Sentani, Jubi – Masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, berunjuk rasa di Oksibil, ibu kota Kabupaten Pegunungan Bintang, pada Senin (4/7/2022). Mereka menyatakan penolakan mereka atas penggabungan Kabupaten Pegunungan Bintang dalam Provinsi Papua Pegunungan yang baru disahkan DPR RI pada 30 Juni 2022 lalu. Mereka menyatakan penggabungan Kabupaten Pegunungan Bintang dalam Provinsi Papua Pegunungan itu mengabaikan pembangunan infrastruktur Pegunungan Bintang yang berfokus membuka akses ke Jayapura dan Boven Digoel.
Demonstrasi itu merupakan demonstrasi kedua warga Pegunungan Bintang. Sebelumnya, pada 29 Juni 2022 lalu, warga Pegunungan Bintang juga berunjuk rasa menolak penggabungan Kabupaten Pegunungan Bintang ke dalam Provinsi Papua Pegunungan Tengah.
Akan tetapi, pada 30 Juni 2022 lalu, DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang pembentukan Provinsi Papua Pegunungan Tengah, dan Kabupaten Pegunungan Bintang menjadi bagian dari provinsi baru itu. Dalam demonstrasi pada Senin, masyarakat Pegunungan Bintang menegaskan kembali bahwa mereka ingin Kabupaten Pegunungan Bintang tetap menjadi bagian dari Provinsi Papua, provinsi induk dari tiga provinsi yang baru disahkan DPR RI pada 30 Juni 2022 lalu.
Keterangan pers tertulis Tim Aksi Damai yang diterima Jubi pada Senin menyatakan demonstrasi kedua yang berlangsung di Oksibil itu diikuti warga dari berbagai kalangan, termasuk Aparatur Sipil Negara, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, dan masyarakat umum, termasuk orang non-Papua. Warga berbondong-bondong menuju lapangan sepak bola Kabiding, dan menggelar aksi damai di sana.
Dalam aksi tersebut, salah seorang pengunjuk rasa, Andreas Tapyor menyampaikan beberapa tuntutan terhadap Presiden Joko Widodo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Komisi II DPR RI. Tapyor menyatakan UU Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan harus direvisi dengan mengeluarkan Kabupaten Pegunungan Bintang dari daftar kabupaten yang disatukan menjadi provinsi baru itu.
Tapyor menyatakan masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang adalah bagian penting dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Kami harapkan apa yang kami nyatakan itu mendapat perhatian serius dari semua [pihak] yang berkepentingan. Kami sampaikan [hal itu] berdasarkan pertimbangan objektif [atas apa] yang kami alami di Kabupaten Pegunungan Bintang, bukan berdasarkan tekanan politik atau kepentingan politik lainnya,” kata Tapyor, sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis Tim Aksi Damai.
Tapyor menjelaskan bahwa Kabupaten Pegunungan Bintang merupakan kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2002. Ia mengakui bahwa Provinsi Papua Pegunungan memang menggabungkan berbagai kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Jayawijaya, namun masyarakat Pegunungan Bintang tetap ingin menjadi bagian dari Provinsi Papua.
“Ditinjau dari sejarah pemerintahan, [dulu] Kabupaten Pegunungan Bintang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Jayawijaya. Kami tetap menghargai dan menghormati Kabupaten Jayawijaya sebagai induk. Namun hal itu bukan merupakan dasar penolakan kami,” kata Tapyor.
Tapyor menyatakan masyarakat Pegunungan Bintang menolak digabungkan ke dalam Provinsi Papua Pegunungan, karena Komisi II DPR RI belum pernah mengunjungi kabupaten yang berbatasan dengan Papua Nugini itu. Ia menilai Komisi II DPR RI belum pernah secara terbuka dan spesifik datang, melihat dan mendengar aspirasi masyarakat Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Masuknya Kabupaten Pegunungan Bintang sebagai bagian dari Provinsi Papua Pegunungan hanya didasarkan pada keberadaan Kabupaten Pegunungan Bintang [sebagai bagian] Wilayah Adat Lapago, tanpa memperhatikan latar belakang sejarah, letak geografis, latar belakang budaya, akses transportasi, faktor ekonomi dan sebagainya,” kata Tapyor.
Menurut Tapyor perencanaan dan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak memperhitungkan bahwa kabupaten itu akan digabungkan ke dalam Provinsi Papua Pegunungan yang beribu kota di Wamena, yang saat ini merupakan ibu kota Kabupaten Jayawijaya. Ia menyatakan letak geografis Oksibil sangat jauh dari Wamena.
“Secara geografis, Kabupaten Pegunungan Bintang lebih dekat dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Keerom di Provinsi Papua. Infrastruktur dan sarana prasarana pelayanan dasar ke Kabupaten Pegunungan Bintang lebih terbuka dari Kabupaten Jayapura. [Pembangunan] infrastruktur yang sedang dilaksanakan saat ini ke arah Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Boven Digoel,” kata Tapyor.
Menurut Tapyor, masyarakat Pegunungan Bintang menuntut DPR RI segera merevisi Undang-undang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan, dengan mengeluarkan Kabupaten Pegunungan Bintang dari provinsi baru itu. “Pernyataan sikap [kami] ditandatangani oleh perwakilan paguyuban seluruh Nusantara yang berdomisili di Pegunungan Bintang, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan tokoh perempuan se-Kabupaten Pegunungan Bintang,” kata Tapyor di depan ribuan warga yang menghadiri demonstrasi itu.
Seusai pembacaan pernyataan sikap itu, seluruh Aparatur Sipil Negara yang mengikuti demonstrasi itu menandatangani petisi penolakan masuknya Kabupaten Pegunungan Bintang menjadi salah satu kabupaten Provinsi Papua Pegunungan. Mereka menuntut Kabupaten Pegunungan Bintang tetap menjadi bagian dari Provinsi Papua. (*)
Discussion about this post