Jayapura, Jubi – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dianggap perlu segera menyetujui peraturan daerah provinsi atau perdasi tentang perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan terhadap buruh orang asli Papua (OAP) di Provinsi Papua.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPR Papua, John NR Gobai menyatakan lembaga dewan bersama Pemprov Papua telah membahas dan memparipurnakan raperdasi itu pada 2019 silam.
Setelahnya regulasi itu dikonsultasikan ke Kemendagri untuk diberi penomoran. Akan tetapi hingga kini Mendagri belum menomori perdasi tersebut.
“Kami berharap agar regulasi ini dapat segera disahkan dan dinomori oleh Kemendagri, agar dapat dimasukkan ke lembaran daerah untuk diimplementasikan di Provinsi Papua,” kata John Gobai melalui aplikasi pesan singkatnya kepada Jubi, Senin (24/04/2023) malam.
Menurut Ketua Kelompok Khusus DPR Papua itu, salah satu alasan pihaknya merumuskan regulasi tersebut, agar ada perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan terhadap buruh asli Papua.
Katanya, dalam kerangka otonomi khusus atau otsus, buruh asli Papua menjadi bagian penting dilindungi, diberdayakan, dan perlu ada keberpihakan terhadap mereka dalam bidang tenaga kerja.
“Ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Otsus telah diatur, tenaga kerja atau buruh orang asli Papua haruslah mendapatkan pengutamaan dalam memperoleh lapangan kerja,” ucapnya.
Selain itu kata Gobai, tenaga kerja asli Papua mesti dipahami sebagagai tenaga kerja lokal di daerah, dan dilakukan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
John Gobai mengatakan, perdasi itu tidak hanya mengatur perlindungan dan pemberdayaan terhadap tenaga kerja asli Papua. Juga mengatur revitalisasi fungsi Balai Latihan Kerja dan KLK di Provinsi Papua.
Dibukanya peluang magang bagi angkatan usia kerja asli Papua, serta adanya pengaturan kartu pencaker bagi orang asli Papua.
“Perdasi ini telah difasilitasi oleh Kemendagri dengan sedikit perbaikan. Namun hingga kini belum mendapat penomoran dan pengesahan dari Kemendagri,” ujarnya. (*)