Jayapura, Jubi- Pertikaian antar suku dan para sekutu mereka kembali meletus di Provinsi Enga, Papua Nugini (PNG), aparat kepolisian di Wapenamanda Provinsi Enga, PNG. Tercatat hingga Minggu (18/2/2024) sebanyak 64 jenazah telah ditemukan di pinggir jalan, padang rumput, dan perbukitan Wapenamanda.
Jubi mengutip postcourier.com.pg, Senin (19/2/2024) menyebutkan, 56 mayat ditemukan kemarin Minggu (18/2/2024) dan pada Senin (19/2/2024) pagi, pukul jam 09.00 waktu PNG sebanyak delapan jenazah lagi ditemukan.
Polisi lebih lanjut memastikan, pertikaian di Lai Tengah merupakan pertarungan suku yang sedang berlangsung antara Suku Ambulin dan sekutunya berkonflik dengan Suku Sakin bersama persekutuannya klennya.
Asisten Komisaris Polisi Western End Samson Kua mengatakan pertikaian antar suku dimulai pada Minggu (18/2/2024) pagi pukul 04.00 subuh waktu Papua Nugini (waktu PNG lebih cepat satu jam dari Provinsi Papua).
Konflik antar suku di wilayah Provinsi Enga sudah menggunakan senjata berkekuatan tinggi, polisi menyebutkan amunisi dan senapan meliputi The L1A1 Self-Loading Rifle atau SLR, the AK 47 Avtomat Kalashnikova, senapan M4, AR15, M16, aksi pompa, tembakan tunggal dan sejata rakitan digunakan selama pertikaian berlangsung.
Sekadar catatan, Karabin M4, atau M4 Carbine, adalah versi pendek dan ringan dari senapan serbu M16. Sedangkan AR 15 adalah AR-15 (singkatan dari Armalite model 15) adalah senapan semi otomatis, yang mirip dengan senapan otomatis M16 atau karabin M4, dan M16 adalah senapan serbu yang ringan, berkaliber 5.56 mm, air-cooled, beroperasi dengan sistem gas, menggunakan magazen, dan menggunakan bolt berputar. Menurut petugas keamanan, beberapa jenazah masih berada di semak- semak.
Pertikaian antar etnis di Provinsi Enga pernah pula terjadi pada 29 Agustus 2023, laman theguardian.com melaporkan, waktu itu korban yang tewas 150 jiwa. Para ahli di PNG mengatakan sistem hukum yang lebih lemah, akses senjata dan hilangnya harapan memicu bentrokan mematikan.
Kantor Migrasi Internasional PBB melaporkan pada 2022, setelah konflik dan kekerasan terkait pemilu, lebih dari 15.000 orang menjadi pengungsi di Provinsi Hela, Southern Highlands, dan Provinsi Enga.
Sekitar 25.000 anak tidak dapat bersekolah. Terdapat laporan pemerkosaan, penculikan dan kekerasan lainnya.
Prof Gibbs mengatakan kekerasan terbaru di Enga “sangat memerlukan penyelidikan dan pertolongan lebih lanjut, terutama demi perempuan dan anak-anak yang kehilangan tempat tinggal dan kelaparan”.
Tak heran kalau antropolog dan sosilogdari Universitas Papua Nugini Dr Linus S. Digim’Rina ,mengatakan uang telah mengalir ke wilayah tersebut dan semakin banyak senjata yang beredar, sehingga membuat pertempuran semakin mematikan.
Perdana Menteri James Marape mengutuk kekerasan tersebut sebagai “terorisme domestik”. Hal senada juga dikatakan komisaris polisi David Manning, masyarakat di Papua Nugini “ngeri dengan pembunuhan tidak masuk akal yang terjadi di beberapa wilayah dataran tinggi, khususnya di Provinsi Enga.”
Tambang Emas Porgera di Provinsi Enga
Wilayah yang terjadi konflik antar suku di Provinsi Enga termasuk salah satu penghasil emas dan tembaga terbesar di Papua New Guinea. Sebagai tetangga terdekat dengan tanah Papua di dekat Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua Pegunungan terdapat pula tambang lain milik PNG bernama tambang Ok Tedi.
Mengutip barrick.com melaporkan bahwa Porgera Joint Venture adalah tambang emas terbuka dan bawah tanah yang terletak di ketinggian 2.200-2.600 meter di Provinsi Enga, Papua Nugini, sekitar 600 kilometer barat laut Port Moresby. Atau 300 Kilometer berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia, Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua Pegunungan, Indonesia.
Barrick Gold Corporation (NYSE:GOLD)(TSX:ABX) Desember 2023 lalu, telah mengumumkan tambang Porgera di Papua Nugini (PNG) akan kembali beroperasi akhir bulan ini dan diperkirakan akan mulai menuangkan emas lagi pada kuartal pertama 2024 .
Hal ini menyusul terpenuhinya persyaratan Perjanjian Dimulainya Proyek Porgera, yang menyetujui struktur kepemilikan baru.
Presiden dan kepala eksekutif Barrick Mark Bristow mengatakan pembukaan kembali tambang tersebut, merupakan kemenangan lain bagi model kemitraan negara tuan rumah perusahaan yang telah sangat sukses di Tanzania dan juga telah diadopsi untuk proyek tembaga dan emas Reko Diq yang baru di Pakistan.
“Ini merupakan perjalanan yang panjang namun dalam prosesnya kami telah mendapatkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan kami berharap dapat mengarahkan tambang kembali ke produksi kelas dunia. Tidak diragukan lagi, tambang ini memiliki potensi untuk bergabung dengan portofolio tambang emas Tier One kami , yang terbesar di industri ini,” katanya.
Ekuitas di New Porgera dibagi 51 persen oleh pemangku kepentingan PNG, termasuk pemilik tanah lokal dan pemerintah provinsi Enga, dan 49% oleh Barrick Niugini Limited (BNL), perusahaan patungan antara Barrick dan Zijin dari Tiongkok. BNL akan mengoperasikan tambang tersebut.
Para pemegang saham PNG akan menerima 53 persen dari keseluruhan manfaat ekonomi Porgera. Dengan asumsi harga emas sebesar $1.800 per ons, jumlah ini diperkirakan akan berjumlah lebih dari $7 miliar selama proyeksi umur tambang selama 20 tahun.
Berbicara pada Konferensi Sumber Daya & Investasi Energi PNG di Sydney, Australia, belum lama ini, Perdana Menteri James Marape memuji kebangkitan negara yang menjadi kontributor utama perekonomian negara tersebut. Struktur kemitraan ini untuk pertama kalinya memberikan pemangku kepentingan PNG untuk memiliki kepentingan mayoritas terhadap sumber daya utama.
Jurnalis Harlyne Joku melaporkan kepada Benar News, Pemerintah Papua Nugini dan Barrick Gold Corp., salah satu perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia, mengatakan mereka berharap dapat membuka kembali tambang emas Porgera di provinsi Enga sebelum akhir 2023 setelah terhenti selama beberapa tahun.
Perdana Menteri James Marape mengatakan pekan lalu di Port Moresby bahwa jalan raya tetap terbuka di Provinsi Enga. “Ini sangat penting karena menghubungkan ke bandara utama provinsi tersebut di Wapenamanda, tambang Porgera dan lokasi penting lainnya,”katanya sebagaimana dilansir Benar News.com.
Akankah tambang di Porgera di Provinsi Enga berbuntut panjang seperti di tambang tembaga di Bougainville yang berujung pada referendum atau konflik antar suku yang terus memakan korban jiwa. (*)
Discussion about this post