Jayapura, Jubi – Masyarakat Knasaimos telah mengajukan pengakuan masyarakat adat kepada Panitia Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan.
Dengan busana adat, mereka menemui Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sorong Selatan, Dance Nauw, yang juga menjabat Ketua Panitia Masyarakat Hukum Adat (MHA), di rumah dinasnya, Selasa (28/11/2023).
Ikut serta dalam rombongan ini perwakilan marga-marga yang berada di Knasaimos, pengurus Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Knasaimos, serta perwakilan Bentara Papua dan Greenpeace Indonesia.
Ketua DPMA Knasaimos, Fredrik Sagisolo, meminta Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan segera menerbitkan surat keputusan dan pengakuan atas wilayah hukum adat Knasaimos.
โKami ingin wilayah adat Knasaimos diakui secara hukum. Kami sudah lama berjuang mempertahankan wilayah adat dari kebijakan pemerintah yang tidak melibatkan kami sebagai pemilik hak ulayat. Transmigrasi, penebangan kayu, hingga sawit. Besar harapan kami, wilayah adat ini diakui secara hukum oleh pemerintah,โ ujar Fredrik melalui keterangan pers yang diterima Jubi pada Rabu (29/11/2023).
Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan sebelumnya menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat. Perda ini membuka peluang untuk pengakuan kedudukan masyarakat adat di Sorong Selatan serta wilayah adat mereka.
Mekanismenya, masyarakat adat di Sorong Selatan mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati Sorong Selatan melalui Panitia MHA. Pada Juli lalu, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan juga telah membentuk Panitia MHA yang bertugas melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap pengajuan pengakuan dari masyarakat adat.
Dalam permohonan pengakuan ke Panitia MHA, masyarakat adat Knasaimos membawa sejumlah dokumen, seperti hasil pemetaan partisipatif wilayah adat Knasaimos, dokumen lembaga DPMA Knasaimos, dan data sosial yang sesuai diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2023.
โKami berharap pemerintah daerah benar-benar merealisasikan peraturan daerah yang ada tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat ini, dengan segera mengesahkan wilayah adat Knasaimos. Selain Perda Nomor 3 Tahun 2023, Pemerintah Provinsi Papua Barat sebelumnya juga sudah menerbitkan Perdasus Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman, Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat,โ kata Syafril, dari Bentara Papua.
Masyarakat adat Knasaimos yang merujuk singkatan nama sub suku di bawah suku Tehit meliputi 52 marga, dengan wilayah adat seluasย 97.441,55 hektare.
Mereka sudah melakukan pemetaan partisipatif sejak tahun 2009, sebagai bagian dari upaya mempertahankan hutan adat dari ekspansi perkebunan sawit dan bubur kertas.
Pada 2014, masyarakat adat Knasaimos mendapatkan surat keputusan penetapan hutan desa dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, disusul hak kelola hutan desa tiga tahun kemudian.
โMasyarakat adat Knasaimos dan masyarakat adat lain di berbagai tempat sudah membuktikan bagaimana mereka dapat menjaga hutan dan keanekaragaman hayati. Kontribusi masyarakat adat sangat besar dalam menahan laju kenaikan suhu bumi di tengah krisis iklim saat ini. Pemerintah Indonesia sudah seharusnya mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat,โ kata Amos Sumbung, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. (*)