Manokwari, Jubi – Laporan dugaan pelecehan seksual yang dialamatkan kepada LI salah seorang pejabat di Pemerintah Provinsi Papua Barat saat ini telah ditingkatkan ke penyidikan, meski demikian status LI masih sebatas saksi.
Kuasa Hukum LI, Hendri Piter Poae meminta agar semua pihak terutama pelapor dan media jangan menghakimi kliennya.
“Sampai dengan saat ini terlapor sebagai klien kami belum ditetapkan sebagai tersangka, jadi kami tetap menghormati proses yang ada di Polda Papua Barat, kami juga meminta semua pihak, termasuk media dalam melakukan pemberitaan haruslah fair dan berimbang,” Hendri di Manokwari, Senin (26/6/2023).
Hendri menilai pemberitaan yang dilakukan oleh beberapa media sudah terlalu berlebihan.
“Bahkan terkesan media digunakan secara frontal untuk mendiskreditkan klien kami Pak LI. Harus diingat juga yang paling mendasar dalam penegakan hukum itu penghormatan hak-hak setiap orang, termasuk dalam hal ini klien kami,” tegasnya.
Dia menambahkan, terhadap pembuktian salah atau benar itu ruangnya di pengadilan.
“Jadi kami memohon, jangan akhirnya terhadap klien kami menjadi korban trial by the pers, yang seakan-akan beliau sudah divonis bersalah oleh media, semestinya sampai sekarang belum jelas terhadap delik apa yang dilaporkan serta disangkakan pada klien kami,” ujarnya.
Hendri juga menyebut bahwa pihaknya sementara mengumpulkan data dan bukti-bukti yang sedang dipelajari, dan akan mengambil upaya hukum bagi pihak-pihak yang terindikasi terlibat dan sudah berlebihan dalam kasus ini.
“Serta dalam pemberitaan yang sangat masif mendiskreditkan klien kami bahkan terhadap pelapor dan kuasa hukumnya, kami memberikan peringatan secara khusus, karena kami sudah mengumpulkan semua data-data yang berkaitan dengan pernyataan-pernyataan di media yang sangat menyudutkan serta merugikan klien kami,” tuturnya.
Kuasa Hukum CR Korban dugaan pelecehan seksual, Yulianto SH dikonfirmasi Selasa (27/6/2023) menegaskan kliennya tetap konsisten dengan proses hukum yang ia laporkan. Bahkan Ia saat ini mendampingi kliennya telah melaporkan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban – LPSK di Jakarta.
“Kemarin kita telah melaporkan ke LPSK dan oleh LPSK sudah melakukan tes psikologi terhadap korban, hal ini dilakukan karena ada upaya pengancaman terhadap korban,” kata Yulianto.
Yulianto juga mengingatkan akan memproses hukum pihak-pihak yang berupaya merintangi penyidikan laporan dugaan pelecehan seksual terhadap kliennya.
Sementara, Direktur Reserse Kriminal Umum Dirreskrimum Polda Papua Barat Kombes Pol Novi Jaya mengatakan, penanganan laporan dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh LI tersebut, saat ini penyidiknya telah membawa barang bukti untuk di uji di Laboratorium Forensik.
“Kita sedang mengirim barang bukti untuk di uji di Labfor berkaitan dengan percakapan melalui WhatsApp,” kata Kombes Novi Jaya, Senin (26/6/2023).
Dirkrimum juga menyebut bahwa pihaknya juga akan meminta keterangan saksi ahli untuk menjelaskan terkait dengan percakapan di handphone itu bukan rekayasa.
“Kita minta keterangan ahli berkaitan dengan percakapan di handphone itu apakah rekayasa atau bukan rekayasa, begitu juga nanti ahli bahasa kaitan dengan kalimat dan kata dalam percakapan di pesan Whatsaap, serta ahli pidana,” tuturnya.
Sebelumnya kata Dirkrimum, pihaknya telah meminta keterangan ahli psikologi untuk bagaimana melihat kondisi fisik (Korban) setelah kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut.
Disinggung mengenai sejumlah pihak mendorong laporan ini untuk dilakukan Restorative Justice atau RJ, menurut Dirkrimum Polda, bahwa RJ dilakukan jika memenuhi unsur.
“Ada syarat-syaratnya, syarat Materil dan Formil. Kalau syarat formil kedua bela pihak sudah melakukan perdamaian, namun syarat materil perkara ini tidak mengganggu ketertiban umum, kemudian menjadi perhatian publik,” ucapnya.
Sejauh ini kata Kombes Novi Jaya, korban atau pelapor tetap menginginkan untuk proses kasus dilanjutkan.
“Sampai saat ini komitmen korban atau pelapor dia menginginkan diteruskan,” katanya.
Dia juga membeberkan bahwa ada beberapa pihak yang meminta agar proses ini diselesaikan.
“Mereka ini kan orang-orang diluar yang berperkara. Ini kan masalah pribadi, jangan dikaitkan dengan masalah adat, apalagi sudah masuk ranah hukum,” tuturnya. (*)