Jayapura, Jubi – Sejumlah anak-anak tunawisma di Port Moresby, Distrik Ibu Kota Nasional telah meningkat bersama dengan laporan prostitusi anak dan pekerja anak karena tingginya biaya hidup, terungkap dalam sebuah survei.
Hal ini dikatakan Kepala eksekutif Kantor Nasional untuk Layanan Anak dan Keluarga Simon Yanis kepada The National, Senin (26/9/2022).
Dia mengatakan bahwa mereka melakukan penelitian di Port Moresby, PNG, awal tahun ini, dan menemukan bahwa ada lebih dari 1.500 anak tunawisma di ibu kota.
“Jumlahnya dikumpulkan dari beberapa bagian kota – Gerehu, Waigani, Downtown, Badili, Sabama, Three-Mile, Manu dan Boroko,” katanya.
“Kami juga telah menerima laporan tentang peningkatan pekerja anak. Banyak anak kecil, terutama gadis remaja dari desa-desa Pusat di Rigo dan Abau, dibawa oleh orang tua dan kerabat mereka dan diberikan ke toko-toko yang dikelola orang Asia untuk dipekerjakan sebagai asisten took,” katanya.
“Ada undang-undang yang melarang pekerja anak di negara kita dan kantor saya akan membahas hal ini dengan Departemen Tenaga Kerja (tentang) bagaimana mengatasinya,” tambahnya.
“Anak-anak ini sering tinggal di belakang toko-toko ini dan bekerja 24 jam, tujuh hari seminggu untuk mendapatkan hanya K200 dua minggu, yang juga di bawah upah minimum nasional. Jadi saya berharap dapat bekerja dengan Buruh untuk mengatasi hal ini,” katanya. (1 Kina setara dengan Rp 5000,-).
Yanis mengatakan prostitusi anak juga meningkat, dengan gadis-gadis remaja muda dipaksa untuk menjual diri mereka sendiri untuk menghidupi keluarga mereka.
“Kami memiliki laporan tentang kerabat di Port Moresby yang menipu gadis-gadis desa di bawah usia 18 tahun untuk datang ke Port Moresby untuk bekerja, tetapi malah menempatkan mereka ke klub untuk bekerja sebagai tuan rumah dan keluar di jalanan untuk seks berbayar,” katanya seraya menambahkan kita tidak bisa terus mengabaikan penderitaan anak-anak ini.
“Prostitusi dan persalinan anak sedang terjadi. Sudah saatnya kita menerima itu dan bekerja sebagai negara untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah dan gereja harus bekerja sama untuk membantu anak-anak ini, yang dimangsa oleh keluarga mereka sendiri untuk menghasilkan uang,” katanya.
Sementara itu, Kantor Layanan Anak dan Keluarga Nasional telah menulis surat kepada sekretaris departemen Perencanaan Nasional untuk mencari dukungan pada survei yang lebih rinci tentang masalah ini. (*)