Jayapura, Jubi – Ketua Organisasi Perempuan Adat Suku Namblong (ORPA) Rosita Tecuari mengatakan pihaknya mengalami berbagai tantangan baik dalam diri, juga dalam tatanan adat untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat suku Namblong yang dirampas oleh perusahaan sejak tahun 2015 silam hingga saat ini.
“Meskipun dalam tantangan yang berat kami terus berupaya keras mencari jalan keluar. Kami mendapatkan pendampingan dari pihak gereja GKI di Tanah Papua bertemu Dewan Adat Papua, untuk mencari jalan keluar melindungi lingkungan di wilayah adat kami dari ancaman perusahaan kelapa sawit yang memakan puluhan ribu hektar yang mengancam eksistensi masyarakat adat ,” katanya saat menyampaikan materi dalam acara Seminar dan Launching West Papua Feminist Forum dengan judul materi tantangan perempuan dalam Gerakan Lingkungan di suku Namblong di Jayapura, Senin (28/11/2022).
Tecuari mengatakan, tantangan perempuan Namblong berat. Sebab suara perempuan dalam adat sangat lemah. Apalagi mau bicara memperjuangkan hak atas tanah di suku Namblong yang dirampas oleh PT. Permata Nusantara Mandiri yang merusak tatanan kehidupan masyarakat nimboran. Kadang tidak mendapatkan ruang dari para pimpinan adat.
“Kami tergerak berusaha memperjuangkan hak atas tanah masyarakat adat yang dirampas oleh perusahaan perusahaan PT. Permata Nusantara Mandiri seluas 32 ribu hektar. Kami melihat ini ancaman serius bagi eksistensi orang asli Nimboran,”katanya.
Tecuari mengatakan, masyarakat yang menolak dan ada masyarakat yang menerima kehadiran yang menghancurkan eksistensi masyarakat adat sehingga pihaknya terus berupaya keras meyakinkan semua pihak untuk menyelesaikan masalah perampasan Tanah adat. Karena ada yang tolak ada juga yang menerima.
“Dalam situasi yang pro dan kontra kami kemudian mendorong musyawarah padat untuk melakukan musyawarah dan menuntut Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk mencabut PT. Permata Nusantara Mandiri yang menghancurkan eksistensi masyarakat adat,”katanya.
Tecuari mendesak pemerintah kabupaten Jayapura, mencabut PT. Permata Nusantara Mandiri. Sebab hal ini akan mengahancurkan tatanan masyarakat adat di Namblong.
“Kami menuntut izin cabut perusahaan melakukan dan pemerintah melakukan pendampingan sesuai dengan potensi wilayah adat kemudian membentuk Badan Usaha Milik Masyarakat agar kami sendiri mengelola potensi di wilayah kami dan mengelola hutan serta tanah kami agar masyarakat bisa berdaya dengan kekuatan,” katanya.
Tecuari mendesak pemerintah Kabupaten Jayapura agar serius dalam menyikapi aspirasi masyarakat adat.
“Jangan ragu-ragu mengambil sikap demi keberlanjutan masyarakat adat di Suku Namblong. Sebab kalau tanah diserahkan ke perusahaan, lalu 4 suku yang tanah adat diserahkan kepada perusahaan masa depan anak cucu mau dibawa ke mana,” katanya. (*)