Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Tanah Papua semakin menjadi incaran investor, khususnya investor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Dewan Adat Papua mendesak Majelis Rakyat Papua untuk mendirikan lembaga peradilan adat untuk melindungi tanah ulayat masyarakat adat dari perampasan tanah karena kepentingan investor.
Desakan itu disampaikan Ketua Dewan Adat Papua versi Kongres Luar Biasa, Dominikus Surabut saat dihubungi Jubi melalui panggilan telepon pada Rabu (9/2/2022). Surabut menyatakan peradilan adat diharapkan menjadi lembaga peradilan yang akan memutuskan sengketa terkait hak ulayat sesuai dengan cara dan mekanisme adat masing-masing masyarakat adat.
Surabut mengatakan maraknya investasi di Tanah Papua menambah kompleks persoalan yang dihadapi masyarakat adat. Penerbitan berbagai izin usaha perkebunan dan izin usaha pertambangan di Tanah Papua kerap menimbulkan sengketa antara masyarakat adat dengan investor, bahkan konflik di antara sesama masyarakat adat.
Baca juga: Bupati Jayapura sebut kampung adat penting bagi aktivitas budaya
“Ganti rugi lahan terkadang tidak dibayar oleh perusahaan. Pengambilalihan tanah adat oleh perusahaan kerap membuat masyarakat adat menjadi korban, bahkan korban nyawa karena membela tanah adatnya [yang dirampas. Mereka yang mempertahankan tanah adat] tidak pernah mendapatkan keadilan, bahkan di peradilan umum kasusnya tidak diselesaikan dengan baik,” kata Surabut.
Surabut menyatakan Majelis Rakyat Papua (MRP) seharusnya tidak hanya sibuk mengurus urusan politik saja. “MRP harus berani merumuskan dan sampaikan kepada pimpinan, untuk tindak lanjuti [sengketa tanah ulayat melalui] peradilan adat. Jika di bawa ke hukum formil, kemungkinan masyarakat adat akan kalah,” katanya.
Surabut juga mendesak MRP untuk berkoordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dewan adat di setiap suku, serta berbagai lembaga adat lain untuk menyamakan persepsi tentang mekanisme penyelesaian sengketa tanah ulayat. “Untuk menyamakan persepsi tentang adat, agar masyarkat menyelesaikan persoalan di peradilan adat yang lengkap dan berbobot,” katanya.
Baca juga: Aparat dan kepala suku diduga terima setoran rutin, MRPB: Masyarakat adat Wasirawi melapor
Sekretaris Besar Suku Yeresiam Goa, Robertino Hanebora mengatakan MRP sebagai lembaga kultural Orang Asli Papua harus jeli melihat persoalan masyarakat adat. “Bagaimana hak dan tanggung jawab masyarakat adat. Jangan bicara mengenai menyelamatkan tanah dan manusia Papua, tetapi isinya kosong,” katanya.
Ia mengatakan dorongan pendirian peradilan adat itu sesuai dengan semangat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (UU Otsus Papua) yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Ketentuan tentang peradilan adat telah ada dalam Pasal 50 dan Pasal 51 UU Otsus Papua.
“Harus dirumuskan [pelaksanaan] tentang aturan yang berlaku itu, supaya mempunyai legalitas hukum. Supaya bila ada persoalan, masyarakat [adat] bisa menyelesaikan dengan peradilan adat yang dibentuk,” katanya. (*)
Editor: Aryo Wisanggeni G
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!