Jayapura, Jubi – Komando Daerah Militer atau Kodam XVII/Cenderawasih membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi. Hal itu disampaikan Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Candra Kurniawan di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (30/1/2025).
“Sebagai wujud keseriusan pengusutan kasus ini, Kodam XVII/Cenderawasih membentuk tim investigasi,” katanya.
Pada 16 Oktober 2024 sekitar pukul 03.15 WP, dua pelaku melakukan pelemparan molotov ke Kantor Redaksi Jubi di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Papua. Dua mobil operasional Jubi rusak karena terbakar molotov menyebabkan taksiran kerugian Rp300 juta.
Di lokasi, polisi menemukan serpihan pecahan botol kaca yang diduga bom molotov dan bekas keset kain perca yang diduga dijadikan sumbu. Pelemparan molotov itu dilaporkan kepada Kepolisian Daerah Papua dengan nomor laporan polisi:LP/B/128/X/2024/SPKT/Polda Papua. Laporan itu dicatat sebagai laporan dugaan tindak pidana dengan sengaja menimbulkan kebakaran, sebagaimana dimaksud Pasal 180 jo Pasal 55 KUHP.
Pada 22 Januari 2025, Penyidik Polda Papua melimpahkan berkas perkara kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi ke Detasemen Polisi Militer atau Denpomdam XVII/Cenderawasih. Pelimpahan berkas perkara itu tertuang dalam SP2HP Nomor: B/25/1/RES.1.13./2025/Ditreskrimum tertanggal 23 Januari 2025.
Candra mengatakan tim investigasi itu terdiri atas staf intelijen, Polisi Militer Kodam XVII/Cenderawasih, dan Hukum Kodam XVII/Cenderawasih. Candra mengatakan pembentukan tim investigasi sebagai upaya untuk mengungkap pelaku pelemparan bom molotov ke Kantor Redaksi Jubi tersebut.
“Tim investigasi ini telah bekerja melakukan penelusuran atau investigasi,” ujar Candra dalam keterangan tertulis yang diterima Jubi, Kamis (30/1/2024).
Tim investigasi, kata Candra, telah melakukan permintaan keterangan saksi dari warga sipil. Tim investigasi itu juga menghadirkan empat orang anggota [TNI] untuk diidentifikasi langsung oleh saksi, salah satunya berinisial W.
“Tim investigasi menghadapkan empat orang anggota di mana salah satunya berinisial W untuk dikenali oleh saksi. Empat orang anggota berada di luar ruangan yang jarak dari saksi sekitar empat meter dibatasi kaca dan anggota tidak mengetahui bahwa ada orang di dalam ruangan,” katanya.
Candra mengatakan salah satu saksi mengakui belum pernah bertemu langsung dengan inisial W yang menurut saksi adalah salah satu pelaku. Namun saksi mengakui hanya mengenal wajah W saat live di media sosial TikTok.
“Namun saksi tidak dapat menunjuk yang mana W. Bagaimana mungkin saksi bisa meyakini salah satu pelaku adalah W padahal saat kejadian kondisi gelap (dini hari), bahkan informasi yang beredar bahwa pelaku memakai helm bermasker, dan jarak dari saksi sekitar 110 meter,” ujarnya.
Candra mengatakan permintaan keterangan dari salah satu saksi masih akan berlanjut oleh tim investigasi. Namun, saksi yang akan dimintai keterangan itu telah pergi meninggalkan Jayapura.
Candra mengatakan tim investigasi akan terus melakukan penelusuran meski diperoleh informasi saksi tersebut telah meninggalkan Jayapura.
“Jika benar informasi ini bahwa saksi tersebut dengan cepat meninggalkan Jayapura, maka sangat disesalkan karena tim investigasi menjadikan ini sebagai atensi, khususnya merespon tuduhan-tuduhan sepihak. Sepatutnya demi membuat jelas transparan, seharusnya para saksi tidak menghindar pergi agar integritas saksi tetap terjaga untuk memastikan bahwa saksi tidak diintervensi dan tidak ada rekayasa kasus,” ujarnya.
Candra mengatakan saksi lainnya yang berprofesi sebagai penjual minuman keras juga telah diminta keterangan oleh tim investigasi. Menurut Candra keterangan yang diperoleh pun menunjukkan inkonsisten tidak seperti keterangan semula.
“Saksi tidak dapat meyakinkan mana para pelaku, bahkan tidak mengenal para prajurit tersebut. Jadi keterangan Saksi sangat meragukan, sehingga dari sisi hukum pun tidak dapat dijadikan pijakan. Kesaksian para Saksi meragukan karena seorang saksi harus benar-benar menyaksikan dengan benar pelaku dan kejadian. Saksi harus ada di tempat saat kejadian, saksi harus melihat, mendengar, dan menyaksikan dengan benar,” katanya.
Pemimpin Redaksi Jubi Jean Bisay berharap tim investigasi Kodam XVII/Cenderawasih bekerja secara profesional dan transparan. Bisay juga berharap hasil investigasi kasus teror bom molotov Jubi disampaikan secara terbuka.
Agar pelaku teror bom molotov harus diproses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak ada yang ditutupi-tutupi,” kata Bisay.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Pers Ade Wahyudin di Jakarta pada (25/1/2025) mengatakan Denpomdam XVII/Cenderawasih harus secepatnya mengungkap kasus pelemparan bom molotov di Kantor Redaksi Jubi.
“Transparansi proses hukum sangat penting untuk membuktikan bahwa proses hukum berjalan secara adil, siapapun pelakunya harus disanksi dengan tegas,” katanya. (*)
Untuk melihat lebih banyak content JUBI TV, click here!