Jayapura, Jubi – Kepala SMP Negeri 2 Jayapura, Dorthea Carolien Enok mengatakan muatan lokal bahasa daerah kepada peserta didik agar mencetak generasi berbudaya.
“Bagian ini penting karena akan ada perpaduan bahwa anak-anak diajak atau diajar untuk memahami nilai budaya itu secara baik,” ujar Carolien Enok di Grand Abe Hotel Jayapura, Jumat (4/8/2023).
Muatan lokal bahasa daerah, lanjut Carolien Enok, mengajak anak-anak sejak dini untuk memahami nilai-nilai budaya dari bangsa Indonesia yang dikenal dengan berbagai jenis dan ragam kebudayaan.
“Kami juga berada di wilayah Kota Jayapura yang terdiri dari berbagai suku, dan juga ada perbatasan dengan wilayah Sentani atau Kabupaten Jayapura,” ujarnya.
Dikatakan Carolien Enok, hal ini akan menjadi cerita bagi mereka bahwa yang pernah mengalami situasi pembelajaran dengan menggunakan bahasa daerah.
“Karena akan menjadi modal bagi dia, dan dia tidak akan melupakan budayanya dan nilai yang tertanam sejak dulu,” ujarnya.
Carolien Enok berharap muatan lokal bahasa daerah dapat dilakukan untuk menyelamatkan bahasa daerah, dan menyelematkan generasi muda agar memiliki budaya sebagai identitas diri yang harus terus dijaga dan dilestarikan.
“Kami sementara juga menunggu kalau memang ada kriteria khusus dari Dinas Pendidikan, kami menggunakan bahasa Tobati atau bahasa Sentani. Mungkin itu bisa dipadukan agar bisa mengenalkannya kepada anak-anak tentang bahasa daerah,” jelasnya.
Widya Bahasa di Balai Bahasa Papua, Antonius Maturbongs mengatakan bahasa daerah masuk muatan lokal di setiap satuan pendidikan agar tidak punah, dan menjadi alat komunikasi dalam aktivitas sehari-hari agar peserta didik menjadi fasih.
“Anak-anak di Kota Jayapura sekarang sudah sangat jarang ditemui menggunakan bahasa daerah, baik dalam keluarganya maupun dalam lingkungan masyarakat. Artinya, bahasa daerah bukan lagi kebutuhan, untuk itu perlu diangkat kembali salah satunya melalui proses belajar mengajar di sekolah,” ujarnya.
Antonius berharap pembelajaran muatan lokal di setiap satuan pendidikan. “Yang mengajar bisa tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemuda yang betul-betul paham dengan bahasa daerah atau guru-guru yang sudah pensiun bisa dikontrak kembali oleh Dinas Pendidikan, untuk mengajarkan bahasa daerah sebagai muatan lokal di pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi,” ujarnya. (*)