Wamena, Jubi – Puluhan mahasiswa, pemuda, dan masyarakat Wouma dan Walesi di Kabupaten Jayawijaya, mendatangi Kantor Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dan melakukan aksi pemalangan di jalan masuk kantor tersebut, pada Kamis (27/7/2023) siang.
Aksi ini akibat adanya aktivitas pengukuran lokasi rencana pembangunan pusat pemerintahan Provinsi Papua Pegunungan atau Kantor Gubernur, di wilayah tanah adat milik masyarakat Wouma dan Walesi yang dilakukan oleh pihak Pemprov Papua Pegunungan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua.
Koordinator aksi sekaligus tokoh pemuda dari wilayah adat Wouma, Emanuel Ikinea, mengatakan tujuan aksi untuk menuntut kepada pemerintah bahwa sebelum ada penyelesaian dan kesepakatan bersama antara pihak pro dan kontra, tidak boleh ada aktivitas pengukuran lokasi maupun pembongkaran lahan di atas tanah adat milik masyakat Wouma dan Walesi.
“Kami minta kepada pihak Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dalam hal ini Pj Gubernur Nikolaus Kondomo, yang menganggap pihak kontra yang selama ini melakukan aksi penolakan dan palang jalan itu bukan orang asli Wouma, maka kami tuntut dan minta Pj Gubernur segera hadirkan dan datangkan orang yang dimaksud itu siapa, kita akan buktikan bersama di sini,” katanya.
Menurutnya, karena aktivitas pembongkaran lahan itu sampai saat ini mama-mama dari wilayah Wouma yang berkebun dan mencari makan sehari-hari di lahan itu, tidak bisa lagi mengambil tanaman ubi, jagung, keladi dan sayur-sayuran mereka karena semuanya dihancurkan oleh buldoser yang dijaga oleh pihak aparat keamanan TNI/Polri.
“Mama dorang ini mau cari makan di mana sudah bingung, dan sampai saat ini belum ada kejelasan nasib mereka seperti apa dan ganti ruginya seperti apa, itu pun tidak ada kepastian dari pihak Pemprov Papua Pegunungan,” katanya.
Sesuai kesepakatan awal bersama Asisten II dan Pj Sekda Papua Pegunungan Sumule Tumbo beberapa waktu lalu, bahwa pembangunan Kantor Gubernur di wilayah adat Wouma dan Walesi akan dilaksanakan setelah ada pertemuan bersama pihak pro dan kontra. Namun nyatanya secara diam-diam hari ini ada aktivitas pengukuran lokasi pembangunan Kantor Gubernur tanpa ada pemberitahuan maupun kesepakatan bersama antara pihak pro dan kontra, sesuai yang dijanjikan sebelumnya.
“Maka tadi pagi kami sudah komunikasi ke pihak pemprov melalui sambungan telepon seluler, tetapi pihak mereka menjawab untuk tanah wilayah adat Wouma di-pending dan saat ini mereka melakukan pengukuran tanah dari wilayah Walesi. Tapi itu menurut kami tidak bisa, karena belum ada kesepakatan bersama antara pihak pro dan kontra baik dari masyarakat Wouma maupun Walesi bersama Pemprov Papua Pegunungan,” katanya.
Bonny Lani perwakilan tokoh pemuda dari wilayah adat Walesi mengatakan masalah lokasi ini, mereka yang melakukan penolakan bukan hanya dari masyarakat Wouma tapi juga dari Walesi.
“Kami sudah buat laporan pengaduan ke Komnas HAM, Ombudsman di Jakarta, LBH di Jayapura, dan Aliansi Demokrasi untuk Papua di Jayapura, kami sedang menunggu surat penandatanganan berita acara, habis itu kami mau gugat,” katanya.
Lanjutnya, pihaknya akan menggugat Wakil Menteri Dalam Negeri dalam hal ini Jhon Wempi Wetipo dan Pj Gubernur Provinsi Papua Pegunungan Nikolaus Kondomo. “Kami gugat kedua orang pejabat ini dulu, karena kami ingin tahu orang yang awal serahkan tanah adat Walesi di daerah Iluagec dan Mulinai ini sebenarnya siapa yang serahkan, kami ingin tahu orang yang awal ketemu Wamendagri untuk serahkan lokasi itu sebenarnya siapa, kita harus tahu orang itu dulu,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa antara pihak pro dan kontra belum ada keputusan bersama. “Proses ini harus diselesaikan dulu dan sebelum ada penyelesaian tidak boleh ada aktivitas atau kegiatan di lokasi rencana pembangunan Kantor Gubernur tersebut. Saya pekan depan ke Jayapura untuk tanda tangan berita acara gugutan terkait tanah ini,” katanya. (*)