Merauke, Jubi – Uskup Agung Merauke Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC mengecam tindakan oknum aparat keamanan di Kabupaten Merauke, Papua Selatan yang melakukan penganiayaan secara brutal kepada sejumlah warga di sana.
Sikap arogansi oknum aparat itu menyebabkan beberapa orang terluka serius dan bahkan satu di antaranya meninggal dunia.
Pada Kamis (23/1/2023) Jubi memberitakan kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota TNI AL atas nama Kld Mus Mario terhadap dua warga bernama Albertus Kaize dan Daniel Kaize di Pos Lantamal XI di Distrik Ilwayab pada Selasa (21/2/2023).
Akibat tindakan itu, Albertus Kaize, berusia 32 tahun dilaporkan meninggal dunia. Sementara sang adik (Daniel Kaize) dilaporkan mengalami luka serius di sekujur tubuhnya.
Di hari yang sama media ini juga memberitakan dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh dua anggota Brimob terhadap Lamek Nauseni Wayoken di Kampung Maam, Distrik Ngguti pada Sabtu (4/2/2023) lalu. Akibat penganiayaan itu pria berusia 45 tahun ini mengalami memar pada mata kanan, dan kini masih dalam perawatan.
“Kalau ini memang benar terjadi bahwa ada orang yang diperlakukan dengan keras, biadab dan brutal, itu tidak peduli orang papua atau non papua. Kalau terjadi begitu, yang melaksanakan kekerasan itu biadab. Tidak peduli dia tentara, dia polisi (pelaku), karena ini melawan kemanusiaan,” tegas Uskup Agung Merauke Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC kepada wartawan, Jumat (24/2/2023).
Uskup Mandagi menyatakan jika ada warga yang bermasalah sebaiknya aparat keamanan atau pihak-pihak terkait menempuh jalur hukum. Aparat tidak dibenarkan melakukan kekerasan fisik, menyiksa bahkan mengakibatkan seseorang meregang nyawa.
“Tidak benar dengan kekerasan seperti tempeleng, tonjok, pukul atau siksa. Sekali lagi, kalau ini benar sungguh terjadi. Perbuatan biadab yang dilakukan oleh oknum aparat, di Ilwayab itu oknum AL dan di Maam itu oknum polisi, maka pelaku-pelaku itu harus ditangkap, harus diadili dan dihukum seberat-beratnya,” ujar dia.
Menurutnya, tindakan kekerasan oleh oknum aparat terhadap orang mabuk di Merauke sudah sering terjadi. Aparat keamanan justru harus mengamankan orang yang terlibat persoalan, bukan merusak manusia secara fisik walaupun yang bersangkutan salah. Aparat sebaiknya melakukan pendekatan kemanusiaan atau humanis kepada masyarakat.
“Ini (kasus penganiayaan) sudah saya nyatakan kepada Kapolres, dan sementara ditangani. Saya juga sudah berbicara langsung dengan tokoh masyarakat di sini, Johanes Gluba Gebze. Dan mungkin berita ini sudah sampai menurut John Gluba kepada KSAL dan juga kepada Kapolri agar ada penanganan terkait ini,” tuturnya.
Uskup Mandagi meminta agar otoritas negara harus cepat menangani dua kasus penganiayaan di Merauke itu, sehingga tidak meresahkan masyarakat di sana. Mengingat satu dari peristiwa tersebut diduga menyebabkan kematian seorang warga.
“Ini harus cepat ditangani, karena bisa meresahkan masyarakat Papua dan non Papua. Seenaknya membuat kekerasan, sampai juga dengan akibat orang terbunuh atau cacat. Ini tidak benar, tidak benar. Semoga ini yang terakhir terjadi di sini,” ucapnya.
Uskup Mandagi juga meminta agar pelaku-pelaku penganiayaan diadili dan dihukum seberat-beratnya, termasuk penanggung jawab (komandan) pada pos-pos pengamanan di mana peristiwa itu terjadi agar juga diganti atau dipecat.
“Pernyataan keras saya ini sebagai rasa cinta saya kepada masyarakat baik Papua maupun non Papua. Secara khusus tentu saja orang Papua, karena kenyataannya yang diperlakukan secara kasar terlebih orang Papua. Karena itu kenapa orang Papua ada rasa kebencian misalnya, lalu seperti berjuang untuk merdeka,” tutup Uskup Merauke. (*)