Jayapura, Jubi – Perempuan rentan mengalami kekerasan di dunia digital. Kekerasan yang dialami dapat berupa pelecehan seksual, pelecehan nonverbal maupun verbal. Bahkan, pencurian data seperti data identitas pun termasuk dalam kekerasan yang makin sering terjadi kebanyakan pada perempuan.
Dosen Fakultas Sains dan Teknologi, Program Studi Sistem Informasi, Universitas Ottow Geissler Jayapura yang juga seorang Kreator Konten Papua, Jeni Karay, menyoroti hal itu kepada Jubi, Senin (25/11/2024) melalui pesan suara menanggapi peringatan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 25 November.
“Banyak perempuan-perempuan yang fotonya disebarluaskan, bahkan ada oknum-oknum tertentu yang berusaha menjual video-video privasi yang diambil dari ponsel atau akun mereka. Itu menunjukkan perempuan semakin hari semakin rentan mendapat kekerasan dalam dunia digital,” katanya.
Karay berpesan perempuan harus pandai menjaga diri mereka sendiri sambil mengikuti perkembangan dunia masa modern. Saat ini, setiap hari setiap orang mengakses media sosial, oleh karena itu perempuan perlu memahami etika atau batasan-batasan mana yang perlu dipublikasikan dan mana yang tidak perlu.
“Semakin hari banyak orang merasa dunia digital (media sosial) tempat curhat, jadi semua mau curhat, semua mau baku marah, semua mau cerita segala macam hal di media sosial yang ujung-ujungnya jadi konsumsi publik, ketika hal itu viral malah merugikan,” katanya.
Karay juga mengingatkan posisi perempuan yang rentan sehingga perlu belajar untuk menjaga diri. Perempuan, lanjutnya, penting memahami keamanan siber (cyber securty), misalnya mengganti kata sandi (password) dan jangan memberikan kata sandi, termasuk kepada pasangan, lawan jenis yang menjalani hubungan percintaan serta oknum-oknum tertentu yang meminta nomor verifikasi dari akun pribadi, itu tidak boleh.
“Keamanan seperti email, username dan password itu tidak boleh dibagikan bahkan untuk kitong pu pacar, untuk kitong pu orang tua, karena itu adalah hal yang privasi. Banyak sekali anak-anak muda baru pacaran saja, dong su baku ganti HP (handphone), baku ganti email, baku bagi password. No, itu tidak boleh kalau dalam keamanan digital,” katanya.
Ia menambahkan media sosial juga marak penipuan (scam), contohnya link yang dikirimkan oleh orang tak dikenal dan ketika link tersebut di-klik, ternyata itu mencuri data privasi bahkan kehilangan uang di rekening bank.
Selain langkah-langkah pencegahan, Karay menekankan perempuan juga perlu tahu langkah pertama yang harus dilakukan apabila hal yang tak inginkan terjadi. Misalnya dengan pengumpulan bukti sebelum pergi melakukan pelaporan ke bagian siber kepolisian.
Senada, mahasiswa Uncen, Gabriella Situmorang juga menyatakan nama pengguna dan kata sandi adalah data pribadi yang penting dijaga sehingga tidak boleh dibagikan. Sering kali, katanya, hal itu menjadi alasan sebagai tanda kepercayaan agar pacar tidak selingkuh. Padahal, hal itu berisiko terhadap kebocoran data.
“Saya tidak setuju sharing username dan password dengan pacar, namanya juga manusia sebagai tempat salah, bisa saja khilaf dengan menyebarkan foto-foto kita ke orang lain tanpa sepengetahuan kita,” ujar Gabriella.
Dia mengkhawatirkan foto-foto pribadi yang bocor dijual ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Bisa saja foto kita dijual kepada laki-laki yang yang tidak bertanggung jawab sebagai pemuas nafsu mereka. Contohnya, foto yang diarsipkan di Instagram, meskipun tidak tertampil di feed tapi dalam fitur arsip, foto itu bisa terlihat,” katanya melalui sambungan telepon. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!