Papua No. 1 News Portal | Jubi
Ankara, Jubi – Presiden Turki Tayyip Erdogan berencana mengunjungi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky sebagai langkah mediator meredakan ketegangan dengan Rusia. Pejabat Turki dikutip Antara dari Reuters, mengatakan kunjungan Erdogan sebagai sikap Turki tidak memihak sisi mana pun dalam krisis itu. Negaranya berharap ketegangan akan mereda setelah pertemuan tersebut di Kyiv.
Tercatat, pada Rabu (2/2/2022) kedua pemerintah negara itu mengatakan akan menandatangani perjanjian perdagangan bebas dan kesepakatan lainnya. Rusia telah membantah rencana untuk menyerang Ukraina di tengah kekhawatiran banyak negara Barat atas pengerahan lebih dari 100 ribu tentara dekat perbatasan, tetapi telah menuntut jaminan keamanan dari Barat.
Baca juga : Kanada sebut agresi Rusia terhadap ukraina tak dapat diterima
Biden peringatkan putin soal sengketa dengan Ukraina
Rusia dan Cina hari ini diagendakan pembicaraan sikap agresif AS dan NATO
Kunjungan Erdogan menyusul kunjungan para pemimpin anggota NATO, yakni Inggris, Polandia, dan Belanda ke Kyiv di tengah kebuntuan. Turki telah menjalin hubungan baik dengan pemerintah Ukraina dan Rusia tetapi akan melakukan apa yang diperlukan sebagai anggota NATO jika Rusia menyerang.
Pada November 2021, Turki menawarkan untuk membantu meredakan tegangan yang meningkat dan bulan lalu sumber diplomatik Turki mengatakan baik Rusia maupun Ukraina terbuka terhadap gagasan itu.
Secara terpisah, pejabat anonim Turki mengatakan Erdogan akan meminta kedua belah pihak untuk menahan diri dan menambahkan bahwa Turki ingin melanjutkan kerja samanya dengan kedua negara yang sangat penting itu.
“Pendekatan Turki, yakni tidak memihak satu sisi atau membela terhadap satu negara dalam ketegangan itu,” kata pejabat tersebut.
Dengan inisiasi Erdogan dan dengan beberapa pesan yang ia akan sampaikan yang diharapkan meredakan ketegangan.
Turki, Ukraina dan Rusia dipisahkan oleh Laut Hitam. Erdogan telah mengatakan konflik tidak akan dapat diterima di wilayah itu dan memperingatkan Rusia bahwa serangan tidak lah bijaksana.
Sementara menjalin kerja sama dengan Rusia di bidang pertahanan dan energi, Turki telah menentang kebijakan pemerintahan Rusia di Suriah dan Libya serta aneksasi atas semenanjung Krimea pada 2014.
Negara itu juga menjual pesawat nirawak (drone) yang canggih kepada Ukraina dan meneken kesepakatan untuk memproduksi lebih banyak di dekat Kyiv yang menyulut kemarahan Rusia. (*)
Editor : Edi Faisol
Discussion about this post