Jayapura, Jubi- Papua New Guinea sejak 1800 saat masih dijajah Australia dan Inggris sudah melakukan penambangan terbuka (open pit mining) skala kecil. Penambangan kecil ini sudah bertumbuh lama di sana sehingga pemerintah PNG saat ini membutuhkan kebijakan tambang skala kecil.
“Pemerintah Papua New Guinea (PNG) harus memiliki undang-undang tentang pertambangan skala kecil,” kata salah satu pendiri Sustainable Alluvial Mining Services (Sams) Darren Sutton sebagaimana dilansir laman The National
Lebih lanjut kata Sutton, sektor pertambangan skala kecil memainkan peran dalam pembangunan ekonomi Papua Nugini selama lebih dari satu abad.
“Kami telah mendengar dan membaca tentang penjelajah awal yang menemukan emas di PNG, hingga demam emas di ladang emas Wau/Bulolo, yang mengarah pada kelahiran era pertambangan modern.”katanya.
Dia mengatakan pertambangan skala kecil dapat memberdayakan masyarakat di tingkat kampung untuk melakukan diversifikasi ke dalam kegiatan bisnis spin-off dan usaha kecil-menengah.
Sutton mengatakan sektor ini memiliki lebih dari 100.000 penambang perkampungan di seluruh negeri sehingga satu juta orang yang mendapat manfaat secara tidak langsung darinya.
“Akan tepat waktu juga agar masyarakat lokal berpartisipasi dalam agenda kilang emas yang telah diinisiasi Pemerintah,” katanya.
“Ada gerakan global untuk meningkatkan industri pertambangan skala kecil yang menguntungkan hampir 30 juta orang di seluruh dunia.”katanya
Oleh karena itu, lanjut dia PNG harus menjadi bagian dari tindakan internasional untuk mengatasi sektor penting ini bagi orang-orang Papua Nugini.
“Ada bukti banyak kabupaten terpencil yang secara ekonomi didukung oleh sektor pertambangan emas artisanal dan skala kecil.”katanya seraya menambahkan wilayah wilayah tersebut antara lain Wau/Bulolo, Maprik, Samarai-Murua dan Kainantu.
“Meskipun ada potensi ekonomi di sektor ini, banyak pemerintah yang kurang memberikan perhatian ke sektor ini dalam hal bantuan keuangan dan teknis,” kata Sutton.
“Pada aspek kebijakan sektor ini, tidak ada kerangka hukum atau peraturan khusus yang berlaku untuk melindungi penambang skala kecil dan akar rumput, termasuk perempuan dan anak-anak, dari bahaya.”tambahnya.
Tambang PNG 1888
Penambangan terbuka atau alluvial di Papua New Guinea (PNG) dilakukan sejak 1888, menurut buku The New Guinea Hand Book, 1943 hal 155 menyebutkan wilayah penambangan di PNG saat masih dijajah pemerintah Inggris hingga berlanjut pada Australia.
The New Guinea Hand Book 1943 menjelaskan bahwa wilayah penambangan adalah Morobe Gold Field, Bulolo, Watut dan Markham serta Ramu River sudah dilakukan pada 1800.” Semua cadangan ini sudah habis dan ditutup,”tulisnya.
Pasca perang dunia kedua aktivitas penambangan di negara Republik Indonesia (Papua dan Papua Barat) dengan Papua New Guinea (PNG) ini terus mulai dibuka, pada 1972 tambang tembaga dan emas di Pulau Bougainville yang akhirnya ditutup akibat konflik pemilik tanah (landowners) dengan perusahaan tambang asal Australia/Rio Tinto.
Selanjutnya tambang Misima di Kepulauan Lousiane (1989), Porgera di Provinsi Engga, Ok Tedi Mining di Mount Star dekat kabupaten Pegunungan Bintang, Central Higlands dan tambang Lihir di kepulauan Bismarck.
Ok Tedi merupakan tambang yang kini ditangani pemerintah PNG dengan menempatkan Mr Musje Werror warga asal Nabire, Papua Barat sebagai managing director/CEO Ok Tedi Mining sejak Juni 2020 sampai dengan sekarang 2022. Musje yang bekerja selama 30 tahun di Ok Tedi Mining membawa Ok Tedi Limited sebagai entitas mayoritas milik negara yang menguntungkan.
Sebelumnya pemerintahan Perdana Menteri Peter O’Neill telah memprakarsai penambangan bawah laut atau deep sea mining di Laut Bismarck sekitar 30 kilometer dari pantai terdekat di Provinsi New Ireland. Penambangan bawah laut ini diduga akan merusak terumbu karang dan mengurangi beragam jenis ikan serta merusak bawah laut.
Projek penambangan perusahaan Nautilus dari Canada ini mendapat tantangan dari aktivis lingkungan dari Pasifik. Salah satunya aktivis anti penambangan bawah laut dari Fiji, Maurien Penjauli, Coordinator Pacific Network on Globalisation (PANG), Suva Central Fiji kepada Jubi belum lama ini di Madang, PNG.
Dia mengatakan penambangan bawah laut jelas merusak dan merugikan masyarakat adat sehingga harus ditolak dan dilawan.(*)
