Nabire, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) jalur Otsus Jhon N.R Gobay mengatakan, Tanah Papua sering muncul konflik sosial antara sesama orang asli Papua (OAP) maupun dengan masyarakat non-Papua. Padahal Perdasi Papua tentang penanganan Konflik sosial sudah ada, jangan biarkan provokator bekerja lebih cepat memperburuk suasana.
Sehingga apabila ada konflik terkait dengan konflik sosial perlu dibentuk tim penanganan konflik sosial supaya konflik tidak meluas dan merugikan masyarakat yang mendiami Tanah Papua.
Katanya, Tim penanganan konflik sosial itu mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 dan dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) Papua Nomor 8 tahun 2020 tentang Penanganan Konflik Sosial, melalui Badan Kesbangpol Papua.
“Sehingga perlu segera dibuat program penanganan konflik berupa pemulihan pasca konflik dengan rekonsliasi antara masyarakat Papua dan penduduk di Papua,” katanya kepada, Jubi melalui layanan WhatsApp, Minggu (14/1/2024).
Gobay mengatakan, Perdasi Papua Nomor 8 tahun 2020 tentang Penanganan Konflik Sosial, dapat menjadi dasar bagi Pemprov di Tanah Papua dapat diadopsi dan diterapkan di masing masing daerah.
Sebab secara konseptual penanganan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, sesaat maupun sesudah terjadi konflik yang mencakup pencegahan, penghentian, dan pemulihan pasca konflik.
“Kehadiran Perdasi ini bertujuan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penanganan konflik sosial di Provinsi Papua dan penanganan yang tidak lagi mempertahankan perilaku yang tidak bermoral dan tidak beradat di Provinsi Papua,” katanya.
Gobay mengutip pasal 3 Perdasi itu, bertujuan menjadi pedoman dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak tumbuh berkembang sikap dan perilaku yang mengakibatkan terjadinya kekerasan antar orang atau antar kelompok masyarakat tidak meluas sehingga perlu proses Penanganan Konflik Sosial yang tepat itu ada termuat juga dalam Perdasus Papua.
“Terdapat tiga ruang lingkup dalam menangani konflik sosial yaitu meliputi, pencegahan konflik, penghentian konfik, dan penyelesaian konflik. Adapun langkah-langkah pencegahan konflik itu dijelaskan dalam Bagian Kesatu Pencegahan Konflik yang tertera pada Pasal 5 Perdasi menjelaskan Setiap orang di Provinsi Papua berkewajiban saling menghargai dan menghormati terhadap sesama manusia,” katanya.
Gobay mengatakan, pemerintah Daerah berkewajiban bersama dengan Komnas HAM Perwakilan Papua, FKUB, Lembaga Keagamaan dan Dewan Adat mengadakan Dialog antar masyarakat di Provinsi Papua.
“Setiap orang di Provinsi Papua berkewajiban melaporkan peristiwa kekerasan antar masyarakat yang dilihat, didengar kepada Satuan Polisi Pamong Praja atau Kepolisian. Setiap orang di Provinsi Papua berkewajiban untuk membudayakan penyelesaian masalah melalui Musyawarah dan dialog,” katanya.
Gobay mengatakan, setiap orang di Provinsi Papua jika mengetahui atau menemukan masalah yang dapat berakibat akan terjadi kekerasan antar kampung atau suku, berkewajiban untuk melaporkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian.
“Setiap orang atau kelompok di Provinsi Papua dilarang dengan alasan apapun mengungkit kembali persoalan yang sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Juga setiap orang di Provinsi Papua berkewajiban untuk melarang para pihak melakukan pembalasan secara fisik terhadap orang lain yang akan berdampak pada kekerasan fisik,” katanya.
Adapun Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibu kota Kabupaten/Kota.
“Sedangkan pembentukan, susunan dan tugas pokok serta fungsi Tim Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten/Kota diatur dengan Keputusan Bupati/Walikota,” katanya.
Gobay mengatakan, terdapat payung hukum penanganan konflik sosial di Papua, pemerintah harus bekerja cepat jangan biarkan provokator bekerja lebih cepat.
“Saya harap penanganan konflik sosial harus segera dilakukan Badan Kesbang harus berperan bersama aparat keamanan dan Satpol PP dan Dewan Adat serta Pimpinan Paguyuban di Papua,” katanya.(*)
Discussion about this post