Jakarta, Jubi – Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada Jumat (27/5) pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buya dikenang sebagai tokoh yang sederhana yang mendedikasikan untuk umat dan bangsa.
“Beliau seorang tokoh yang tidak pernah mengenal istilah lelah untuk berpikir dan berbuat bagi umat dan bangsanya sehingga banyak orang yang memberinya gelar Bapak Bangsa,” kata Ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, dikutip Antara, Jum’at (27/5/2022).
Anwar mengatakan Buya patut disandangkan sebagai bapak bangsa karena hari-harinya diisi untuk kepentingan umat dan bangsa.
“Buya Syafii adalah sosok yang dikenal tidak haus dengan harta dan kekuasaan,” kata Anwar menambahkan.
Menurut Anwar, kesederhanaan hidup Buya Syafii kerap membuat terkejut orang-orang yang berhadapan dengannya. “Banyak tokoh yang dekat dengan beliau mengingatkan siapa saja yang ingin bertemu dengan beliau, jangan coba-coba untuk merayu beliau dengan uang dan kemewahan. Barang siapa yang mencoba-coba melakukannya pasti akan kena semprot dari beliau,” katanya.
Nilai-nilai ajaran agama sangat mewarnai sikap dan kepribadian Buya Syafii.
Anwar mencontohkan jika melihat sesuatu kebenaran maka tidak takut untuk menentang arus. Apa yang dianggapnya benar, ya disampaikan-nya dan kalau dia melihat ada sesuatu yang salah, maka akan dikritik dan diluruskan.
Kabar wafatnya guru bangsa Buya Syafi’I Ma’arif juga menimbulkan kesedihan dan kehilangan mendalam dirasakan oleh banyak pihak. Salah satunya Keuskupan Agung Semarang sekaligus Pastor Kepala Paroki Kumetiran, Yohanes Dwi Harsanto Pr atau Romo Santo yang menyampaikan duka cita dari umat Katolik.
Romo Santo mengenang Buya Syafi’i sebagai pendamai yang teduh. “Bagi saya Buya itu pendamai, hatinya damai dan teduh. Kata-katanya itu sungguh membuat kita tenteram dan teguh dalam mengupayakan kedamaian dan hidup bersama yang rukun,” kata Romo Santo.
Romo Santo menganggap almarhum Buya Syafi’I sebagai sosok yang telah meraih keluhuran spiritual. Ia mengisahkan saat Gereja Santa Lidwina Stasi Bedog diserang teroris pada tahun 2018. Saat itu Buya Syafii adalah tokoh pertama yang hadir di lokasi untuk menenangkan umat Katolik.
“Beliau mendahului saya, saya masih tugas di tempat lain. Beliau mendahului saya untuk datang dan beliau naik sepeda (kayuh) dan langsung memberi konferensi pers yang sudah datang saat itu bahwa ini teroris, kita jangan mau dipecah belah. Dan beliau juga mengungkapkan bahwa kita mesti komunikasi satu sama lain,” kenang Romo Santo .
Di saat terbaring lemah karena sakit dan dirawat di RS PKU Muhammadiyah, kata Romo Santo Buya Syafi’I juga masih menyempatkan diri untuk mengirimkan ucapan selamat hari raya Natal. Romo Santo pun berpesan agar generasi muda Indonesia melanjutkan cita-cita perdamaian yang diperjuangkan oleh Buya Syafi’I Ma’arif.
“Kita berusaha satu sama lain dan bekerjasama melanjutkan cita-cita Buya Syafi’I Ma’arif, yaitu damai. Yang muda-muda khususnya melanjutkan cita-cita almarhum untuk berkomunikasi satu sama lain untuk membangun perdamaian, peradaban yang lebih baik di Indonesia ini,” katanya. (*)
(Antara, Muhammadiyah.or.id)
Discussion about this post