Oleh: Yosua Douw
Indonesia adalah bangsa yang kuat dan tidak dapat diremehkan, karena bangsa ini telah melewati peradaban dunia dari masa ke masa. Harus diakui, bahwa bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang masyarakatnya berproses melalui transformasi sosial-budaya dengan baik.
Seperti diketahui bahwa peradaban manusia terjadi secara teratur dan hampir merujuk pada transformasi masyarakat di wilayah Eropa. Itu artinya, untuk mengukur kecerdasan manusia yang dimulai dari zaman batu, kerajaan, industri, pemerintahan modern hingga zaman IT saat ini, ternyata bangsa Indonesia telah melaluinya dalam proses yang teratur.
Dengan demikian, semestinya dunia mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang telah merasakan secara langsung peradaban umat manusia dari masa ke masa.
Perubahan peradaban itu sendiri erat kaitannya dengan tingkat kecerdasan atau kejeniusan manusia. Dalam perspektif kebangsaan, sesungguhnya bangsa Indonesia mampu bersaing ketat dengan bangsa lain. Karena, jika kita kembali pada historisnya sebagaimana yang disampaikan tadi di atas, maka sangat jelas terukur bahwa ada hubungan yang erat, yakni dengan telah teratur secara sistematis, bahwa bangsa Indonesia terlibat langsung dalam perubahan peradaban dari masa ke masa.
Artinya, bangsa Indonesia tidak mengalami lompatan peradaban.
Dalam catatan peradaban umat manusia, penulis meringkas peradaban sebagai berikut:
Pertama, masa purbakala (zaman batu); Kedua, zaman kerajaan (Hindu-Budha dan Islam); Ketiga, masa industri (untuk Indonesia dampak dari revolusi industri dari Eropa); Keempat, masa penjajahan (Belanda, Jepang). Belanda masuk bersamaan dengan membawa penginjil untuk melaksanakan pekabaran injil di Jawa dan sekitarnya; Kelima, masa kemerdekaan; Keenam, masa pembangunan modern hingga gerakan IT seperti yang dialami hari ini.
Dengan melihat keenam masa peradaban umat manusia, bangsa Indonesia memiliki tingkat kecerdasan yang sangat luar biasa, untuk turut serta dalam berbagai sektor dan bidang kehidupan manusia. Secara intelektual, mentalitas kerja dan kualitas bangsa Indonesia sangat dimungkinkan adanya kesadaran kolektif untuk membangun daerah dan negara.
Demikian pula kualitas bangsa Indonesia memungkinkan transformasi budaya untuk dapat dikerjakan dengan terukur. Kemudian, adanya pula kesadaran untuk berbakti karena sejarah masa silam. Jiwa berpemerintahan yang terorganisir baik karena pernah hidup dalam masa-masa kerajaan, adanya pengelolaan industri sampai kepada pengelolaan limbah ramah lingkungan dan manusia, lahirnya manusia jenius untuk berinovasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini yang sangat cepat, kesadaraan mengelola berita dan informasi publik, dan sebagainya.
Bangsa yang melewati proses peradaban dengan baik dan teratur akan terjadi kedewasaan secara alami bagi bangsanya. Sejalan dengan itu, manusianya juga akan berkembang dewasa dengan sendirinya. Kedewasaan itulah yang akan mendorong warga negaranya untuk mambangun bangsanya menjadi bangsa yang kuat dan tangguh.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan Papua? Papua secara menyeluruh tidak masuk secara teratur dalam perubahan peradaban dari masa seperti bangsa Indonesia. Papua justru mengalami lompatan peradaban yang sangat-sangat luar biasa. Lompatan tersebut justru menyeret sekaligus memotivasi Papua agar dapat beradaptasi dengan peradaban itu.
Dapat dikatakan, bahwa ada semacam social shock jika dilihat dari perspektif sosial-budaya masyarakat bagi orang Papua. Miris.
Sebagai bangsa dari ras Melanesia di tengah ras Melayu–yang mayoritas Islam, dengan tingkatan perkembangan kota yang lebih maju, dengan sistem pelayanan pendidikan dan kesehatan yang cukup baik, mudah beradaptasi dengan perkembangan IT–Papua telah dipaksa untuk beradaptasi sebagai bangsa Indonesia secara kolektif, bukan lagi orang perorangan, keluarga maupun komunitas.
Mungkin kita dapat mengatakan bahwa bangsa yang kuat harus dimulai dari pribadi dan keluarga yang kuat. Namun, dengan kondisi Papua dan perkembangannya, Papua adalah wilayah yang harus menyesuaikan diri dengan kondisi hari ini.
Itu artinya, kondisi saat ini memperlihatkan Papua mengalami lompatan peradaban yang luar biasa. Mengapa? Mari kita refleksikan bersama!
Jika kita menilik sejarah, maka Papua telah melewati lompatan peradaban, sebagai berikut: 1) masa purbakala (zaman batu); 2) Masa masuknya zending (Ottow dan Geissler), yang merupakan pertanda masa masuknya modernisasi; 3) Masa pemerintahan Hindia-Belanda, Jepang dan integrasi (NKRI); 4) Masa yang kita alami hari ini dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat.
Fakta bahwa sebagian besar wilayah Papua tidak mengalami masa-masa hidup dalam zaman kerajaan dan zaman transformasi industri. Jika kita cermati, ada ruang kosong bagi Papua dalam peradaban umat manusia di bumi, termasuk pada bangsa Indonesia, dimana Papua sebagian wilayahnya tidak mengecap masa peradaban kerajaan.
Ruang kosong peradaban Papua itu justru mempengaruhi pola hidup perkembangan sosial-budaya masyarakat Papua. Ruang kosong peradaban Papua yang penulis ingin paparkan adalah lompatan peradaban Papua yang sangat luar biasa dan spektakuler itu. Dan, itu merupakan lompatan suku bangsa yang sangat spektakuler.
Wajar bila kemudian muncul tuan-tuan atau raja-raja kecil di Tanah Papua yang disesuaikan dengan latar belakang budaya lokal. Ada daerah yang masih terisolir, sehingga sistem pelayanan pendidikan belum optimal, terjadi urbanisasi manusia Papua tanpa pengetahuan cukup, sehingga menyebabkan terjadinya kemiskinan absolut, belum adanya kemampuan untuk mengelola lahan menjadi pertanian atau perkebunan yang berhektar-hektar, dan masih adanya sikap ketergantungan.
Hal yang perlu digaris bawahi bahwa Papua mengalami lompatan zaman yang begitu luar biasa, sehingga dalam banyak hal diperlukan penyesuaian.
Jadi, tidak heran jika hari ini kita harus melangkah lebih cepat, untuk mengejar ketertinggalan itu, guna beradaptasi dengan tuntutan global.
Walaupun adanya ruang kosong peradaban Papua yakni tidak masuknya orang Papua pada sekian besar wilayah Papua pada suatu kerajaan yang berjaya pada sama silam dan masa peradaban transformasi industri, Papua secara menyeluruh didorong paksa untuk mengecap calistung (baca, tulis, berhitung), teknologi dengan meninggalkan teknologi zaman batu karena masuknya Injil di Tanah Papua.
Tidak adanya candi atau arca dan semacamnya menunjukkan bahwa Papua tidak pernah di bawah salah kerajaan kuat di masa lalu. Demikian juga, dengan teknologi transformasi industri–terbukti tidak adanya perusahaan di Tanah Papua pada masa silam berkenaan dengan pertumbuhan industri di Eropa.
Seperti bangsa lain, dihadiri oleh penyebar agama. Di Indonesia adanya penyebaran agama Hindu-Budha, Islam, dan Kristen (Katolik dan Protestan), di Tanah Papua mendapat kunjungan dari pemberitaan Injil, yaitu misionaris sebagai tanda masuknya modernisasi.
Adanya peralihan penggunaan teknologi zaman batu kepada penggunaan alat modern akibat dari transformasi industri di Eropa yang berdampak secara global, adanya perubahan budaya zaman batu ihwal penggunaan hasil-hasil industri atau barang modern.
Pemberitaan Injil membuka cakrawala berpikir manusia dan suku bangsa Papua, untuk menyesuaikan diri dengan dunia modern, tandanya pakaian mulai dibagikan dan digunakan, adanya penggunaan teknologi modern, misalnya, pembuatan garam, panci, kuali, batu tulis, kertas, baca Alkitab, mendirikan bangunan modern (semi permanen dan bentuk lain yang diajarkan), dan berbagai bentuk teknologi modern mulai digunakan.
Walaupun terbatas, misionaris melayani OAP (orang asli Papua), dengan adanya sistem pendidikan (belajar-mengajar) berpola asrama dan pola belajar-mengajar dengan metode praktek presentasi besar dari teori yang diterima.
Injil mengubah peradaban hidup orang Papua.
Perlu adanya kesadaran berbangsa dan bernegara. Artinya, setiap individu yang hidup dan terikat dalam aturan negara harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasi keikhlasan/kerelaan, untuk bertindak demi kejayaan bangsa dan negara.
Papua berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga butuh kesadaran kolektif dalam perspektif berbangsa dan bernegara, yang tumbuh pada setiap warga negara, untuk melihat bangsa Papua sebagai bagian dari warga negara Indonesia, yang hadir bersama-sama dalam bingkai NKRI.
Kesadarannya seperti apa? Penulis, menawarkan tujuh catatan kritis sebagai berikut:
Pertama, kita harus pahami bahwa Papua tidak mengalami hidup di masa kerajaan dan industri. Sehingga ada ruang kosong peradaban bagi Papua. Ruang kosong itu mempengaruhi peradaban manusia secara utuh;
Kedua, kita harus pahami bahwa belum adanya kesiapan secara kolektif dalam rangka kebijakan umum dan perkembangan zaman hari ini;
Ketiga, kita harus pahami, dan penulis juga ingin mengimbau agar kita mau mengubah sudut pandang tentang Papua; 1) Berpikir positif (positive thinking) untuk OAP; 2) Jangan sesumbar dengan mengukur OAP yang hari ini dianggap belum menguasai IPTEK atau berkompetensi di bidang tertentu, lalu menghubungkan hal itu dengan menggeneralisasi seluruh OAP, bahwa OAP tidak bisa, tertinggal, belum pantas, dan ujaran diskriminatif lainnya;
Keempat, kita harus pahami bahwa orang Papua sebagai warga negara punya hak yang sama untuk hidup dan menikmati dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai kemampuannya;
Kelima, kita harus pahami bahwa orang Papua sebagai warga negara punya hak yang sama, tetapi masih berada dalam kondisi geografis yang sulit;
Keenam, kita harus pahami bahwa orang Papua sebagai warga negara punya hak yang sama, sehingga perlu adanya intervensi pemerintah dalam pemenuhan hak hidup, perhatian terhadap gizi ibu hamil dan anak, perhatian generasi usia sekolah, pengadaan rumah sehat, pengadaan air dan listrik, pengadaan jalan jembatan, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang terpadu di daerah terluar atau perkampungan tertentu;
Ketujuh, negara (pemerintah) harus memahami bahwa orang Papua di Tanah Papua sebagai warga negara yang mengalami lompatan peradaban, sedangkan saudara-saudara lain di pulau lain tidak mengalami lompatan peradaban.
Peradaban mereka berjalan sesuai perkembangannya dan sangat teratur, sehingga harus dipahami bahwa perlakuan terhadap Papua harus berbeda dan signifikan.
Papua berbangga, karena Papua adalah salah satu suku bangsa yang unik di bumi dan menjadi bagian dari suku bangsa lain di dunia. Meskipun kita sedang dihadapkan dengan sejumlah tantangan dan masalah, kita harus tetap semangat untuk membangkitkan energi positif untuk beradaptasi dengan tantangan zaman ini.
Oleh karena itu, OAP harus optimistis dalam menghadapi berbagai tantangan zaman ini. Hadapi dan tetap yakin Allah bersama kita untuk menaklukkan tantangan.
Ingat bahwa orang Papua bukan produk gagal. Telah terbukti, bahwa orang Papua juga berkontribusi dalam pembangunan nasional dan Tanah Papua. Hal itu membangkitkan semangat dan mendorong kita memahami dan tetap bersikap positif, bahwa orang Papua bisa menghadapi tantangan apapun.
Walaupun belum signifikan, Papua telah menghadirkan orang-orang hebat di masanya, seperti perempuan-perempuan Papua yang dipersunting suku lain, yang melahirkan keturunan yang unggul. Tokoh-tokoh Papua juga ada yang berhasil sebagai pejabat negara sekelas menteri dan duta besar.
Munculnya generasi Papua yang jenius seperti George Saa dan beberapa rekan lainnya juga membuktikan bahwa orang Papua adalah manusia yang mampu bersaing dan berkarya bagi dunia dan negara ini.
Sudah saatnya kita berpikir sebagai suku bangsa yang produktif dan adaptif dalam menghadapi tantangan global, profesional dalam bekerja, unjuk kompetensi, dan aktif dalam mengikuti dinamika yang berkembang. Jika Barack Obama dapat menjadi Presiden Amerika Serikat, maka bukan mustahil suatu saat OAP juga memimpin Indonesia. (*)
Penulis adalah Kepala Kesbangpol Kabupaten Tolikara, Papua