Sentani, Jubi – Koordinator Dewan Gereja Papua (WPCC), Pdt Dr Benny Giay meluncurkan buku terbarunya, “Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” di Aula Sekolah Tinggi Teologi Walter Post di Sentani, ibu kota Kabupaten Jayapura, Rabu (27/4/2022). Buku itu merupakan adaptasi dari disertasi yang disusun Pdt Benny Giay pada 1991.
Peluncuran buku “Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” itu antara lain dihadiri Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua, Pdt Dr Socratez S Yoman. Yoman mengapresiasi buku Pdt Benny Giay yang dinilainya memberi sumbangsih besar dalam studi keagamaan di Tanah Papua.
“Melalui buku ini, Pdt Dr Benny Giay menulis bahwa kamu harus bangkit dari kesadaran yang palsu, sejarah yang palsu, ideologi yang palsu. Zakheus diskriminasi, dibuat tidak baik, dan buku ini yang memberi tahu kepada kita [apa yang sebenarnya diperjuangkan Zakheus],” kata Yoman.
Disertasi doktoral Pdt Benny Giay, ‘Zakheus Pakage dan Komunitasnya’ pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Inggris oleh Vrije University Press, Amsterdam pada 1995. Pada 2022, disertasi itu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, dan diterbitkan Marjin Kiri bersama Penerbit Deiyai. Edisi Bahasa Indonesia itu dilengkapi pengantar dari editor Cypri Jehan Paju Dale.
Yoman juga mengapresiasi peran perempuan Papua, yang dari generasi ke generasi mendidik anak-anak Papua. “Zakheus menjadi orang besar karena mamanya. Kita harus respek dengan perempuan-perempuan [yang membesarkan] entah itu pastor, Presiden Gereja Injili di Indonesia, Presiden Gereja Baptis, Presiden Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, itu karena seorang mama yang berusaha,” ujar Yoman.
Ia juga menjelaskan bagaimana Orang Asli Papua yang dididik untuk tidak membunuh anak-anak dan perempuan. Orang Asli Papua juga dididik untuk tidak berbuat keji.
“Budaya leluhur kami, yang Allah taruh dulu itu, tidak membunuh anak-anak, tidak membunuh perempuan, dan juga [tidak] memotong alat kelamin laki-laki. [Budaya leluhur] tahu bikin kebun, tahu pelihara babi, tahu bikin honai. Budaya kita yang sesungguhnya itu dihilangkan dengan budaya-budaya palsu,” ujar Yoman.
Menurutnya, usia Pdt Benny Giay semakin bertambah tua, namun semangatnya dalam menulis buku selalu muda. “Pak Benny, ko sudah sore, tapi buku ini tetap pagi, sampai selama-lamanya,” ucapnya.
Perwakilan Pemuda Gereja Kingmi Papua, Nason Utty juga mengapresiasi buku Zakheus Pakage dan Komunitasnya: Wacana Keagamaan Pribumi, Perlawanan Sosial-Politik, dan Transformasi Sejarah Orang Mee, Papua” itu. Terlebih, Nason Utty adalah bagian dari komunitas yang diulas disertasi Pdt Benny Giay.
“Saya menyampaikan terima kasih, karena saya juga salah satu bagian dari komunitas ini. Saya punya bapa punya orang tua mereka juga bagian dari komunitas ini. Tempat saya itu memang ekstrem, sehingga para pendata dari Kingmi tidak berani sebut nama kampung saya, Obano,” kata Utty.
Utty menjelaskan kampungnya, Obano tidak bisa menerima perubahan yang sedang terjadi. “Tempat saya itu tidak bisa menerima pengaruh baru dan ajaran baru. Hal itu terjadi sampai hari ini, dan tempat itu adalah salah satu tempat yang dibangun oleh Pendeta Zakheus Pakage. Dia juga seorang pendeta, dan bukan seorang kafir,” ujarnya.(*)