Oleh: Dian Fitriana S.Pd*
Sebuah kesempatan berharga bagi saya mengikuti sebuah pendidikan dan pelatihan atau diklat yang segar dan mencerahkan yaitu diklat wawasan kebhinekaan global. Saya selama 15 tahun menjadi pendidik dan mengabdi di Tanah Papua dan belajar langsung tentang kebhinekaan di Papua, seperti mendapatkan sandaran dan dukungan tentang pentingnya membumikan wawasan kebhinekaan global di Papua.
Pada kesempatan ini kami belajar tentang dunia yang berwarna (tentang kebhinekaan global), negeri penuh harmoni (tentang kebhinekaan Indonesia), damai mulai dari diri (tentang berdamai dengan diri), sekolahku yang bhineka (keragaman di sekolah), sekolahku yang damai (menuju sekolah damai).
Materi-materi ini menjadi pencerahan bagi pendidik, bahwa kodrat kita sangat berbhineka, sehingga tidak ada alasan untuk sombong dan bersikap rasis. Penting membangun hubungan, relasi dan berkolaborasi dengan lingkungan sekitar kita–Indonesia negeri yang kaya dan sangat beragam. Terdapat multikultural, seperti adat, bahasa dan agama. Negara kepulauan yang kaya suku,etnis dan tradisi.
Hal ini membuat kita harus menjadi bagian dari masyarakat yang memiliki penghormatan dan toleransi terhadap keberagaman di Indonesia. Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan kita dengan sempurna, memiliki identitas dan keistimewaan. Begitupun manusia yang lain. Identitas dan keistimewaan itu untuk saling melengkapi.
Adapun perbedaan antaridentitas idealnya tidak menjadi penyebab perpecahan dan saling merugikan. Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain akan menciptakan kebersamaan yang saling melengkapi. Belajar dan berusaha memiliki self compassion (welas asih terhadap diri sendiri).
Nilai-nilai keberagaman ada pada tiga sentra pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Kemajemukan dan kebhinekaan dalam NKRI ini akan tergambar dalam lingkup kecilnya pada lingkungan terdekat peserta didik, yakni rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat. Pentingnya mengajarkan sikap toleransi lahir karena keberagaman.
Sebagai pendidik kita dapat melakukan hal-hal berikut dan mentransformasikan agar terwujud dalam diri peserta didik, diantaranya, melaksanakan ajaran agama dengan baik dan menghormati agama yang diyakini oleh orang lain. Tidak memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang berbeda agama. Bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh orang yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda. Tidak memandang rendah dan tidak menyalahkan agama yang berbeda.
Hal-hal yang bisa dilakukan pendidik pada lingkup sekolah, yaitu implementasi nilai toleransi di sekolah–dengan memperkuat budaya sekolah dan budaya kelas dengan nilai-nilai toleransi. Memperkuat budaya sekolah dengan aktivitas kebhinekaan (melaksanakan kegiatan-kegiatan kebudayaan, kegiatan kebersamaan dalam olahraga dan permainan, dan perbanyak kegiatan atau program sekolah yang membangun kolaborasi, baik internal, maupun eksternal sekolah).
Area untuk memasukkan nilai toleransi di kelas (memaksimalkan kegiatan intra, ekstra dan kokulikuler di sekolah yang bernilai toleransi, pengelolaan kelas yang menumbuhkan nilai-nilai kebersamaan, memastikan kurikulum memuat kandungan nilai keberagaman dan melaksanakan pembelajaran berbasis proyek yang relevan.
Sekolah adalah lembaga yang mempunyai peran strategis, terutama mendidik dan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sekolah harus menjadi garda terdepan dalam memfilter dan menyaring dari gangguan atau pengaruh negatif dari lingkungan sekitar. Bersama stakeholder lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat kita dapat mewujudkan sekolah tetap damai (paya menurunkan risiko dengan memperbanyak kapasitas, dan mengurangi angka kerentanan dan ancaman di lingkungan sekolah).
Membangun sistem dan meningkatkan kapasitas (sekolah damai yaitu sekolah yang aman, menyenangkan dan menciptakan budaya damai). Komponen sekolah damai diantaranya kebijakan, interaksi, promosi, sarana dan partisipasi, dasar dari sekolah damai dalam Pasal 4 UU sisdiknas, 10 hak anak sesuai konvensi PBB dan sekolah ramah anak (Permen PP dan PAS Nomor 08 tahun 2014). Meminimalisir kerentanan di lingkungan sekolah, seperti adanya praktik perundungan, intoleransi, dan kekerasan seksual.
Semua hal di atas relevan dengan kondisi Papua yang sangat heterogen dan multikultural. Indonesia mini ada di Tanah Papua. Keragaman agama, suku, budaya, warna kulit, bahasa, dan tradisi kita saksikan langsung. Dari banyaknya keragaman tersebut tidak kemudian membuat perpecahan dan kerusakan terjadi. Justru dengan keragaman yang terjadi tercipta kekayaan dan wawasan global yang majemuk.
Kita tak bisa hidup sendiri tanpa bergandengan tangan dengan orang lain. Mencari persamaan dan saling menghormati dalam perbedaan akan menjadi bumbu persaudaraan yang sangat indah. Dan, di sini ada peran pendidik sebagai soko guru kehidupan yang menginspirasi, memotivasi dan memberi keteladanan akan tumbuhnya nilai-nilai kebhinekaan pada peserta didik pewaris negeri. (*)
* Penulis adalah mahasiswa Perkembangan Peserta Didik (PPD) dalam jabatan kategori I angkatan 3 Tahun 2023 Universitas Negeri Malang, Jawa Timur
Discussion about this post