Jayapura, Jubi – Pemungutan suara dalam Pemilihan Umum Papua Nugini akan berlangsung pada 2 Juli 2022 mendatang. Tercatat ada 142 perempuan yang mencalonkan diri sebagai anggota parlemen, dan tengah berupaya membuktikan bahwa parlemen di Papua Nugini bukan lagi dunia yang didominasi laki-laki.
Mereka menghadapi perjuangan yang berat, mengingat hingga kini hanya ada tujuh perempuan yang memenangi kursi parlemen di Papua Nugini. Mereka bersaing bersama 3.357 orang kandidat lainnya untuk memperebutkan 118 kursi di parlemen.
Selama bertahun-tahun, telah berlangsung perdebatan publik tentang bagaimana kaum perempuan bisa mendapat kursi di parlemen Papua Nugini. Akan tetapi, sejauh ini semua perdebatan itu tidak menghasilkan apa-apa.
Julie Soso, perempuan tangguh dari regional Dataran Tinggi Timur (Eastern Higland Province) yang pertama kali memenangi kursi parlemen Provinsi Highland Eastern pada 1997, dan sejak itu telah mengikuti setiap pemilihan umum Papua Nugini. Dia menang pada 2012, yang lalu ditinggalkannya demi mengemban jabatan sebagai Gubernur Highland Eastern. Ia ingin kembali meraih kursi parlemen pada 2022, demi menyelesaikan urusan yang belum selesai.
Sebagai Gubernur Highland Eastern periode 2012 – 2017, Soso telah mendorong peningkatan rumah sakit di Goroka, dan telah memberikan dukungan teknologi canggih untuk diagnostik. Akan tetapi, setelah ia turun jabatan pada 2017, mesin diagnostik yang didanai donor asing menganggur. “Tidak ada staf yang dipekerjakan untuk mengoperasikannya,” kata Soso sebagaimana dilansir Radio New Zealand.
Soso menambahkan, ia ingin Pemerintah Papua Nugini membeli lagi teknologi baru atau mesin baru yang bisa digunakan untuk membantu mendeteksi penyakit seperti kanker di Rumah Sakit Goroka, ibukota Provinsi Highland Eastern.
“Kita perlu memiliki dokter spesialis untuk mendiagnosis mereka dan jika operasi perlu dilakukan, itu harus berada di rumah sakit kita sendiri. Jadi ada mimpi, ada visi, dan kemudian, setelah pemerintahan di Dataran Tinggi Timur berganti, proyek itu berhenti,” tambahnya.
Kandidat perempuan lainnya, Matilda Koma maju dan bersaing merebut 37 kursi parlemen untuk mewakili Provinsi Tengah. Koma telah empat kali mencalonkan diri untuk meraih kursi parlemen Goilala, dan kali ini ia merasa akan mendapat dukungan.
Jika terpilih, Koma ingin mewujudkan gagasan yang jelas tentang merehabilitasi infrastruktur yang memburuk. “Seperti jembatan, jalan, dan bahkan semua struktur bangunan di setiap misi dan stasiun pemerintah, semacam mogok,” kata Koma.
Koma juga ingin membenahi layanan dasar di sana. “Layanan kesehatan dan pendidikan menderita, karena hampir tidak ada pos bantuan. Rumah sakit tidak beroperasi dan pasokan obat-obatan tidak konsisten,” katanya
Kandidat perempuan dari Provinsi Oro, Jean Eparo mengatakan provinsinya memiliki tanah berkualitas tinggi dan dapat menghasilkan makanan organik yang enak. Akan tetapi, petani tidak dapat memasarkan panenannya, karena infrastrukturnya kurang.
Kegelisahan itulah yang membuat Jean Eparo mencalonkan diri untuk memperebutkan kursi parlemen untuk mewakili Oro. Eparo yang menikah dengan Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional PNG, Powes Parkop mengatakan dia akan berfokus kepada upaya meningkatkan infrastruktur transportasi.
“Kondisi jalan sangat buruk. Tidak hanya jalan, tapi semua infrastuktur transportasi lainnya. Jembatan, mereka tidak dirawat dengan baik. Anda memiliki orang-orang yang bepergian dengan motor tempel kecil, dan itu sangat berisiko. Kita harus membuatnya aman dan mengurangi risiko bagi orang-orang,” katanya.
Sebagai veteran dari dua kampanye sebelumnya, Eparo percaya sekarang dirinya memiliki cukup dukungan untuk mengalahkan Gary Juffa, anggota parlemen yang telah menjabat selama 10 tahun di Provinsi Oro.
Delilah Gore, yang mencalonkan diri untuk mewakili Sohe Open di Provinsi Oro, memenangi kursi parlemen pada 2012, dan menjadi menteri kabinet. Namun ia kehilangan kursinya pada 2017.
Gore mengatakan bahwa kekalahan itu masih menyakitkan dan masih terbayang. “Itu seharusnya tidak terjadi, karena saya melakukan yang terbaik, yang terbaik yang saya bisa. Tapi saat ini saya bisa mendapat reaksi dari orang-orang. Banyak orang mengatakan kepada saya, bahwa saya telah melakukannya dengan baik dalam lima tahun terakhir. Para pemilih masih tidak percaya saya kehilangan kursi, jadi saya mendapat banyak dukungan sekarang. Saya yakin akan kembali lagi,” ujarnya.
Dulciana Somare Brash, putri perdana menteri pertama Papua Nugini, juga mencalonkan diri untuk merebut kursi parlemen dari Angoram Open. Para perempuan kandidat itu mencoba bertarung untuk meraih kursi parlemen, demi mewujudkan visi dan misi mereka. Semoga beberapa dari mereka akan terpilih menjadi anggota parlemen mewakili provinsi masing-masing. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!