Jayapura, Jubi – Pemerintah Indonesia dinilai tidak pernah serius merespons berbagai pelanggaran HAM yang terjadi belakangan ini di Tanah Papua. Walaupun sudah ada bukti bukti yang jelas dan dilaporkan berbagai pihak, mulai dari keluarga korban, LSM bahkan LBH.
Hal itu disampaikan Ketua Front Mahasiswa Anti Kekerasan Ambrosius Mulait, kepada Jubi.id dalam siaran persnya Jumat, (3/3/2023).
Mulait mengatakan, pelanggaran HAM berat di awal tahun ini sangat meresahkan warga Papua di Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah, Kabupaten Merauke Provinsi Papua Selatan, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah, Kabupaten Nduga Provinsi Papua Pegunungan. Pengungsian besar-besaran sedang terjadi. Apatisme pemerintah Indonesia ini justru membuat rakyat Papua bertanya-tanya.
“Insiden di Wamena bermula dari kasus dugaan penculikan anak yang berujung terjadinya konflik atau kerusuhan pada tanggal 23 Februari 2023 yang menelan korban jiwa adanya 10 orang warga sipil yang meninggal dunia dan 23 orang warga silip terluka serta ada 18 anggota TNI-Polri yang terluka. Ada pula 13 rumah dan dua ruko dibakar massa.
Mulait mengatakan, penembakan di Wamena dilakukan oleh pimpinan aparat TNI/POLRI bersama anggotanya. Penembakan itu dilakukan di depan publik dan disaksikan oleh ratusan pasang mata.
Mulai mengatakan, walaupun pelaku penembakan pada peristiwa di Wamena adalah aparat TNI dan Polri, tetapi pembayaran denda malah dilakukan oleh Pemerintah, menggunakan dana APBN dengan nilai milyaran oleh Pemda Jayawijaya, Nduga dan Yahukimo dan Lani Jaya, seakan pemerintah daerah jadi aktor peristiwa berdarah itu.
“Dengan tegas kami mau sampaikan bahwa aparat keamanan tidak punya hak untuk mencabut nyawa manusia tanpa putusan pengadilan ini murni pelanggaran HAM, dan pelaku penembakan harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku”katanya.
Selain kasus pembunuhan diluar hukum terhadap penembakan Yulianus Tebay dan Pincen Dogomo pada (21/1/2023) di Mapia, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah oleh oknum aparat keamanan juga keluarganya masih dalam tahapan mencari tahapan penegakan hukum.
“Pihak keluarga masih simpan beberapa proyektil peluru sebagai bukti yang ada di TKP yang ambil setelah mereka pergi. Disimpan sebagai bukti.Tindakan pembunuhan telah dilaporkan ke Komnas HAM, namun belum ada tindak lanjut, sayangnya setiap kasus pembunuhan di Papua dijadikan proyek oleh aparat dengan dalil keamanan,” katanya.
Mulait mengatakan, mahasiswa Papua telah melaporkan atau pengaduan ke Komnas HAM RI maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait kasus penganiayaan 7 anak dibawah umur di Sinak, yang dituduh mencuri senjata api. Akibatnya, salah satu anak bernama Makilon Tabuni meninggal dunia.
“Namun tidak ada ada tindak lanjut, investigasi, walaupun korban adalah anak di bawah umur,” katanya.
Ada juga kasus penganiayaan dua anggota TNI AL yang bertugas di Pos Lantamal XI di Kampung Wogikel, Distrik Ilwayap, Kabupaten Merauke, Papua Selatan tersebut, korban pemukulan terhadap kakak beradik yakni Albertus Kaize dan Daniel Kaize di Pos Lantamal XI Ilwayap pada Selasa (21/2/2023).
“Kami sangat mengutuk keras tindakan aparat keamanan yang mengorbankan Albertus Kaize hingga meninggal dunia. Kedua pelaku kini ditahan di Merauke. Dalam proses hukum nanti kami berharap agar diproses hukum sesuai perbuatan bila perlu dipecat,” katanya.
Dia juga menyebut nasib pengungsi i di Nduga, Maybrat, Puncak Papua dst.
“Kemudian saat ini ribuan nyawa mengungsi dari Distrik Paro Ibu Kota Kabupaten Kenyam, karena aparat keamanan sementara mencari Pilot yang disandera TPNPB,”
Mulait mengatakan bahwa, atas rentetan peristiwa dari Januari-Maret 2023 tersebut, Front Mahasiswa Anti Kekerasan Papua mendesak dan menurut Komnas HAM RI segera membentuk dan mengirim tim pencari fakta yang melibatkan praktisi Hukum, HAM, Akademisi dan Gereja untuk menyelidiki peristiwa Wamena dan daerah konflik lainnya.
“Kami Mendesak Kapolri Listyo Sigit Prabowo segera memeriksa dan memecat Kapolres Jayawijaya dan anggotanya yang terlibat dalam peristiwa Wamena Berdarah,” katanya.
Pihaknya juga mendesak kepada Panglima TNI Yudo Margono segera memeriksa dan memecat Dandim Jayawijaya dan anggotanya yang terlibat dalam peristiwa Wamena Berdarah.
“Mendesak Presiden Jokowi menginstruksikan Kapolri Copot Kapolda Papua dan Panglima TNI Pangdam Cenderawasih karena tidak mampu menjaga warga sipil di Papua,” katanya.
Mulait mendesak KPAI segera investigasi korban anak di bawah umur wamena berdarah. Dan kasus penganiayaan 7 pelajar di Distrik Sinak yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia.
Mulait mengatakan, Komnas HAM dan KPAI jangan menjadi aktor impunitas atas pelanggaran HAM Di Papua.
“Kami meminta juga agar diadili dan copot Kapolres Dogiyai dan Danrem dan pelaku secara tidak terhormat. Kami mendesak Komnas HAM RI segera melakukan investigasi secepatnya,” katanya. (*)