Jayapura, Jubi – Pemimpin Oposisi Papua Nugini atau PNG Joseph Lelang mengatakan akan meminta Mahkamah Agung untuk interpretasi hukum baik Kerja Sama Pertahanan Bilateral dan perjanjian Shiprider. Akhir Mei 2023 lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat(AS) Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Papua Nugini Win Bakri Daki telah menandatangani kedua kesepakatan di Port Moresby.
Dalam sebuah pernyataan Lelang mengatakan sementara parlemen diizinkan untuk memperdebatkan perjanjian ini, pemerintah memperkenalkannya tanpa ada kesempatan untuk debat yang terinformasi.
Lelang mengatakan penandatanganan perjanjian itu telah ditentang di seluruh PNG.
“Penandatanganan perjanjian itu sangat tidak populer sehingga memicu begitu banyak protes publik di seluruh negeri. Orang-orang tidak ingin Pemerintah membuat perjanjian ini dengan Amerika Serikat,” ujarnya sebagaimana dikutip Jubi dari rnz.co.nz, Senin (26/6/2023)
Lelang menambahkan: “oposisi ada di sini untuk memastikan bahwa kami melindungi kedaulatan bangsa dan kepentingan rakyat kami”.
Dia mengatakan meskipun dia menghargai pemerintah memiliki hak prerogatif untuk membuat perjanjian bilateral semacam itu, mereka tidak boleh melanggar kedaulatan dan hak konstitusional rakyat PNG.
Pemimpin Oposisi mengatakan dia akan dibimbing oleh pengacaranya tetapi niatnya adalah untuk mengajukan referensi di Mahkamah Agung, untuk interpretasi hukum dari isi kedua perjanjian dan cara pemerintah memperkenalkan dan menangani perjanjian di parlemen.
Ilmuwan politik Universitas PNG Michael Kabuni mengatakan kepada RNZ Pacific pekan lalu, setiap kali AS menandatangani kesepakatan semacam ini dengan negara-negara berkembang, hasilnya adalah militerisasi yang berat. (*)