Jayapura, Jubi – Istilah-istilah miring yang sebagian masih umum menempel di telinga masyarakat menjadi halangan berat bagi kehidupan orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.
“Kondisi inilah yang membuat ODGJ semakin tersisih di masyarakat, padahal mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup bersosialisasi bahkan berorganisasi,” ujar Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura, Djong Makanuay di Kantor Wali Kota Jayapura, Jumat (13/10/2023).
Ditambah lagi, pandangan warga bahkan orang-orang terdekat tentang kondisi yang bersangkutan, menambah berat beban yang dipikul oleh ODGJ.
“Untuk itu, diperlukan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama bertanggung jawab dalam penanganan yang tepat dan pendampingan secara intens oleh keluarga dan masyarakat. Itulah yang dibutuhkan,” ujarnya.
Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Sosial bertanggung jawab mendata orang gila di Kota Jayapura, dengan program rutin setiap tahun dalam penanganan ODGJ.
“Angkanya variabel, ada puluhan. Rata-rata dari luar Kota Jayapura, namun dari sisi kemanusiaan kami tetap kami tangani. Kami siapkan anggaran sebesar Rp 132 juta melalui APBD Perubahan tahun 2023 untuk pendataan dan rehabilitasi,” ujarnya.
Makanuay mengaku, kesulitan ODGJ setelah dirawat di rumah sakit jiwa, keluarganya tidak ada yang mengakui. Hal ini menjadi kendala dalam penanganan ODGJ.
“Jadi, setelah keluar dari rumah sakit jiwa dalam kondisi sudah baik, namun saat kembali ke keluarga, keluarga tidak ada yang mau mengaku. Ini yang bikin kami juga bingung. Untuk itu tanggung jawab bersama-sama dalam penanganan bisa berkelanjutan,” ujarnya.
Makanuay berharap penanganan lintas sektor berkolaborasi dengan Rumah Sakit Jiwa, kepolisian, dan Satpol PP, dan pihak terkait termasuk keluarga dapat bejalan dengan baik dalam pelaksanaan penanganan ODGJ. (*)