Jayapura, Jubi – Ketua Perkumpulan Pengacara HAM Papua Gustaf R.Kawer mengatakan, Majelis Hakim Pengadilan Militer III-14 Denpasar pada hari, selasa 5 September 2023 secara resmi membacakan putusan terhadap Terdakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim dari Kesatuan Yonif Raider 900/SBW. Kodam IX/Udayana, Bali dengan vonis lepas dari tuntutan hukum.
Menurut Kawer, vonis lepas itu merupakan wujud peradilan militer sebagai tempat impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM/kekerasan militer bagi masyarakat sipil.
Dia mengatakan, Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia sebagai Kuasa Hukum keluarga korban Eden Bebari dan Ronny Wandik, sangat berharap Oditur Militer melakukan upaya hukum dengan mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut.
Mahkamah Agung Republik Indonesia, menurutnya adalah benteng terakhir bagi keluarga korban dalam upaya mencari keadilan. “Mahkamah Agung setidaknya dapat membuktikan kepada keluarga korban dan rakyat Rapua, bahwa keadilan di republik ini masih ada, dengan vonis maksimal bagi Terdakwa Pratu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim,” katanya kepada Jubi melalui sambungan telepon selulernya, Rabu (6/9/2023).
Kawer mengatakan, Putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk.Dedy Darmawan, S.H, M.H (Ketua) dan Hakim Anggota Letnan Kolonel Chk Agustono, S.H., M.H (Anggota I), Kapten Chk (K) Dianing Lusiasukma (Anggota II) dari Pukul 17.00 WITA berakhir pada Pukul 19.00 WITA.
Kawer menilai putusan ini sangat berbeda jauh dengan dakwaan sebelumnya. Para Terdakwa Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim didakwa melakukan Pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik dengan dua dakwaan.
“Dakwaan Pertama: Pasal 338 KUHP Jo.Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, yakni, “Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain secara bersama-sama atau dakwaan kedua, Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 KUHP”, yakni, “Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang”.
“Dakwaan pertama ancaman hukumannya 15 Tahun sedangkan dakwaan kedua ancaman hukumannya 12 tahun,” katanya.
Kawer menyatakan, putusan ini juga berbeda dengan tuntutan Oditur yang menuntut Kedua Terdakwa Pembunuh Eden Bebari dan Ronny Wandik ini dengan Tuntutan Pidana 2 Tahun hukuman tambahan di pecat dari kesatuan.
Menurutnya, putusan “lepas dari tuntutan” merupakan suatu bentuk ketidakadilan, karena menuntut tanpa fakta-fakta persidangan dan rasa keadilan.
“Kami menilai, keputusan tersebut juga terdapat disparitas putusan terhadap pelaku lainnya yang juga terlibat dalam kasus pembunuhan Eden Bebari dan Ronny Wandik, yakni Letda Gabriel Bowie Wijaya dan Praka Sugihartono, dari Yonif 711/Rks dan Yonif 712/Wt yang telah divonis terlebih dahulu melalui Pengadilan Militer Manado.
Letda Gabriel Bowie Wijaya divonis 7 Tahun Penjara dan diberhentikan dari dinas militer, Praka Sugihartono 6 Tahun Penjara dan diberhentikan dari dinas militer,” katanya.
Kawer mengatakan, majelis dalam pertimbangannya terdapat Dissenting opinion antara Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk.Dedy Darmawan, S.H, M.H yang mempertimbangkan Sertu Vicentie De Oliviara dan Praka Bahari Muhrim, berdasarkan fakta-fakta persidangan. Menyatakan para terdakwa terbukti melakukan tindak pidana secara bersama-Sama melakukan pembunuhan terhadap Eden Bebari dan Ronny Wandik, dengan vonis terhadap Sertu Vicentie De Oliviara selama 1 Tahun 6 Bulan, sedangkan Praka Bahari Muhrim dengan vonis 1 Tahun.
“Padahal dalam Dakwaan Pertama: Pasal 338 KUHP Jo.Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, tanpa mencantumkan vonis tambahan seperti tuntutan Oditur yang menghendaki kedua Terdakwa di Pecat dari Kesatuannya, Vonis Ketua Majelis Hakim ini berbeda dengan Pertimbangan dari Kedua Hakim Anggota, yakni Letnan Kolonel Chk Agustono, S.H., M.H (Anggota I), Kapten Chk (K) Dianing Lusiasukma (Anggota II) yang dalam pertimbangannya menyatakan Terdakwa Terbukti melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Dakwaan Pertama: Pasal 338 KUHP Jo.Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” katanya.
Kawer mengatakan, perbuatan para terdakwa menurut Majelis Hakim dikategorikan sebagai “Pembelaan Terpaksa” yang menghapus elemen “Melawan Hukum” dari perbuatan orang yang membela dirinya.
“Kedua Majelis Hakim Anggota berpendapat Eden Bebari dan Ronny Wandik terlibat dalam Kelompok KKB dan saat kejadian terjadi tembak menembak. Hal ini mempengaruhi Putusan Pengadilan Militer III-14 Denpasar sangat jelas mempertontonkan wujud impunitas Pelaku Pelanggaran HAM/Kekerasan Negara Terhadap Masyarakat Papua yang masuk hingga ranah peradilan,” katanya.(*)