Jayapura, Jubi – Karantina Pertanian Jayapura menyatakan Provinsi Papua bebas dari lima penyakit hewan berbahaya. Kelima penyakit hewan yang berbahaya itu adalah Rabies, Anthrax, ASF (African Swine Fever), LSD (Lumpy Skin Diseases), dan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku).
Sub Koordinator Karantina Hewan, Karantina Pertanian Jayapura drh Ahnu Miftahul Ulum MKes kepada Jubi di kantornya di Jayapura, Senin (16/10/2023) mengatakan sejauh ini di Provinsi Papua belum ada laporan kelima penyakit itu ditularkan dari hewan.
Agar penyakit tersebut tidak masuk ke Papua maka Pemerintah Provinsi Papua membuat peraturan yang harus ditaati masyarakat agar tercipta keamanan dan demi kesejahteraan bersama,” katanya.
Drh. Ahnu menjelaskan peraturan diberlakukan untuk jalur lalu lintas hewan yang ingin masuk dari luar wilayah Papua dan keluar dari wilayah Papua bertujuan supaya penyakit-penyakit dari hewan tersebut tidak dibawa ke daerah, baik di dalam maupun di luar Papua.
“Peraturan ini diberlakukan agar terhindar dari lima penyakit berbahaya untuk hewan, dua di antaranya dapat menular dari hewan ke manusia atau yang biasa disebut dengan penyakit zoonosis,” ujarnya.
Satu di antara penyakit berbahaya itu adalah Rabies yang dikenal dengan istilah penyakit anjing gila. Rabies yang ditemukan pada hewan liar merupakan infeksi virus pada otak dan sistem saraf. Beberapa hewan liar yang menyebarkan virus tersebut adalah sigung, rakun, kelelawar, dan rubah.
“Namun di beberapa negara masih banyak binatang peliharaan yang rupanya membawa virus tersebut, termasuk kucing dan anjing. Penyakit ini merupakan penyakit zoonosis,” katanya.
Penyakit zoonosis lainnya adalah Anthrax yang bisa menyerang sapi, kambing, domba, kerbau, dan babi. Biasanya penyakit ini menular melalui hewan penderita Anthrax melalui media yang sudah tercemar bakteri Antrax seperti tanah dan air. Media lain yang bisa menularkan adalah bahan pangan yang berasal dari hewan yang terkena bakteri Anthrax.
Sedangkan tiga penyakit lainnya bukan penyakit zoonosis atau tidak bisa menyerang manusia. Ketiganya adalah ASF, LSD, dan PMK. ASF adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen.
LSD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari keluarga Poxviridae. Penyakit ini ditandai dengan munculnya benjolan pada kulit sapi, terutama pada bagian leher, punggung, dan perut. Selain benjolan, sapi yang terinfeksi LSD juga dapat mengalami demam, kehilangan nafsu makan, lesu, dan mengalami penurunan produksi susu.
Sedangkan PMK merupakan penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular. Penyakit ini menyerang semua hewan berkuku belah atau genap, seperti sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba. Kemudian juga hewan liar seperti gajah, rusa, dan sebagainya.
Sub Koordinator Pengawasan dan Penindakan Karantina Pertanian Jayapura drh Haris Prayitno mengatakan ada sejumlah surat keputusan yang menyatakan Provinsi Papua bebas dari penyakit berbahaya pada hewan. Di antaranya Keputusan Menteri Pertanian No.600/2017 tentang Provinsi Papua bebas dari penyakit Avian Influenza atau penyakit flu burung.
Kemudian Keputusan Gubernur Provinsi Papua No. 158/2004 tentang pemasukan unggas dan produknya ke Provinsi Papua. Selanjutnya Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ 2019 tentang Provinsi Papua bebas dari penyakit rabies. Juga Peraturan Daerah Provinsi Papua No. 4/2006 tentang larangan pemasukan hewan penular rabies ke wilayah Provinsi Papua.
Untuk pengawasan, kata drh Haris, setiap hewan yang keluar dan masuk harus memiliki sertifikat karantina. Tarif pembuatan sertifikat karantina hanya Rp5.000. Untuk tarif media pembawa yang akan dilalulintaskan ditarik untuk PNBP sesuai PP 35 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Kementerian Pertanian.
“Tindakan karantina terdiri dari 8P, yaitu Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan, Penahanan, Penolakan, Pemusnahan, dan Pembebasan,” katanya.
Balai Karantina Pertanian Kelas I Jayapura merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Badan Karantina Pertanian di bawah Kementerian Pertanian dan akan bergabung dengan Karantina Ikan yang akan menjadi Badan Karantina Indonesia.(*)