Jayapura, Jubi – Mewujudkan transformasi kesehatan di Distrik Ravenirara tak semudah membalik telapak tangan. Lokasi yang sulit dijangkau membuat para tenaga kesehatan (nakes) menyiapkan perjuangan ekstra. Melayani masyarakat setempat.
Dari 19 Distrik di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Distrik Ravenirara menjadi salah satu wilayah yang masih terisolir. Sebagian besar wilayah tersebut hanya bisa ditempuh lewat jalur laut.
Distrik Ravenirara terletak di kaki Pegunungan Cycloop, Kabupaten Jayapura, atau berhadapan langsung dengan perairan utara Samudera Pasifik.
Di distrik tersebut terdapat empat kampung, Ormu Wari, Yongsu Spari, Yongsu Desoyo dan Necheibe. Di antara empat kampung itu baru Yongsu Spari yang terhubung dengan jalur darat.
Meski berada di wilayah administratif Kabupaten Jayapura, letak Distrik Ravenirara sebenarnya tak terlalu jauh dari pusat Kota Jayapura (Ibu kota Provinsi Papua). Namun akses darat dari Kota Jayapura juga belum tembus karena medan yang sulit, sehingga untuk mencapai ke sana harus memutar melewati pesisir Pantai Base-G via jalur laut.
Untuk menangani masalah kesehatan di sana, para tenaga kesehatan atau nakes selalu siaga memberikan pelayanan di Puskesmas Ravenirara. Meski terkadang, mereka harus menerjang ombak di lautan untuk melayani masyarakat setempat di empat kampung yang tersebar.
“Pelayanan kami kalau mau dibilang susah memang susah. Karena belum ada akses darat yang bagus. Lebih banyak dijangkau lewat jalur laut,” kata Kepala Puskesmas Ravenirara, Cipta Kaisarea Sijabat Kepada Jubi, Kamis (26/10/2023).
Para nakes di Distrik Ravenirara menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan di wilayah terluar Kabupaten Jayapura untuk mewujudkan transformasi kesehatan yang digalakkan Kementerian Kesehatan RI dalam mendorong penerapan transformasi kesehatan untuk Indonesia maju.
Ada 6 pilar transformasi kesehatan yang digencarkan oleh Kementerian Kesehatan. Yakni layanan primer, layanan rujukan, sistem ketahanan kesehatan, sistem pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, dan Teknologi kesehatan.
“Pelaksanaan transformasi kesehatan merupakan tanggung jawab negara kepada masyarakat. Karenanya, titik fokusnya ada pada masyarakat,” kata Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dikutip dari siaran pers biro komunikasi dan pelayanan masyarakat Kemenkes RI.
Penuh Rintangan
Maria Goreti Ati, salah seorang bidan yang bertugas di Puskesmas Ravenirara bersama belasan tenaga kesehatan yang ditugaskan di sana, rutin mengunjungi masyarakat di empat kampung tersebut. Pelayanan door to door atau jemput bola guna memberikan edukasi dan pencegahan penyakit di lingkungan masyarakat, sekaligus melakukan pengobatan.
“Kita lebih sering turun pelayanan ke kampung-kampung atau door to door. Karena transportasi ke kampung-kampung di Ravenirara itu agak sulit, jadi lebih sering kita yang turun ke masyarakat,” kata Maria kepada Jubi, Kamis (26/10/2023).
Maria bersama beberapa rekannya mengunjungi kampung-kampung menggunakan speed boat. Namun, perjalanan yang mereka lalui untuk tiba di kampung tujuan kerap menemui rintangan.
Jika musim lautan teduh, perjalanan mereka mengasyikkan. Tapi adakalanya mereka harus dihantam ombak dan melompat ke pantai jika musim gelombang, karena di sejumlah kampung tak memiliki dermaga untuk speed boat bertambat. Bukan hanya ombak yang menjadi rintangan, di beberapa kampung mereka bahkan harus mendaki bebatuan, melewati bukit dan hutan sambil menggendong alat kesehatan dan obat-obatan.
“Bulan-bulan begini juga itu kita sulit melakukan pelayanan ke kampung-kampung, karena ada kampung yang pantainya kurang bersahabat, jadi harus turun di bebatuan. Di Ravenirara tidak ada dermaga, kita turunnya langsung di Pantai atau bebatuan. Kita tarik dan dorong sendiri speed boat-nya dibantu masyarakat,” kata Maria.
Tak hanya saat melakukan pelayanan kesehatan, ketika pulang ke rumah di Kota Jayapura tiap akhir bulan, Maria dan rekan-rekannya juga harus mengarungi lautan. Begitu pula saat kembali ke tempat tugas, mereka menumpangi speed boat dari Hamadi, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura menuju Ravenirara selama satu jam hingga dua jam perjalanan.
“Kalau kita dari Kota Jayapura mau ke Puskesmas Ravenirara itu kita naik speed boat dari Hamadi karena lebih dekat, kalau laut teduh yah satu jam, kalau cuaca lagi tidak bagus bisa dua jam lah. Jalan daratnya belum sampai ke pusat Distrik. Kalau akhir bulan itu biasanya kami pulang ke rumah satu atau dua hari,” ujarnya.
Selama lima tahun bertugas di Ravenirara, Maria bercerita ia sering mendampingi pasien rujukan ke RSUD Dok II di Kota Jayapura, baik siang maupun malam hari menumpangi speed boat menempuh perjalanan laut.
“Saya sering mengantar pasien rujuk ke RS Dok II, di awal saya bertugas di Puskesmas Ravenirara itu sering sekali. Paling sering malam hari malahan. Ada banyak macam rujukan yang kita bawa ke RS Dok II, ada yang pasien ibu hamil hingga pasien yang kecelakaan harus kita larikan ke RS.”
“Waktu merujuk pasien ibu hamil, kalau cuaca tidak bagus dan keadaannya sudah gawat darurat sampai ibunya melahirkan di atas speed. Biarpun malam hari, kalau ada yang kondisi gawat tetap kita rujuk ke RS naik speed,” katanya.
Walau sering menempuh perjalanan menegangkan dalam pelayanan mereka di Distrik Ravenirara, Maria dan rekan-rekannya tak pernah kapok. Mereka sudah terbiasa menghadapi situasi itu.
“Ada kepuasan tersendiri bagi kita para petugas kesehatan karena bisa membantu masyarakat banyak. Kalau ditanya pengalaman berkesan, setiap waktu di Ravenirara berkesan bagi saya,” tuturnya.
Sebagai bidan, Maria tak hanya melayani seputar persalinan seperti pada umumnya. Di Ravenirara ia harus siap untuk melayani masyarakat dengan keluhan penyakit apa saja.
“Puskemas kami tidak pernah kosong oleh tenaga medis, kami Nakes di sini kalau ada yang punya kegiatan kedinasan atau keperluan di kota, teman-teman yang lain akan mem-backup. Termasuk saya yang bidan, terkadang saya juga harus siap dan sigap untuk melayani masyarakat dengan keluhan penyakit apa saja, karena masyarakat kan tahunya kita petugas kesehatan, jadi mereka tahunya kita bisa semuanya,” ujarnya.
Inovasi Imunisasi
Berkat kegigihannya menjalankan tugas demi peningkatan pelayanan kesehatan di Distrik Ravenirara, Maria pernah diganjar penghargaan karena menelurkan inovasi untuk mendongkrak pertumbuhan imunisasi.
Inovasi tersebut dilakukan dengan melihat pada latar belakang penyebab minimnya cakupan imunisasi di Distrik Ravenirara, di antaranya kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya imunisasi, masih ada orang tua yang tidak mengizinkan anaknya diimunisasi, medan yang sulit dan sejumlah alat pendukung kesehatan dan penyimpanan obat yang rusak karena banjir bandang pada tahun 2019 lalu.
Ada empat inovasi imunisasi Ravenirara, yakni Java Tea (jaga vaksin tetap aman), Keset dalam Sempit (Kesempatan dalam kesempitan), Cari Muka (cari dan temukan) dan Ulat Sawa (Untuk laporan tepat sasaran dan waktu).
Inovasi dari Java Tea yakni Puskesmas menyediakan satu kulkas obat sebagai tempat untuk penyimpanan vaksin sementara. Pada saat vaksin didistribusikan, Puskesmas menyediakan dua carrier untuk penyimpanan vaksin dan coolpack cadangan sehingga vaksin yang didistribusikan bisa sampai dengan aman.
Inovasi Keset dalam Sempit yakni pada program imunisasi yang dijalankan sering menyelipkan kegiatan pada program-program kesehatan lainnya, misalnya pada kegiatan Pusling, nakes juga melakukan sosialisasi imunisasi, dan mencari bayi dan balita yang belum mendapatkan imunisasi agar diberikan imunisasi.
Inovasi Cari Muka yakni apabila pada saat posyandu atau jadwal imunisasi orang tua tidak membawa bayi atau balita, maka yang nakes lakukan adalah mencari tahu keberadaan dan alasan sasaran tidak datang melalui kader maupun masyarakat. Kegiatan ini dilakukan guna menemukan sasaran yang belum terimunisasi.
Inovasi Ulat Sawa yakni memastikan pencatatan pada buku bayi, buku register Puskesmas maupun kartu imunisasi TT harus tepat sasaran dan akurat. Bagi bayi yang tidak memiliki buku akan dicetakkan kartu imunisasi sebagai pegangan untuk orang tua. Selanjutnya data-data imunisasi itu akan diinput di aplikasi sehat Indonesiaku.
“Setelah melakukan inovasi tersebut selama setahun, perubahan yang terjadi adalah masyarakat lebih memahami lagi tentang pentingnya imunisasi dibuktikan dengan cakupan imunisasi yang lebih baik dari tahun sebelumnya,” kata Maria.
Kepala Puskesmas Ravenirara, Cipta Kaisarea Sijabat juga mengatakan, setelah inovasi tersebut diterapkan, cakupan imunisasi mulai meningkat.
“Pada tahun 2020 itu cakupan imunisasi kita di bawah standar. Sejak diterapkan inovasi imunisasi oleh Bidan Maria, kini 100 persen bayi dan balita di Distrik Ravenirara sudah mendapatkan imunisasi,” kata Kepala Puskesmas Ravenirara, Cipta Kaisarea Sijabat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, Khairul Lie juga mengapresiasi inovasi imunisasi di Distrik Ravenirara. Berkat inovasi itu, cakupan imunisasi di wilayah tersebut menjadi yang terbaik di Kabupaten Jayapura.
“Tadinya cakupan imunisasi di sana rendah sekali, sekarang begitu ada inovasi itu cakupan imunisasinya sudah mencapai 100 persen, bahkan yang terbaik di Kabupaten Jayapura. Mereka melakukan pelayanan door to door ke perkampungan,” kata Lie.
Promotif dan Preventif
Ada beberapa program pelayanan yang dijalankan oleh Maria dan para nakes di Distrik Ravenirara. Pencegahan dan penanganan stunting atau gizi buruk juga menjadi fokus utama. Mereka turun ke kampung-kampung melakukan penyuluhan, edukasi, posyandu, imunisasi, dan pengobatan.
Menjangkau langsung masyarakat di perkampungan sebagai bentuk integrasi upaya promotif dan preventif dalam pelayanan kesehatan di Distrik Ravenirara seperti yang diusung Kemenkes pada pilar pertama transformasi kesehatan.
“Kalau yang sekarang itu isu yang lagi naik memang stunting atau gizi buruk. Karena memang dari program Kemenkes dan beberapa instansi juga fokusnya di persoalan stunting. Jadi kita lebih fokus ke situ,” ujar Maria.
Ia mengatakan, tahun lalu sempat ditemukan kasus stunting pada satu kampung. Namun sekarang ini belum ada lagi kasus stunting di Distrik Ravenirara. Maria dan rekan-rekan nakes kini fokus pada pencegahan risiko stunting kepada ibu hamil, bayi dan balita. Mereka juga didukung oleh pihak kampung yang menyumbangkan dana desa untuk pemberian makanan tambahan.
“Kalau tahun kemarin ada ditemukan kasus stunting di satu kampung, tapi sudah kita tangani dan sekarang fokusnya kita itu yang berisiko stunting, seperti pencegahan dan tindakan promotif atau presentif-nya. Seperti pemberian makanan tambahan, edukasi, imunisasi, lingkungannya bersih atau tidak, kehidupan mereka, terus jambannya dan rumah sehat semua itu diperhitungkan dan dilihat,” katanya.
Untuk pencegahan stunting di sana, Posyandu juga dilakukan tiap bulannya. Pelayanan Posyandu di Distrik Ravenirara berjalan baik karena adanya sinergitas para petugas dan kader pemberdayaan masyarakat.
“Kita bisa meraih hasil yang bagus dari pelayanan Posyandu itu karena kerjasama dari petugas, kadernya dan pemberdayaan masyarakat itu aktif, kita aktifkan lima meja, jadi setiap kali Posyandu petugas promosi kesehatan selalu ada penyuluhan dengan topik berbeda, jadi ada edukasi yang terus diberikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Kepala Puskemas Ravenirara, Cipta Kaisarea Sijabat mengatakan ada 12 standar pelayanan minimal sesuai instruksi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura yang harus mereka terapkan. Antara lain pelayanan kesehatan ibu hamil dan ibu bersalin, pelayanan bayi, pelayanan balita, pelayanan anak SD, pelayanan usia produktif 15-59 tahun, pelayanan kesehatan untuk lansia, pelayanan penyakit tidak menular, pelayanan kesehatan diabetes melitus (gula), pelayanan kesehatan untuk ODGJ, pelayanan kesehatan paru, dan HIV.
Ia mengatakan, Puskesmas Ravenirara memang lebih mengutamakan pelayanan di luar gedung atau turun langsung ke perkampungan.
“Kita memang diutamakan pelayanan keluar gedung karena anggaran dari pusat juga difokuskan 70 persen di luar gedung, sisanya itu di dalam gedung, pelayanan preventif lah istilahnya. Mau tidak mau kita harus semangat karena memang itu tugas kita,” kata Sijabat.
Ia mengaku jumlah nakes di sana masih terbatas, 16 orang nakes yang terdiri dari satu dokter umum, tiga orang bidan, lima orang perawat, satu petugas farmasi, satu petugas gizi, satu petugas laboratorium, satu petugas Promkes, dan dibantu dengan satu motoris speed boat untuk mendukung pelayanan nakes.
Kendati begitu, ia menilai pelayanan kesehatan di Distrik Ravenirara kini sudah jauh lebih baik dibandingkan waktu awal ia bertugas di sana, 10 tahun yang lalu.
“Sekarang pelayanan kesehatan sudah benar-benar berjalan karena kerjasama yang baik dengan pihak kampung. Masyarakat juga sudah merasakan manfaat dari pelayanan kesehatan di sana. Pelayanan sekarang sudah berbeda jauh dengan yang dulu. Secara profesi ketenagaan pun walau jumlahnya masih kurang semua lini sudah bisa kita tangani,” katanya.
Puskesmas Ravenirara juga memanfaatkan digitalisasi lewat media sosial Facebook dan Youtube untuk menyiarkan program mereka, meskipun koneksi internet di wilayah tersebut belum begitu optimal. (*)