih terus melakukan penyelidikan di lapangan guna mengungkap kejadian tersebut. Kami berupaya semaksimal mungkin untuk dapat mengungkap pelaku dan motif,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!