Jayapura, Jubi – Festival Port Numbay yang digelar Dinas Pariwisata Kota Jayapura dan Masyarakat Kampung Yoka dan Waena mengangkat tradisi budaya yang sudah tenggelam.
Untuk mengangkat budaya Suku Sentani, grup Sanggar Tari Nauw Ngael Wla Nael asal Kampung Hebeibhulu Yoka membawakan satu tari bernama Tari Akhokoy yang dipentaskan pada acara pembukaan Festival Port Numbay yang digelar di Kampung Yoka, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Jumat (26/04/2024).
Ketua Sanggar Tari Nauw Ngael Wla Nael Yules Hendy Olua mengatakan Tari Akhokoy yang mereka angkat merupakan suatu tari penyambutan pejabat pemerintah, tokoh agama, maupun pejabat adat.
“Tari Akhokoy adalah tari tradisional atau tari budaya Suku Sentani yang bertempat tinggal dan hidup di pinggir Danau Sentani,” katanya.
Tari itu selain dimainkan untuk penyambutan tamu, juga dipentaskan pada acara-acara besar seperti acara adat, baik acara pelantikan Ondoafi dan peresmian rumah Ondoafi maupun acara kampung yang termasuk acara adat.
Ia menjelaskan Tari Akhokoy tidak menentukan berapa banyak jumlah orang, namun tergantung siapa saja yang mau ikut, baik anak-anak maupun orang tua.
“Terserah siapa saja kalau mau ikut, silahkan ikut, sampai mau 100 orang juga bisa,” katanya.
Yules Hendy Olua mengatakan Tari Akhokoy menggunakan alat musik tifa yang dimainkan laki-laki dan juga perempuan. Penarinya mengenakan pakaian adat dan aksesori seperti mahkota dari bulu ayam. Juga rumbai-rumbai menyerupai rok di pinggang dan di ujung pergelangan kaki. Sedangkan badan laki-laki dicat hitam dan oranye. Sedangkan tangan dan kaki perempuan, juga sebagian laki-laki, dihias dengan lukisan ornamen berwarna putih.
Pada festival ini, lanjut Yules Hendy Olua, tari yang diangkat di dalamnya memiliki makna dan arti yang sangat penting.
“Menampilkan tari ini melalui festival ini sangat penting, karena budaya yang ada di Kampung Yoka dan Waena yang sudah tenggelam betul di dalam dasar laut kami angkat dia naik ke permukaan supaya budaya ini dapat dipraktikkan generasi-generasi penerus kami,” ujarnya.
Ia juga mengatakan dari pihak adat, khususnya di Kampung Yoka sangat menyesal dengan adanya budaya modern yang menenggelamkan budaya tradisi orang asli Papua yang masuk mengacaukan budaya dan tatanan adat di Yoka. Menurutnya anak-anak kecil generasi yang baru tumbuh harus menjadi generasi penerus dari Yoka untuk membawa tari adat ke depannya.
“Tapi sekarang mereka lebih terjerumus ikut tari modern sesuai perkembangan zaman, akhirnya mereka terpengaruh, budaya kami sudah betul-betul punah,” katanya
Ia menjelaskan anak-anak di Kampung Yoka dihimpun dan dibentuk dalam satu grup tari yang diberi nama grup tari Sanggar Nauw Ngael Wila Nael dari kampung Hebei Bhulu Yoka.
“Generasi Kampung Yoka ini kami ada latih mereka agar supaya budaya ini tidak boleh punah. Bapak mau supaya pemerintah jeli melihat hal ini dalam hal mereka harus membuat sekolah bahasa ibu, harus ajar bahasa ibu kepada anak-anak kami supaya anak-anak kami tahu budaya dan berbahasa, selain tarian, jangan sampai ini betul-betul punah,” katanya
Tari Akhokoy, kata Yules Hendy Olua, juga mengangkat harkat dan martabat Ondoafi, kepala adat Kampung Hebei Bulu Yoka selaku kepala adat. Tarian yang diiringi lagu berbahasa tradisional Sentani itu pada hakikatnya memiliki makna mengangkat kebesaran Ondoafi yang dihormati masyarakatnya. Tarian ini juga bukan tarian sembarangan, tapi memiliki makna yang mendalam, karena termasuk tarian sakral yang mengajarkan nilai dan pedoman hidup bagi masyarakat.
Tarian ini sudah ada sejak dulu yang menceritakan kehidupan dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,” ujarnya.
Olua juga menjelaskan arti nama dari Sanggar Nauw Ngael Wla Nael yang memiliki arti tersendiri, yaitu Nauw artinya ‘timur’ dan Ngael Wla Nael yang artinya ‘masyarakat’. Orang adat di Kampung Yoka asalnya dari timur. Dan Yoka yang sebenarnya adalah ‘Yokha’ bukan ‘Yoka’. Yohka artinya ‘pusatnya ikan’.
“Dan di seluruh Danau Sentani ini pusatnya di Yokha, karena dulu ikan banyak sekali. Tapi sekarang sudah sedikit bergeser, orang Yoka asal atau leluhur mereka datang dari timur Papua Nugini, datang dan bertempat tinggal di Kampung Yokha,” katanya.
Nama Nauw Ngael Wla Nael merupakan nama dari asal manusia yang ada di Kampung Yokha yang berasal dari timur jauh di sana, itu yang mereka sebut ‘Nauw Ngael Wla Nael.
“Jadi lagu yang anak-anak kecil nyanyikan saat pentas itu judulnya ‘Karak’ yang menceritakan tentang asal kami dari timur Papua Nugini,” katanya. (*)
Discussion about this post