Jayapura, Jubi – Kelompok Khusus DPR Papua, yang berasal dari mekanisme pengangkatan di lima wilayah adat menyosialisasikan tiga Peraturan Daerah Provinsi atau Perdasi Papua yang berkaitan dengan masyarakat adat.
Sosialisasi digelar di aula pertemuan Pembinaan dan Pengemban Wanita (P3W) Gereja Kristen Injili (GKI) Di Tanah Papua, Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua pada Jumat (21/7/2023).
Sosialisasi yang dilakukan Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai dan Juru Bicara Kelompok Khusus DPR Papua, Yonas Alfon Nusi itu dihadiri perwakilan masyarakat adat, nelayan, dan aktivis.
John Gobai, anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua mengatakan, Perdasi yang disosialisasikan, yakni Perdasi Nomor 6 Tahun 2020 tentang perlindungan dan pengembangan pangan lokal, Perdasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, dan Perdasi Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudi Daya Ikan Masyarakat Hukum Adat.
“Kami sosialisasi Perdasi itu, untuk menyampaikan kepada masyarakat adat, teman-teman nelayan, pegiat lingkungan dan teman-teman aktivis yang selama ini mengadvokasi pangan lokal, perlindungan masyarakat adat, agar mereka tahu telah ada perda yang selama ini menjadi pergumulan dan perjuangan mereka,” kata John Gobai usai sosialisasi.
Katanya, sesuai Pasal 67 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonimi Khusus (Otsus) Papua, masyarakat dapat melakukan pengawasan sosial.
Untuk itulah, sosialisasi penting agar LSM atau aktivis, dan masyarakat adat, dapat ikut mengawasi, mendorong dan mendesak Pemprov Papua untuk melaksanakan Perdasi yang telah ditetapkan. Sebab, ketiga perdasi itu berkaitan erat dengan keberadaan masyarakat adat.
Namun sejak Perdasi ini disahkan, hingga kini belum diberlakukan oleh Pemprov Papua. Padahal mestinya, sejak Perdasi itu ditandatangani sudah dinyatakan sah.
“Karenanya, kami menyosialisasikannya kepada masyarakat, LSM dan aktivis agar mereka ikut mendorong Perdasi itu dilaksanakan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Isi tiga Perdasi ini mengandung hal-hal mendasar orang asli Papua. Apa yang menjadi amanat Undang-Undang Otsus, yang rohnya adalah perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam Perdasi Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di Provinsi Papua, mengamanatkan mendorong pembentukan Badan Urusan Masyarakat Adat di tingkat provinsi.
Badan Urusan Masyarakat Adat bukan sesuatu yang tidak dilakukan di provinsi lain. Namun beberapa provinsi telah melakukannya, seperti di Provinsi Bali dan Sumatera Barat.
“Rakyat harus tahu apa yang menjadi hak mereka yang diatur dalam Perdasi itu, sehingga mereka bisa menuntut haknya,” ucapnya. (*)