Sentani, Jubi – Peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat ke-10 tahun di Kabupaten Jayapura dirayakan dengan berbagai kegiatan serta festival kuliner dan pementasan seni budaya, oleh masyarakat adat yang tersebar pada sembilan Dewan Adat Suku di Kabupaten Jayapura.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayapura, Maurits Frits Felle mengatakan selama 10 tahun kebangkitan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, namun keterlibatan masyarakat adat dalam program pembangunan sangat minim, bahkan hampir tidak tampak.
“Apa yang dicetuskan oleh Bapak Mathius Awoitauw, 24 oktober 2013 lalu merupakan hal yang sangat positif dan penting untuk ditindaklanjuti,” ujar Maurits saat dihubungi melalui saluran telepon di Sentani, Rabu (25/10/2023).
Menurutnya, dalam masa kepemimpinan Bupati Mathius Awoitauw selama 10 tahun, beliau sangat intens menyuarakan dan mengurus seluruh hak-hak masyarakat adat di daerah ini. Buktinya, ada Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) yang bertugas melakukan pemetaan wilayah adat, dan ada sejumlah kampung yang telah mendapat nomor registrasi Kampung Adat.
“Selama sepuluh tahun, Pak Mathius jalan sendiri. Tidak ada kader yang dipersiapkan untuk melanjutkan apa yang sudah dicetuskan sejak 2013 lalu,” katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah dalam menjalankan seluruh program pembangunan tidak begitu memperhatikan masyarakat adat. Keterlibatan masyarakat adat sangat minim, padahal merekalah yang memiliki seluruh potensi sumber daya alam.
“Selama sepuluh tahun, apa dampak positif atau hal baru yang dimiliki oleh masyarakat adat. Berapa rumah adat yang terbangun, berapa hutan masyarakat adat yang diakui oleh negara atas kepemilikan masyarakat adat, berapa anak-anak muda dan generasi emas yang diberdayakan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan bidang lainnya? Hal-hal ini penting bagi masyarakat adat,” katanya.
Walau demikian, ia juga mengaku, eksistensi dan keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Jayapura masih ada dan akan terus ada selama-lamanya. Secara khusus pada LMA Kabupaten Jayapura dalam program kerja ke depan, ada sejumlah fasilitas publik yang akan dipersiapkan bagi masyarakat adat.
“Sebagai wadah koordinasi, komunikatif dengan berbagai pihak, terutama pihak pemerintah daerah. Bagi masyarakat adat di Lembah Grimenawa akan dibangun sebuah rumah sakit internasional yang nantinya melayani seluruh masyarakat,” katanya. (*)