Jayapura, Jubi-Advokat hak asasi manusia terkemuka Shamima Ali, membela politisi FijiFirst yang dilarang berpartisipasi dalam protes anti-nuklir yang diselenggarakan di Suva, Jumat kemarin,24/8/2023.
Ia mengatakan hak untuk melakukan protes dan mogok adalah hak asasi manusia. Berlaku bagi semua orang dan juga merupakan pilar demokrasi.
“Warga negara ini, baik politisi atau siapa pun, berhak berpartisipasi, menyampaikan pandangan dan keluhannya, serta menuntut akuntabilitas,” ujarnya sebagaimana dilansir fijitimes.com yang dikutip jubi.id Minggu (27/8/2023).
“Polisi tidak bisa memutuskan siapa yang boleh dan tidak boleh hadir, kecuali ada ancaman terhadap keamanan nasional, dan saya belum pernah mendengar ada yang hadir hari ini. Bainimarama (Voreqe) Sayed-Khaiyum (Aiyaz) dan setiap politisi lainnya berhak berpartisipasi dalam demonstrasi hari ini, “tambahnya.
“Saya tahu saya akan mendapat banyak kritik atas pernyataan ini, karena Bainimarama dan Sayed-Khaiyum berperan penting dalam menekan banyak hak kami selama 16 tahun terakhir. Namun sebagai aktivis hak asasi manusia, saya yakin setiap orang berhak atas hak asasi manusianya.”tambahnya.
Ms Ali mengatakan, dia telah menjadi bagian dari banyak aksi unjuk rasa selama bertahun-tahun dan tidak diberi izin, namun mereka tidak pernah didikte oleh petugas polisi mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh menghadiri unjuk rasa.
“Polisi perlu memahami bahwa ini bukan lagi negara polisi dan perlu menghentikan perilaku sewenang-wenang terhadap masyarakat,”kata Ali.
“Kami mendesak Menteri Dalam Negeri untuk memastikan, insiden ini tidak terulang kembali dan bahwa polisi mendukung sikap dan tindakan profesional dan etis yang diperlukan untuk kepolisian yang baik dalam masyarakat demokratis.”tambahnya.
Sentimen serupa juga disampaikan oleh pemimpin Partai Buruh Fiji (FLP), Mahendra Chaudry, yang mengatakan seharusnya tidak ada alasan untuk melarang politisi melakukan demonstrasi dalam kapasitas pribadinya.
Dia mengatakan tindakan seperti itu menimbulkan pertanyaan, apakah Fiji benar-benar menganut demokrasi sejati di bawah pemerintahan saat ini. Atau apakah pemilu dan pasca pemilu tersebut menjanjikan pemulihan penuh.
“hak dan kebebasan rakyat kami hanyalah retorika kosong,” katanya.
Sebelumnya dalam demo dan protes limbah nuklir di Suva, apparat Polisi Fiji telah mengawal mantan Jaksa Agung Aiyaz Sayed-Khaiyum keluar dari Albert Park, Suva, Jumat (24/8/2023) selama protes nuklir anti-Fukushima.
Seorang perwira polisi senior mengatakan kepada sekretaris jenderal Partai FijiFirst bahwa mereka memintanya untuk pergi sesuai dengan ketentuan izin yang dikeluarkan untuk pawai – yang hanya mengizinkan anggota kelompok LSM dan organisasi masyarakat sipil tertentu untuk berpartisipasi.
Mantan Jaksa Agung itu sedang melakukan wawancara dengan The Fiji Times ketika polisi menghentikan proses tersebut dan mengatakan kepada Sayed-Khaiyum bahwa dia harus pergi.
“Anda harus berada setidaknya 100m dari sini,” kata polisi itu.
Ketika The Fiji Times bertanya apakah menurutnya tindakan yang dilakukan terhadap dirinya adil, Sayed-Khaiyum menjawab, “Ini bukan untuk saya, ini pada dasarnya untuk anggota masyarakat, bukan?”
Mantan Jaksa Agung tersebut mengatakan bahwa penyelenggara protes seharusnya memberi tahu masyarakat umum dengan jelas sebelumnya bahwa tidak ada politisi atau siapa pun yang boleh bergabung atau mendukung aksi tersebut.(*)