Sentani, Jubi – Sejumlah guru SD, SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Jayapura, Papua, tidak mengajar alias mogok selama sebulan lebih, terhitung sejak 6 Januari hingga 10 Februari 2025.
Aksi mogok para guru itu dilakukan untuk menuntut keseriusan Pemerintah Kabupaten atau Pemkab Jayapura, dalam membayarkan hak-hak mereka yang masih tertunggak per 2023–2024.
Salah satu sekolah yang gurunya masih mogok itu adalah SD Negeri Inpres Doyo Baru, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Hingga Senin (10/2/2024) sekolah ini tampak sepi. Tak ada aktivitas belajar-mengajar di dalamnya.
Pintu-pintu kelasnya tertutup rapi. Sedangkan para guru hanya sebentar di kantor lalu pulang.
Kepala SDN Inpres Doyo Baru, Grace G. Mehue mengatakan, sejak tahun 2012, hak-hak guru tidak direalisasikan dengan baik oleh pemerintah setempat.
Menurut Mehue, pembayaran hak guru sejak saat itu tidak pernah tuntas. Para guru juga tidak pernah menerima tunjangan hari raya (THR).
“Jadi, beberapa kali guru demo (untuk menuntut’) hak guru dan kebutuhan guru. (Mogok) Itu memuncak dari akumulasi semua ketidakseriusan pemerintah (dalam) memenuhi hak-hak guru,” kata Mehue.
Mehue mengatakan, tunjangan daerah terpencil para guru juga tidak dibayarkan.
“Guru yang punya sertifikasi itu kan dibayarkan dari dana APBN, tapi aneh sekali bahwa hak mereka itu tidak bayarkan. Itu kan sumber dari pusat,” katanya.
“Kemudian Rappelan guru P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), dalam SK itu sudah tercantum, terhitung tanggal sekian sampai sekian untuk dibayar, tapi tidak dibayar. Dan ada guru-guru kontrak punya hak-hak lain tidak dibayarkan juga,” lanjutnya.

Mehue menjelaskan, sejak 30 Desember 2024 menjadi keputusan bersama bahwa tanggal 6 Januari 2025, setelah demo terakhir, para guru memutuskan untuk mogok mengajar.
Saat itu juga pihaknya telah menyampaikan kepada pemerintah, bahwa guru-guru mogok mengajar.
Mogok mengajar merupakan bentuk protes kepada pemerintah yang berutang dan tidak membayarkan sejumlah hak guru, yaitu sembilan tuntutan itu.
“Hak yang belum dibayarkan itu meliputi tunjangan profesi sebagai guru non sertifikasi, Uang Lauk Pauk (ULP) tujuh bulan tahun 2023–2024, tunjangan guru yang berada di pedalaman atau guru 3T triwulan III dan IV, gaji guru P3K, Tunjangan Penghasilan Guru (TPG) yang tidak sesuai, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) selama 15 bulan, dan TPP bagi guru kontrak selama 6 bulan, guru Angkatan 2018 belum menerima kekurangan 20 persen dan belum menerima SK sumpah Janji fungsional, dan TPP,” ujarnya.
Mehue mengatakan, hanya SDN Inpres Doyo Baru yang konsisten dengan keputusan bersama itu. Sedangkan sebagian sudah buka dan mengajar seperti biasa.
Grace membeberkan sejumlah sekolah di pinggiran kota dan daerah terpencil atau distrik terjauh dari kota masih mogok mengajar, hingga menunggu haknya itu dilunaskan oleh pemerintah.
“Teman-teman guru dari kampung terpencil hidup susah setengah mati, tapi datang berjuang untuk kita punya hak sesama guru, masa kita tidak tahu berterima kasih itu?” katanya.
“Guru-guru yang [di]bayar haknya oleh yayasan atau swasta silakan jalan (kegiatan belajar-mengajar), tapi sepanjang kami yang lain berhutang dengan pemerintah kita mogok mengajar. Saya tidak sekolah, lain yang sudah mengajar ini, barangkali mereka memikirkan nasib anak-anak, tapi banyak jalan menuju Roma,” katanya.
Ia menjelaskan sebagian besar sekolah di kota sudah aktif seperti biasa. Namun, dia mempertanyakan sejauh mana rasa solidaritas dengan guru-guru lainnya.
“Apakah mereka takut jabatan? Makan itu jabatan!” katanya.
Menurutnya, para guru jangan takut menuntut kebenaran. Bahkan dua bulan ULP sudah dibayarkan setelah mereka melakukan demo.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI Kabupaten Jayapura, Papua, mengatakan, setelah demo tanggal 6 Januari 2025 PGRI Kabupaten Jayapura mengeluarkan surat edaran, bahwa sekolah-sekolah harus dibuka. Dan guru-guru harus menerima siswa di sekolah, untuk melaksanakan aktivitas belajar-mengajar, sembari menunggu sembilan tuntutan itu diselesaikan.
Namun, hingga kini, kata Swewali, masih ada sebagian besar sekolah di pinggiran kota yang mogok. Begitu pun sekolah-sekolah di kota, masih ada beberapa sekolah yang mogok.
“(Mogok) itu berkaitan dengan kami punya hak-hak (yang) belum diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura,” kata Andreas di Kota Jayapura, Papua, Selasa (11/2/2024).
Andreas mengatakan, meski dana guru sertifikasi dan nonsertifikasi dan daerah penjangkaun khusus sudah diselesaikan oleh pemerintah daerah, ULP, TKD dan beberapa lainnya belum diselesaikan.

Tidak mengajar di ruang kelas
Kepala SDN Inpres Doyo Baru, Grace G. Mehue mengatakan, meski pihaknya mogok di sekolah, mereka tidak kehilangan akal, untuk mengajarkan anak-anak secara daring. Anak-anak juga dikumpulkan di satu rumah guru, dan guru-guru datang mengajar di rumah tersebut.
“Sebenarnya ini bagian dari protes dan solidaritas guru. Bahwa memang guru-guru mara, tapi tetap mengajar anak-anak,” katanya.
Grace menjelaskan ada 527 murid di SDN Inpres Doyo Baru. Sebanyak 19 guru PNS, yang terdiri dari 13 guru kelas dan tujuh guru bidang studi.
Sementara itu, ada enam guru agama, yang terdiri dari tiga guru agama Islam, dua guru agama Kristen Protestan, dan satu guru agama Katolik.
“Kami juga rapatkan dengan orang tua siswa-siswi. Kami sampaikan bahwa guru mogok mengajar di sekolah karena solidaritas. Jadi, tidak bisa paksa kami,” kata Mehue.
“Kalau mau (agar) kita mengajar di sekolah ini rincian guru yang belum terima haknya, jika orang tua bisa bayarkan, ya, kita buka dan kita mandiri tanpa menunggu pemerintah. Kalau tidak bisa berarti ikuti kita,” katanya.
Dia mengatakan, pihaknya sudah berusaha mencari solusi supaya anak tetap belajar.
“Padahal guru mogok itu tidak bisa melakukan aktivitas mengajar, baik di sekolah, maupun di luar begitu,” katanya.
Mehue menuturkan bahwa para guru mengajar tiga puluh anak setiap hari.
“Bagaimana ini pemerintah hutangi? Guru ini mendidik anak orang yang (datang dari) berbagai karakter, latar belakang,” katanya.
“Sebenarnya jadi guru itu berat. Kami sekolah dengan biaya yang besar, lalu mengajar, mendidik anak sekarang mereka jadi polisi, tentara, kerja jadi karyawan perusahan, pegawai. Semua ini hasil didikan guru-guru semua,” ujarnya.
Ia menambahkan di Wilayah Pembangunan III dan IV sebagian besar sekolah negeri mogok mengajar. Di pesisir pantai Tanah Merah juga mogok mengajar. Kecuali sekolah-sekolah swasta.
Pemda pinjam 80 miliar di Bank Papua
Ketua PGRI Kabupaten Jayapura, Andreas Swewali mendapatkan informasi bahwa pemda diberi pinjaman sekitar 80 miliar rupiah dari Bank Papua. Tujuannya untuk menyelesaikan tunggakan tuntutan para guru, para kontraktor, dan ASN di Kabupaten Jayapura.
“Tetapi sampai detik ini tunjangan-tunjangan itu belum diselesaikan, termasuk kami punya UMP tiga bulan, yaitu, tahun 2023 triwulan IV bulan Oktober, November dan Desember. Kalau UMP empat bulan tahun 2024 itu kami maklumi, karena keterbatasan anggaran pemda,” katanya.
“Dan kami juga belum diminta daftar hadir, tetapi UMP 2023 itu, daftar hadir sudah kami masukkan. (Tapi) Sampai detik ini kami belum terima itu,” lanjutnya.
Andreas berharap agar Pemerintah Kabupaten Jayapura menuntaskan hak-hak guru, sehingga guru-guru bisa bekerja normal.
“Jadi, kita paksakan mereka untuk kerja sementara di rumah tidak ada makan dan sebagainya. Itu sama saja,” katanya.
Ia menambahkan PGRI masih menunggu pemerintah membayarkan tunggakan hak-hak guru. Ketika hak-hak mereka sudah diselesaikan, maka pihaknya akan memberikan surat edaran untuk sekolah-sekolah, agar mengaktifkan kembali aktivitas belajar-mengajar, dan pihaknya akan berterima kasih kepada Pemkab Jayapura.
Jubi berusaha mengkonfirmasi peminjaman dana di Bank Papua tersebut kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, Hana S. Hikoyabi melalui layanan telepon dan pesan aplikasi. Namun, upaya konfirmasi Jubi tidak direspons. (*)

Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!